bc

Magic Rose

book_age16+
88
FOLLOW
1K
READ
adventure
time-travel
kickass heroine
brave
drama
sweet
bxg
city
royal
friends
like
intro-logo
Blurb

Kisah antara bunga mawar dan persahabatan. Zuzalwa Yaya seorang penjual bunga mawar yang terjebak di kerajaan Jhani yang dikenal dengan kerajaan Mawar. Dia mengalami masa sulit yang tidak pernah dibayangkan. Setangkai bunga mawar tidak mau lepas dari tangannya. Membuat Yaya bertemu dengan empat laki-laki dan terjadi kisah pertemanan sejati.

Salah satunya adalah Rovara Kal Zhani. Yaya terjerat cinta dengan Zhani. Perselisihan, kebersamaan, petualangan dan kerja sama menjadi bumbu cerita. Bagaimana perjalanan Yaya dengan bunga mawar? Apakah Yaya berhasil kembali? Karena dia hampir mati berkali-kali.

Cover by Aloegreen

Font : Many Weatz by PicsArt, Milasian Circa by PicsArt

chap-preview
Free preview
1. Halusinasi Mawar
 Kabut pagi mengaburkan pandangan. Jalan raya sudah mulai ramai kendaraan. Masih ada hawa malam yang tersisa. Yaya kesulitan memasukkan kunci ke dalam gembok. Sesekali dia menguap mengantuk. Aroma segar bunga di pagi hari menyeruak saat pintu berhasil terbuka. Penciuman Yaya tergelitik, senyumnya terukir. Kaki jenjangnya melangkah bak putri bunga menuju meja kasir. Meletakkan tas kecil di meja, kemudian pergi ke kamar mandi.   Zuzalwa Yaya, dia gadis cerewet dan periang. Usianya dua puluh tahun. Membuka toko bunga yang isinya khusus bunga mawar. Berbagai jenis mawar ada di tokonya. Warna-warni menjadi pemandangan indah memikat semua orang yang lewat. Dia hidup sendirian di rumah sederhana yang tidak jauh dari tokonya.   Rambut panjang terikat menjadi satu. Celana longgar dan kaos hitam pekat melekat sempurna di tubuhnya. Sangat santai khas Yaya. Saat dia ingin mengambil gunting daun, handphone-nya berdering. Terbelalak melihat nama orang yang memanggilnya. Yaya segera mendahului pembicaraan setelah menerima panggilan itu.  "Salam, Nyonya! Aku akan mengirim semuanya segera, tapi ada masalah dengan kendaraannya. Mereka bilang akan diperbaiki dengan cepat, tetapi sampai sekarang belum selesai. Nyonya, jika kau menunggu terlalu lama, kau bisa datang kemari dan ambil sendiri, asalkan jangan batalkan pesanannya, ya? Kumohon mengertilah," ujar Yaya panjang dengan sekali tarikan napas.   "Heh, apa maksudmu? Aku mau bicara soal uang," jawab seseorang di seberang sana.   Yaya mengerjap bingung. "Ah, uang? U-uang apa?"   "Ck, uang tagihan! Kau belum bayar makan minggu lalu! Cepat bayar!" nada bicaranya sangat menuntut.   Yaya ternganga sambil menepuk dahinya. "Nyonya Fali, penyakit pikunmu kambuh lagi, ya? Aku bahkan sudah bayar dua kali lipat!" geramnya.   "Ha? Iyakah?" justru bertanya.   "Ck, sudahlah! Soal bunga akan kukirim nanti siang. Aku mau cek di bengkel dulu!" Yaya menutup panggilannya tanpa mendengar jawaban dari lawan bicaranya.   "Hah! Orang kaya yang menyebalkan! Aku pikir dia akan marah, ternyata pikun lagi! Kapan penyakit lupanya itu sembuh? Buat pusing saja!" gerutu Yaya sambil menaruh handphone-nya di meja.   Mengambil gunting daun dan membuka tiap tirai yang menutup jendelanya. Cahaya mentari masuk lewat celah. Kini bunga-bunga itu terlihat jelas dari jendela. Tersusun rapi hingga ke teras toko. Kabut sudah pergi membuat suasana semakin cerah.   Yaya menghela panjang. "Hari yang indah!"   