Dengan bantuan Gia yang berdiri di belakang fotografer, Aria berjalan cepat menuju ruangan kecil di dekat sana. Para kru lain mulai sibuk dari membersihkan tempat hingga mengambil pakaian baru untuk Aria sebelum masuk ke ruangan tertutup di sana.
“Kita memiliki banyak berita baik hari ini.” Gia mengumumkan dengan wajah berseri-seri dan tidak sabaran.
Aria yang sedang mengganti pakaian dengan bantuan kru, menoleh ke arah Gia. Dia tersenyum geli dengan sikap Gia. “Dan apa itu?”
“Audisi untuk ‘You Are the Love of My Life’ hampir selesai. Pak Rachman mengatakan dia hanya butuh dua pemeran penting lainnya dan akan mengambil keputusan final besok. Kemudian minggu depan akan masuk ke dalam tahap baca naskah bersama pemeran lainnya.”
“Oke.” Aria menanggapi Gia sambil mengingat jadwal itu. Dia lalu dibawa menuju meja rias dan rambutnya diubah menjadi bentuk kuncir kuda tinggi.
“Kau tahu siapa yang akan menjadi Hansel di ‘You Are the Love of My Life’?”
“Tidak tahu.” Aria membalas dengan ringan.
“Itu adalah Dylan! Aktor yang mendapat penghargaan pemeran utama terbaik dua tahun berturut-turut!”
“Ah dia… Aktor kesukaanmu, kan Kak Gia?”
“Kau benar! Sungguh beruntung kau akan beradu akting dengannya nanti.”
Tentu saja Aria tahu siapa Dylan. Tapi tentang prestasi yang pria itu miliki, Aria sama sekali tidak akan tahu jika Gia tidak merecokinya tentang aktor favorit wanita ini.
“Aku pikir kau yang lebih beruntung karena bisa bertemu secara langsung dengannya setiap hari nanti.” Aria bergumam membuat penata rias tertawa pelan dan Gia menjadi memerah.
Wanita itu tidak menampik akan hal itu. Bertemu dengan aktor tampan yang dia puja mana mungkin Gia tidak bersemangat. Dia sudah menjadi penggemar Dylan semenjak pria itu muncul untuk pertama kalinya menjadi pemeran pembantu di film berjudul ‘Met You in Another Life’.
“Lalu, ada hal lain lagi?” Tanya Aria ketika penata rias telah selesai merapikan riasan dan tata rambutnya.
“Tampaknya Pak Wira cukup puas denganmu yang mempresentasikan pakaiannya di depan kamera. Aku melihatnya datang tadi.”
Pak Wira adalah pemilik brand pakaian tersebut. Dan perkataan Gia membuat Aria mengangguk. “Aku akan menyapanya sebelum pemotretan sebentar lagi.”
Gia mengangguk setuju. Bersama Gia, Aria pun akhirnya keluar setelah dipanggil.
***
Di sebuah ruangan kerja yang luas bertema abad pertengahan modern dengan mebel berbahan kayu yang mendominasi ruangan tersebut. Ruangan yang tenang, sedikit temaram, namun bersih dan rapi. Di balik meja kerja tersebut ada Bryce yang sedang melihat-lihat hasil dari pemotretan Aria. Bagaimana wanita itu tersenyum lebar hingga cemberut dengan menggemaskan membuat Bryce tersenyum.
Dia cukup puas dengan fotografer ini. Begitu selesai sesi pertama, dia langsung mengirimkan hasil potretnya kepada Bryce. Dan begitu terus hingga sesi terakhir ini.
Tiba-tiba pintu kerjanya diketuk dari luar dan Yudha masuk ke dalam. “Pak Bryce, rapat akan diadakan 5 menit lagi.”
“Hmm.” Bryce bergumam sebagai tanggapan. Dia kemudian menyerahkan iPad dari tangannya yang diterima Yudha dengan sigap. “Pesan pakaian itu.”
Menunduk, Yudha menjawab dengan pasti, “Baik, Pak.”
