"Di-dia?"
Teguh melihat Kiara dan perempuan yang sedang duduk samping ranjang anaknya. Sejenak pria itu memperhatikannya secara seksama.
Perempuan muda itu sedang menghadap ke samping, Teguh tidak terlalu jelas melihat wajah Namira yang tertutup rambut, namun Teguh yakin kalau perempuan itu Mira yang lain, bukan Mira yang ia kenal.
"Huft ... Syukurlah bukan Mira." gumamnya lirih seraya mengembuskan napas lega.
Saat Teguh akan pergi, tiba-tiba saja Kiara terbangun dan menangis.
"Huaa..." gadis kecil itu bangun dan langsung duduk di atas tempat tidur. Ketika melihat Kiara menangis, dengan cepat Namira meraih Kiara dan menggendongnya dengan sayang.
"Cup, cup sayang..." Namira mencoba menenangkan Kiara yang sedang menangis.
"Teguh?" panggil Bu Arini sembari menepuk pundak Teguh pelan.
Spontan Teguh terkejut dan langsung menoleh ke samping.
"Eh, Ibu. Bikin kaget saja." ujar Teguh seraya mengusap-usap d**a dengan tangan kanannya.
"Ngapain kamu di sini? Tadi katanya mau mandi?" tanya Bu Arini pada Teguh anak laki-lakinya yang kini berdiri di depan pintu kamar Kiara.
"Eh, iya, Bu. Ini mau mandi." Teguh menjawab dengan sedikit malu karena ketahuan mengintip di kamar Kiara.
Dari dalam kamar Namira kini mematung saat melihat Teguh, Polisi yang pernah ia temui di kantor Polisi saat dirinya ketahuan menjambret tas milik orang lain di pasar yang tak jauh dari kantor tempat Teguh bertugas.
"Pa-Pak Polisi?" gumam Namira lirih. Tubuhnya bergetar ketakutan saat melihat Teguh.
"Aduh, bagaimana ini?" gumamnya lagi seraya mencoba menutup wajahnya dengan rok yang Kiara pakai.
"Kenapa bisa Polisi aneh itu ada di sini ya Allah ... Aku harus bagaimana?" Namira kebingungan sekarang. Ia berusaha menghindar dengan menghadap ke belakang.
"Huaa..." Kiara yang semula sedikit tenang kini kembali menangis.
"Aduh, sayang. Jangan nangis ya ... Cup cup." Kiara kembali sedikit tenang saat Namira mengusap-usap punggungnya.
"Kiara kenapa, Ra?" tanya Bu Arini.
"Teguh, mau mandi dulu, Bu." pamitnya.
Setelah mengatakan itu, Teguh langsung pergi dari kamar Kiara. Sedangkan Bu Arini kini berjalan masuk menghampiri Namira dan Kiara.
"Kiara cucu nenek, kenapa nangis?" wanita dewasa itu langsung membawa Kiara ke dalam gendongannya.
"Cup cup, sayang." Bu Arini mencoba mendiamkan cucu kesayangannya.
"Tidak tahu, Bu. Tiba-tiba saja Kiara terbangun dan menangis." sahut Namira.
"Sudah kamu kasih s**u?"
"Tadi sudah, Bu."
"Sekarang mana dot Kiara, Ra?"
"Oh, ini Bu."
Namira memberikan dot yang berisi s**u formula pada Bu Arini.
Bu Arini kini duduk di samping ranjang. Kiara sekarang anteng di pangkuan neneknya.
Beberapa menit kemudian s**u yang ada di dalam dot itu habis Kiara minum.
"Mira, kamu ke bawah, ya. Buatkan s**u untuk Kiara. s**u Kiara ada di lemari dapur, kamu cari saja di sana. Di sana juga ada petunjuk takarannya," perintah Bu Arini.
"Em ... Sekarang, Bu?" Namira sedikit gugup saat di suruh membuatkan s**u untuk Kiara. Dia takut kalau bertemu dengan Polisi itu.
'Aduh, bagaimana kalau aku bertemu dengan Polisi itu nanti?' batin Namira dalam hati. Dia belum siap dan takut kalau bertemu dengan Teguh Polisi yang menangani kasusnya di penjara kemarin.
"Mira, kenapa kamu melamun? Kiara sudah menunggu susunya." Bu Arini menepuk pundak Namira pelan. Hingga membuat Namira tersentak dalam lamunannya.
"Eh. I-iya, Bu." dengan sedikit ragu Namira melangkah keluar dari kamar itu.
Kaki Namira menuruni anak tangga dengan pelan, gadis itu mengedarkan pandangan matanya melihat ke sana ke mari mengawasi kalau saja ada Teguh di sana. Namira terus melangkah dengan waspada.
Setelah sampai di dapur akhirnya Namira bisa bernapas lega.
"Huft. Syukurlah tidak ada orang." ujar gadis itu.