Melenggang pergi ke teras. Senyumnya mengembang dan mulai membersihkan daun yang sudah kering dan jatuh. Butuh kerja keras bagi Yaya membangun toko bunga mawar. Terlebih lagi dia membuat bunga mawar berkembang menjadi lebih banyak. Yaya tidak punya teman kecuali seorang montir perempuan yang sangat tomboy bernama Aloa Maysi. Selesai membersihkan daun Yaya pergi ke bengkel milik Aloa untuk memeriksa truk yang sudah dia sewa.   Tiga hari truk itu rusak. Membuat Yaya tidak bisa mengirim bunga mawar dalam jumlah banyak. Mengendarai motor dengan kecepatan normal. Tidak melunturkan senyum menikmati perjalanannya. Setengah jam kemudian dia tiba di bengkel. Menghela napas panjang melihat truk yang masih belum beres.   "Aloa! Aloa, kau dimana?!" teriak Yaya masih memandangi truk.  Beberapa orang yang tengah memperbaiki motor di menatap Yaya heran sambil senyum-senyum.   "Berisik! Kami tidak menerima orang cantik!" seru Aloa yang sibuk bermain oli dan rantai.   Orang-orang di sana berdeham karena sindiran Aloa dan melanjutkan pekerjaannya.   Yaya menoleh dan menghampiri Aloa. "Kenapa masih belum jadi? Aku harus mengirim bunganya Nyonya Fali! Dia itu cerewet dan menyebalkan!" gerutu Yaya protes.   Aloa tidak menghiraukan Yaya. Gadis memakai topi itu nampak asik dengan rantai ditangannya membuat Yaya geram.   "Aloa Maysi, kalau kau tidak segera memperbaiki truk itu, aku akan...," ucapan Yaya terpotong oleh Aloa. "Akan apa? Ck, sudah berapa kali kubilang jangan andalkan truk itu lagi! Aku mau menjualnya! Lagipula masa sewamu sudah habis!" ujar Aloa.   Yaya terdiam. "Aku pikir kau bercanda," ucapnya memelan.   Aloa berdiri dan mencuci tangannya. "Yaya, aku juga butuh uang. Terpaksa aku jual truk itu. Besok pembeli akan mengambilnya," ujarnya sambil tersenyum.   Yaya gelisah. "Lalu, aku mengirim bunga pakai apa? Motor saja tidak cukup!"   Aloa ikut berpikir. Mendapat ide saat melihat para pekerjanya. "Kalian mau membantu Yaya?" tanya Aloa tersenyum miring.   Seketika mereka berdiri dan mengangguk. Aloa dan Yaya mendelik bingung.   "Hah, lupakan saja! Aku tidak mau merepotkan orang lain!" tolak Yaya ramah.   "Nona Yaya, kami tidak merasa direpotkan. Justru sangat senang bisa membantumu!" elak salah satu dari mereka sambil tersenyum lebar.   "Aku mengantar pesanan banyak bukan hanya hari ini. Tidak mungkin menerima bantuan kalian terus!" Yaya masih menolak dengan baik.   Saat mereka ingin menjawab, Aloa menyelanya. "Sudah-sudah! Giliran sama orang cantik langsung semangat! Motor itu diurus yang baik! Kalau pelanggan protes, gaji kalian aku potong!" ancam Aloa kejam.  Mereka mendesah sedangkan Yaya meringis.   "Bos, kau pelit sekali! Tadi menawarkan bantuan, sekarang menolak! Untung saja aku sabar kerja di sini!" ujar orang itu lagi. Aloa hanya mencebikkan bibirnya.  "Benar-benar aku dalam masalah sekarang. Aku berjanji nanti siang akan kukirim. Harus kemana aku meminjam truk?" Yaya melenggang pergi menuju motornya.   Aloa merasa bersalah. Dia menghentikan Yaya membuat Yaya menoleh. "Aku ada kenalan yang menyewakan truk. Apa kau mau sewa lagi? Kalau uangmu tidak cukup bisa pakai uangku dulu. Bagaimana? Sayangnya aku tidak tau apa masih ada truk yang tersisa," kata Aloa.   Yaya langsung mengangguk setuju. Mereka bergegas pergi dengan Aloa yang menunjukkan jalan. Tidak lama mereka sampai. Masih ada satu truk kecil yang belum disewa. Yaya tidak perlu meminjam uang dari Aloa, tabungannya masih cukup. Dia segera membawa truk itu ke tokonya. Aloa ikut ke toko bunga Yaya. Dia membantu mengangkat setiap mawar dengan hati-hati.   "Acara apa sampai butuh bunga mawar sebanyak ini? Kau pasti banjir uang!" tegur Aloa sambil mengangkat bunga mawar.   "Haha, itupun kalau Nyonya Fali tidak lupa membayar sisanya! Katanya akan ada pernikahan bos besar. Satu hari penuh restorannya disewa dan dihias bunga mawar. Entah melibatkan toko bunga mana lagi dia?!" jawab Yaya sambil menghitung mawar di dalam truk.   "Benarkah? Wah, pasti seru! Aku ikut ke sana, ya! Mau lihat persiapannya! Bos besar biasanya suka menghabiskan uang! Betapa megahnya pesta nanti. Eh, kau tidak diundang?" tanya Aloa sambil menepuk tangannya karena selesai mengangkat bunga mawar yang terakhir.   Yaya menatapnya sekilas lalu kembali menghitung. "Ayo kalau ikut, tapi aku tidak diundang. Yang punya acara bukan Nyonya Fali, kenapa aku harus diundang?"   Aloa menepuk dahinya. "Benar juga!"  Yaya terkekeh. Mereka istirahat sebentar dan minum kopi dingin di kursi teras. Meskipun begitu dia masih menghitung bunga mawar yang tersisa. Mawar merah dan merah muda miliknya habis. Yaya menggaruk kepalanya berpikir akan membeli banyak bibit mawar nanti. Aloa kepanasan mengipasi wajahnya dengan topi. Dia menggeleng maklum melihat Yaya yang bekerja keras.   "Pikirkan nanti saja, sekarang istirahat dulu sebelum mengirim bunga! Hari ini benar-benar panas!" ujar Aloa memandang langit.   "Untung saja sebagian sudah dibayar, kalau tidak aku tidak punya uang untuk memutar penjualan bunga. Setelah ini aku akan memaksa Nyonya Fali membayar langsung!" seru Yaya sambil menuliskan sesuatu di kertas tidak meladeni perkataan Aloa.   Aloa hanya terkekeh mendengarnya. Waktu terus berlalu. Yaya menyetir truk bersama Aloa di sampingnya. Mereka tiba di restoran besar yang tengah dihias. Yaya sangat terpukau dengan dekorasi yang indah. Banyak orang sedang menghias.   "Dimana aku turunkan bunga-bunganya?" gumam Yaya.   Tiba-tiba Nyonya Fali datang membuat Yaya tersenyum senang. Rikasa Falali, nama pemilik restoran yang sangat pelupa dan menghargai kerja keras Yaya.   "Salam, Nyonya Fali. Aku sudah datang. Mau ditaruh dimana bunganya?" tanya Yaya menunjuk truk.   "Hmm, bagus! Letakkan saja di depan pintu. Nanti ada orang yang mengambilnya!" ujar Nyonya Fali melihat bunga-bunga dalam truk dengan senang.   "Nyonya, kenapa pakai bunga asli? Aku lihat banyak bunga palsu di sini!" Yaya meneliti sekeliling.   "Mawar yang asli nanti akan dibuat taman sendiri! Sudahlah kau tidak akan mengerti! Ini permintaan bos besar!" bisik Nyonya Fali di akhir ucapannya.  Yaya menutup mulutnya. "Berarti uangnya juga besar, 'kan?" Yaya ikut berbisik.  "Ck, dasar anak rakus! Aku sudah mengirim uangnya!" Nyonya Fali berkacak pinggang mengerti maksud Yaya.  "Benarkah?! Terima kasih! Kau baik sekali! Harusnya aku dapat bonus lebih besar!" tawar Yaya antusias.   "Hah, lupakan saja! Cepat turunkan bunganya!" Nyonya Fali mendorong dahi Yaya dengan jarinya, kemudian melenggang pergi.  "Siap, Nyonya!" Yaya sangat bersemangat.   Dia mulai menurunkan bunganya satu per-satu. Merasa sedikit kelelahan dan teringat pada Aloa. Celingukan mencari temannya yang tidak ada di sekitar truk. Ternyata Aloa sedang mengagumi dekorasi di dalam restoran. Yaya mendesah pasrah dan menurunkan semua bunga mawar sendirian. Sangat lelah bolak-balik dari truk ke teras. Tangannya sampai mati rasa.   