Dan mereka pun mulai keluar menuju ruang rapat dengan Yudha yang sibuk menghubungi pihak brand pakaian tersebut.
***
Akhirnya, pemotretan hari ini selesai sesuai jadwal. Segalanya berjalan dengan lancar seperti biasa dan itu sangat memuaskan karena Aria bisa lanjut membaca naskah dramanya di rumah nanti.
Aria mengenakan jaket yang tebal karena cuaca sore itu cukup dingin setelah hujan lebat. Sebelum mereka pergi, seseorang mengetuk pintu dan Gia membukanya. Melihat Pak Wira berdiri di sana dengan seorang pekerja yang memiliki paper bag di masing-masing tangannya. Secara naluriah Gia membuka lebar pintu tersebut dan mengajak Pak Wira untuk masuk ke dalam.
Aria yang baru saja mengambil tasnya segera menyapa Pak Wira. “Halo Pak Wira.”
“Ya. Ya.” Wira berjabat tangan dengan Aria sebelum berbicara. “Kau sudah bekerja keras hari ini. Terima kasih, Aria. Dan ini sedikit bingkisan dari kami.”
Dengan lirikan Pak Wira, karyawan di belakangnya kemudian menyerahkan paper bag kepada Gia yang berdiri di dekatnya.
“Wah, seharusnya saya yang berterima kasih, Pak Wira.” Aria berseru membuat Wira tertawa puas.
“Lalu ini, hadiah spesial.” Wira mengambil paper bag lain dari karyawannya dan menyerahkannya secara langsung kepada Aria yang terlihat bingung dan penasaran. “Ini permintaan langsung dari perusahaanmu. Kau sungguh beruntung masuk ke perusahaan hiburan seperti LUX yang perhatian dengan para aktornya…”
Begitu Aria menangkap kata-kata tentang hadiah dari perusahaan, dia dengan cepat mengerti dari siapa itu. Dia hanya melirik sekilas isi dalam paper bag, kain berwarna merah muda dan putih polos dengan renda. Ah dia tahu ini… Satu-satunya gaun tidur di sesi pemotretan hari ini. Aria mengerjapkan matanya lalu sekali lagi dia mengucapkan terima kasih kepada Pak Wira sebelum pulang.
“Apa kontrakku sudah keluar?” Tanya Aria mendadak ketika Gia sedang menyetir.
Gia memiringkan kepalanya sejenak untuk berpikir sebelum mengedikkan bahunya. “Pak Bryce belum mengatakannya padaku. Mungkin saja sudah disiapkan Pak Rachman. Kau tahu bukan Pak Rachman selalu sigap dalam hal penting seperti ini.”
Jika memang seperti itu artinya Aria tidak punya banyak waktu lagi selain malam ini.
Melirik jalan dengan tatapan hanya Tuhan yang tahu, Aria bergumam kecil, “… Oke.”
***
Begitu malam tiba, Aria menuruni tangga dengan langkah cepat. Dia mengenakan gaun tidur berlengan panjang dan menyentuh lantai. Gaun tidur bergaya vintage victorian yang memiliki embel ‘dari perusahaan yang perhatian terhadap aktrisnya’.
Dari jauh dia melihat Bryce baru saja masuk ke dalam rumah dan Uri hendak menutup pintu utama.
Dengan senyuman yang cerah dan ceria, Aria mendekati Bryce dan memeluk lengan pria itu. Bryce menundukkan kepalanya dan mencium cepat bibir Aria. Uri yang dari awal menunduk segera undur diri memberi jarak untuk mereka berdua.
“Sudah makan?” Tanya Bryce yang mendapatkan gelengan lembut dari Aria.
“Aku menunggumu. Ayo ke ruang makan, aku sudah menyuruh Uri untuk masak yang banyak begitu tahu kamu akan kemari malam ini.”
Bryce terdiam. Tanpa ekspresi, dia memperhatikan wajah cantik Aria sejenak sebelum membiarkan dirinya ditarik Aria ke ruang makan.