"Heh, kamu ngapain di situ?!" suara Sri mengangetkan Namira. Membuat gadis itu sontak terkejut dan hampir terjungkal ke belakang.
"Haa ... Ampun Pak ... Ampun..." Namira menutup wajahnya dengan kedua tangan seraya berteriak. Membuat Sri bingung dan menatapnya aneh.
"Kamu kenapa sih, Ra? Teriak teriak begitu, kayak maling aja." Sri menepuk pundak Namira pelan.
Saat merasakan pundaknya di tepuk Sri, akhirnya Namira tersadar. Kalau yang tadi ia dengar adalah suara Sri bukan suara Pak Polisi.
"Eh, anu, mbak. Tadi aku kira siapa." ujar Namira di sela kebingungannya. Tangan kanannya menggaruk kepalanya yang seketika menjadi gatal.
"Anu, anu. Ngomong tuh yang jelas, lagian kamu ngapain sih jalan pakai mengendap ngendap segala, pakai celingukan pula. Kayak orang mau maling tau nggak." sahut Sri cepat. Membuat Namira semakin tidak enak hati karena membuat Sri curiga.
"Maaf mbak. Aku cuma mau buatin s**u buat Kiara." Namira langsung melangkah menuju lemari, membukanya lalu mencari kotak s**u formula Kiara. Di sebelah sana Sri masih menatapnya curiga. Dari awal Sri memang mencurigai Namira. Entah apa yang ada di pikirannya.
Namira merebus air terlebih dahulu sebelum membuat s**u untuk Kiara. Tak lupa juga dia mencuci bersih dot itu sebelum menggunakannya lagi.
Dengan cekatan Namira membuat s**u itu, walaupun gadis itu belum pernah sama sekali membuat s**u untuk bayi, tapi setelah membaca takaran yang ada di samping kotak s**u dan tadi sore melihat Bu Arini membuatkan s**u untuk Kiara, kini Namira akhirnya bisa juga.
"Selesai." ujarnya setelah selesai membuatkan s**u untuk Kiara. Lalu gadis muda itu keluar dari dapur dan kembali ke kamar Kiara.
***
Di dalam kamar. Seorang pria muda kini sedang berdiri di depan cermin menyisir rambutnya yang basah karena ia baru saja selesai mandi.
"Siapa gadis itu, kenapa dia akrab sekali dengan Kiara?" gumamnya bicara sendiri di depan cermin.
"Mira?"
Pikiran Teguh kembali pada kejadian setahun yang lalu saat istrinya pergi meninggalkan dirinya dan juga Kiara demi hidup bersama mantan pacarnya. Teguh sudah berusaha mempertahankan hubungannya dengan sang istri, namun takdir berkata lain. Pernikahan Teguh hanya berjalan setahun saja. Setelah melahirkan Kiara istri Teguh meminta cerai dan kembali pada mantan kekasihnya.
"Astagfirullah. Apa yang sedang aku pikirkan sekarang. Aku tidak boleh lagi mengingat masa lalu, Teguh kamu harus bisa melupakannya." gumamnya sendiri.
Selesai menyisir rambutnya, kini Teguh duduk di pinggir ranjang. Tangannya meraih benda pipih miliknya yang ada di dalam tas kerjanya. Di sana dia mulai membuka media sosial miliknya. Dia melihat istrinya membuat story sedang berpelukan bersama laki-laki lain yang Teguh tahu adalah kekasih istrinya.
Dada Teguh bergemuruh hebat. Panas, rasanya seperti air yang sedang mendidih saat dirinya melihat foto itu.
***
Di tempat lain. Seorang perempuan muda berambut panjang sepunggung kini sedang makan malam di restoran bersama dengan seorang laki-laki. Keduanya kelihatan sangat mesra.
"Sayang, apa kamu tidak merindukan keluargamu?" tanya laki-laki itu pada perempuan yang sedang menikmati makanan di sampingnya. Perempuan itu istri Teguh, ibunya Kiara.
"Tidak, aku hanya mau hidup bersamamu saja," jawabnya enteng.
"Aku mencintaimu." bisik laki-laki itu tepat di telinga kekasihnya. Membuat perempuan muda itu tersipu malu.
"Apa suamimu tidak pernah mengatakan itu padamu?" tanyanya.
Perempuan muda itu terkekeh. "Kau jangan memancingku seperti itu sayang. Aku bahkan tidak pernah mencintainya."
"Ha ha ha. Aku pikir kamu sudah mencintai laki-laki lain selain aku." godanya lagi.
"Hish. Aku jadi tidak selera makan kalau kau terus bicara soal itu." protes perempuan itu sebal.
"Oke, oke. Aku akan diam sekarang." ucapnya sembari memeluk kekasihnya dari samping. Dan perempuan itu membalas pelukan dari laki-laki itu.
Keduanya terlihat sangat bahagia. Menikmati makan malam berdua di restoran mewah itu.
***