Yaya bersandar truk sambil mengatur napas. Matanya mengernyit melihat matahari yang sangat terik. Lalu, tiba-tiba pandangannya memburam. Yaya berusaha untuk membuka mata lebih lebar, tetapi dia jatuh pingsan.   "Yaya!" teriak Aloa yang ingin menuju ke truk dan segera menolong Yaya.   "Yaya, bangun!" panik Aloa.   Beberapa orang di sana ikut membantu dan juga Nyonya Fali yang begitu mencemaskan Yaya. Di ruangan pribadi Nyonya Fali, Aloa merebahkan Yaya di sofa. Berbagai cara dia lakukan agar Yaya sadar. Dalam pingsannya, Yaya seakan bermimpi di tempat yang putih. Dia melihat seorang laki-laki berpenampilan aneh dan sangat buram dengan setangkai bunga mawar merah menyala. Begitu terang sinarnya sampai membuat Yaya silau. Saat itu juga Yaya terjingkat sadar. Napasnya terengah sambil mengipasi wajahnya. Aloa dan Nyonya Fali kaget.   "Hei, sudah sadar? Buat kami ketakutan tau, nggak?!" marah Nyonya Fali.  "Ini, minum dulu!" Aloa memberikan sekelas air.   Yaya meminumnya lalu kembali mengatur napas. Menatap Aloa dan Nyonya Fali bergantian. "Aku tadi bermimpi! Mimpi ada sinar merah yang sangat terang sampai mataku sakit!" cerita Yaya tergesa-gesa.   "Kau pingsan bukan tidur! Bagaimana bisa bermimpi?" Nyonya Fali memegang dahi Yaya memeriksa suhu.  "Nyonya, aku sungguh-sungguh! Ada laki-laki juga, tapi sangat tidak jelas!" Yaya membayangkan mimpinya tadi.  "Aku tidak percaya! Kau mungkin hanya kelelahan mengangkat semua bunga itu sendirian di siang panas begini! Maaf, aku tidak membantumu. Aku terpesona dengan dekorasi, hehe!" tawa Aloa sekaligus merasa bersalah.   Yaya tersenyum. "Aku tidak masalah! Aku senang kau ikut! Ayo pulang! Aku harus beli bibit mawar, kau juga harus di bengkel!" ajak Yaya sambil berdiri.   "Sudah merasa baik? Syukurlah kalau begitu. Kalian itu perempuan yang hebat! Bekerja sendiri sangat mandiri, tapi juga lihat kondisi! Jaga diri baik-baik! Kalau butuh sesuatu jangan sungkan minta bantuan padaku!" ujar Nyonya Fali tersenyum manis.   "Oh, ya? Nyonya sangat pelupa! Sembuhkan dulu pikunmu itu baru aku akan meminta bantuan darimu, haha! Ayo Aloa, kita pergi! Permisi, Nyonya Fali!" Yaya mengangguk cepat kemudian menarik tangan Aloa keluar dari ruangan.   "Heh, anak kurang ajar! Enak saja bilang aku pikun! Aku hanya lupa sedikit!" elak Nyonya Fali sambil mengelus dahinya.   Yaya mengembalikan truk itu dan mengantar Aloa kembali ke bengkel. Dia juga pergi ke tokonya sebelum membeli bibit mawar. Di meja kasih sedang fokus menghitung pemasukan dan pengeluaran toko. Meramalkan beberapa bulan kemudian untuk perolehan penjualan. Yaya melamun, mendapatkan uang banyak hari ini justru membuatnya bingung. Keuntungannya dua kali lipat dari pesanan besar sebelumnya.   "Punya uang aku bingung, tidak ada uang lebih bingung lagi. Nasib kalau hidup sendirian, ya begini!" gerutu Yaya sambil menyangga kepala.  Mengerjap memandang kertas cemberut. Malasnya membawa Yaya untuk tidur. Kepalanya bersandar meja. Dia kembali bermimpi hal yang sama. Seketika Yaya terbangun dengan napas terengah.   "Mimpi itu lagi!" pekik Yaya.   Meraup wajahnya kasar sambil memilih mondar-mandir. Meminum air sampai habis dua gelas. Bayangan mimpi itu tidak bisa hilang.   "Sinar itu sangat terang dan merah cerah! Bahkan mawarnya sangat berbeda! Lalu, siapa laki-laki itu? Mimpi macam apa ini?" gumam Yaya bingung.   Melihat jam di layar handphone yang menunjukkan pukul dua siang. Yaya memilih pergi ke toko jual bibit bunga daripada mencemaskan mimpinya. Melajukan motornya dengan sangat cepat. Anehnya sinar mawar itu tidak menghilang dari benaknya. Sampai di toko itu Yaya memesan apa yang dia perlukan. Memilih menunggu daripada pergi sampai pesanannya diantar.  Kembali di tokonya dengan wajah murung. Duduk di teras kembali melamun. "Andai saja aku punya keluarga. Pasti uangku akan kubagi dengan mereka. Yah, meskipun saat kebutuhan banyak pastinya aku akan kesusahan cari uang. Apalagi aku hanya penjual bunga, tapi itu lebih baik daripada sendirian, 'kan?" gumam Yaya lemas.  Beberapa orang singgah ditokonya hanya melihat-lihat. Yaya membiarkannya saja. Sampai mereka menegur, Yaya tetap diam. Menata bibit yang baru dia beli dengan malas. Lalu, menutup toko meskipun hari belum sore. Yaya pulang dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Seketika pikirannya menjadi lebih segar dan semangat. Hilang semua rasa malas dan bingung. Yaya berbaring bermain handphone dengan penuh senyum.   Sayangnya Nyonya Fali meminta Yaya datang ke restoran. Ada sedikit gangguan dalam pembuatan taman. Yaya segera pergi sambil membawa tas kecil. Sampai di sana bingung karena taman baik-baik saja dan masih ada orang yang mengaturnya. Yaya mencari ke dalam restoran, tetapi Nyonya Fali tidak ada. Mencoba memanggilnya lewat telepon juga tidak dijawab.   "Permisi, dimana Nyonya Fali?" tanya Yaya pada salah orang yang mendekorasi restoran.   "Dia sedang pergi. Mungkin sebentar lagi kembali," jawab orang itu.  Yaya mengangguk. Menunggu duduk di atas motornya sampai sore menjelang malam. Sangat kesal karena teleponnya tidak diangkat. Sampai proses pembuatan taman selesai dan tidak ada masalah. Yaya sangat kesal membuatnya memilih pulang.   'Pasti lupa lagi! Mungkin salah orang apa mengerjaiku? Aku sampai menunggu lama!' gerutu di hati Yaya.   Di jalan raya yang penuh cahaya lampu, Yaya merasa kesepian. Kesalnya pada Nyonya Fali tidak lebih besar dari perasaannya yang sepi. Memang sudah tidak malas, tetapi kesendirian membuatnya terlarut dalam sunyi. Tempat ramai serasa sepi. Tidak sengaja pandangannya menuju taman hiburan. Yaya masuk sengaja ingin menghibur diri. Dari gerbang masuk hingga tempat paling akhir dan kembali lagi tidak ada yang menarik perhatian Yaya.   Duduk di kursi dekat tiang lampu yang mencondong cantik dengan wajah cemberut. Tas kecilnya itu diremas pelan, bingung menatap sekitar. Hampir semua orang berpasangan. Ada juga yang bersama keluarga, kerabat ataupun teman.   'Sepertinya memang hanya aku yang sendiri,' batin Yaya.  Menunduk sambil menghela napas panjang. Mengambil handphone dalam tas. Terlihat sudah pukul tujuh malam. Tidak ada yang mengirim pesan layaknya orang-orang yang hanya bertukar kabar. Yaya membuka aplikasi yang memuat banyak cerita. Untuk mengusir sepi, Yaya membuka satu novel tentang cinta. Senyumnya tertarik membaca judul.   "Setangkai bunga mawar? Haha, kisah cinta yang seperti apa?" gumamnya.   Mulai membaca tanpa suara. Layar handphone terus menyala seiring berjalannya waktu. Tidak terasa sudah setengah jam Yaya membaca novel. Ada kalanya dia tersenyum dan juga cemberut. Namun, Yaya lebih banyak mendesah seakan pasrah. Tidak sempat pulang untuk menghabiskan ceritanya, Yaya tetap di taman hiburan sampai satu jam berlalu.   "Ck, kenapa tega sekali! Ceritanya dibiarkan menggantung! Kalau begini, 'kan aku jadi menebak kelanjutannya! Hah, sudah tamat!" gerutu Yaya dengan senyuman sekaligus kecewa.   Memandang sampul novel itu dengan sangat teliti. Yaya terkekeh. "Setangkai bunga mawar merah yang indah! Aku seperti ikut masuk dalam cerita! Sshh, andai saja aku ada dalam cerita. Pasti menyenangkan! Ngomong-ngomong, aku jadi ingat para mawarku yang kubiarkan di teras toko tanpa kusentuh. Hah, besok harus kerja keras untuk memindah bibit-bibit mawar itu!" gumam Yaya kembali memasukkan handphone.   Ada seseorang yang menghampiri Yaya memberikan sebuah kertas yang berisi tentang pembukaan taman penuh bunga di pinggiran kota. Yaya merasa tertarik dan berminat pergi ke sana.  ~~~  Secangkir kopi menemani di pagi hari. Masih utuh belum tersentuh, pemiliknya sibuk menghitung dengan dahi berkerut. Kesalahan kemarin yang tidak merawat semua bunganya membuat Yaya kehabisan hampir sebagian. Ada yang layu dan juga salah hitung. Mereka tidak memberi seratus persen bibit mawar. Yaya rugi dan dia harus merawat semua yang tersisa.   Tangannya kotor bermain dengan tanah dan bunga mawar. Hatinya terus menggerutu pada penjual bibit mawar. Sampai hari sudah siang, Yaya masih berkutat di tokonya. Sedikit kualahan melayani pelanggan yang membeli beberapa mawar dengan jenis berbeda. Setelah semuanya selesai, Yaya pergi ke toko penjual bibit mawar itu. Dia marah sambil menunjukkan catatannya.   Penjual itu tidak bisa mengelak dan Yaya menuntut balas. Akhirnya mereka memberi bibit yang Yaya minta. Kembali mengikuti truk kecil yang mengantar pesanannya. Kali ini Yaya menghitung ulang memastikan tidak ada kekeliruan.   "Bagus! Lain kali kalau kerja jangan menipu! Bukan karena aku perempuan jadi bisa ditipu sembarangan! Soal kerja bukan main-main, Tuan!" Yaya masih tidak terima memarahi orang yang mengantar mawarnya.   Truk itu pergi dan senyum Yaya merekah. Segera mengatur ulang tokonya yang berserakan dengan bibit baru. Yaya bingung karena ada kardus yang ikut di antara bibit mawar.  'Aneh! Tadi aku tidak lihat ada kardus. Kenapa sekarang ada?' pikir Yaya.  Membuka kardus itu yang tertutup rapat. Yaya terbelalak saat isinya bunga mawar merah yang berbeda dari pesanannya.   "Apa ini bonus dari toko itu? Mungkin mereka merasa bersalah, jadi sebagai permintaan maaf memberiku bunga lebih!" pekik Yaya tidak percaya.   Dia mengeluarkan bunga-bunga kecil itu dengan sangat pelan. Senyumnya terus mengembang terlalu senang. Tiba-tiba saja Yaya terpikirkan mimpinya saat mengangkat bunga terakhir. Matanya mengerjap seakan sinar memancar dari bunga itu. Kemudian dia menggeleng menghilangkan pemikiran anehnya. Segera meletakkan bunga terakhir bersama yang lainnya. Membawa kardus itu masuk ke dalam toko.   'Apa itu tadi? Seperti mimpi, tapi terlihat nyata! Apa aku berhalusinasi? Kenapa mawar dan sinar itu lagi?' batin Yaya sambil meletakkan kardus di ruangan kecil samping kamar mandi yang juga penuh kardus dan plastik.   Saat Yaya ingin menutup pintu, dia terkejut karena kardus itu menghilang.   'Astaga! Hilang?! Tidak-tidak! Pasti aku salah lihat! Ada yang salah denganku!' batin Yaya memekik.   Segera menutup pintu dengan keras. Yaya duduk di kursi kasir dan meminum kopinya yang sudah dingin dengan sangat terburu-buru. Kopi itu langsung tandas. Yaya masih tidak habis pikir dengan dirinya sendiri.   "Yaya, itu hanya mimpi! Ada apa denganmu?! Mawar merah, sinar cerah, dan satu lagi kardus yang menghilang! Halusinasi! Pasti kau berhalusinasi! Kenapa aku jadi begini?" pekik Yaya pada dirinya sendiri sambil mengipasi wajahnya dengan tangan.   Setelah selesai dengan pekerjaannya, Yaya pergi ke taman bunga mengikuti petunjuk dari kertas semalam. Sebentar lagi malam dan Yaya tidak takut dingin pergi jauh ke pinggiran kota. Setibanya di sana Yaya terbelalak. Dia tidak berani turun dari motor. Semua orang di sana berpasangan. Sepertinya sengaja ingin berkencan di taman penuh bunga.   'Nasib sial apa lagi ini? Kemarin taman hiburan dan sekarang di sini juga? Aku juga tidak bisa sendirian! Aku akan paksa Aloa untuk datang!' batin Yaya.  Sayangnya Aloa tidak mengangkat panggilannya. Sambil menahan geram Yaya mengirim pesan yang menuntut agar Aloa menemaninya malam ini. Tidak lama kemudian Aloa menjawab kalau dia tidak bisa datang. Ada kerja lembur di bengkel. Yaya mendesah frustasi.   'Kenapa semesta suka melihatku sendirian? Huaaa, aku juga ingin punya teman! Teman hidup!' teriak Yaya dalam hati meskipun wajahnya ditutup tangan.   Tidak ada pilihan lain selain pulang dan membaca novel romansa. Tubuhnya lelah bersandar kepala ranjang setelah mencuci wajah. Rumah kecilnya itu cukup dingin di malam hari. Sampai Yaya harus memakai pakaian yang sangat tebal. Lampu kamar dimatikan. Hanya cahaya handphone yang menerangi wajahnya. Membuka aplikasi penuh cerita itu lagi dan menemukan judul yang hampir sama.  "Cinta mawar berduri? Kenapa mawar lagi, sih?! Memangnya tidak ada yang lain? Aku sampai bosan melihat mawar setiap hari!" gerutu Yaya berteriak.   Cerita itu yang dia lihat pertama kali, jadi Yaya membacanya. Kisahnya teramat sedih, tetapi banyak adegan yang membahagiakan. Yaya menjadi menitikkan air mata. Hanya sedikit, setelah itu dia membanting handphone-nya.   "Bagian akhirnya juga menggantung! Suka sekali buat pembaca kesal! Itu kasihan pemeran utamanya, nggak ada bagian dua, ya?" Yaya mengomel sambil memeluk bantal.   Angin menerpa wajahnya sangat dingin membuat Yaya bingung. Dia beranjak ke jendela kamar yang lupa belum ditutup. Yaya menatap ke luar jendela.   "Sepi begini! Sshh, kapan malam hangat untukku?" gumam Yaya sambil menggeleng pelan.   Menutup jendelanya dengan rapat. Saat dia berbalik, terdengar suara lirih yang memanggilnya. Yaya merinding kaku, matanya terbelalak. Memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Hanya ada jendela yang sudah tertutup. Yaya menutup matanya rapat-rapat sambil lari ke ranjang. Desisan itu terdengar lagi membuat Yaya teriak dan menutupi dirinya dengan selimut.  "Siapa?! Siapa itu?! Tidak mungkin ada tamu malam-malam begini! Suaranya jelek sekali! Telingaku sampai geli! Iihhh, aku merinding!" pekik Yaya di dalam selimut.   Kemudian, tidak ada lagi suara berbisik yang memanggil namanya. Napas Yaya terengah karena ketakutan. Dia membuka selimutnya kasar.   "Aaaaaa! Aku sudah gila! Otakku tidak waras, aaa! Halusinasi aneh lagi!" teriak Yaya menangis sambil berguling kesana-kemari menendang selimutnya.   Tidak bisa tidur sampai larut malam. Mendengarkan musik karena takut jika kembali mendengar suara yang memanggil namanya. Karena lelah menatap handphone, Yaya tertidur dengan kondisi kamar yang lusuh. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rujuk

read
912.0K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.9K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook