bc

Sebuah Pilihan

book_age18+
442
FOLLOW
2.9K
READ
drama
comedy
twisted
sweet
like
intro-logo
Blurb

(Sekuel Tiga CINTA)

Setiap orang punya keputusan untuk memilih. Antara siapa yang terbaik untuk dirinya. Begitu pula dengan Ariana. Ia harus memutuskan akan memilih siapa untuk masa depannya.

chap-preview
Free preview
(Tidak) Sesuai Rencana
Dari sekian banyak bentuk boneka yang ada, Ana tak menyangka Wira akan memilih seekor ulat dengan tubuh warna-warni yang menjuntai panjang saat ia memeluknya saat ini. Meskipun pilihan laki-laki itu juga tidak salah karena ia memberikanya dalam wujud boneka, jika hewan yang dimaksud masih hidup, tentu saja semua orang akan merasa geli ataupun jijik. Ada senyum merekah hingga menarik sudut bibir naik keatas saat dibacanya kembali catatan yang mengiringi hadiah tersebut. Butuh usaha keras dan kesabaran untuk membuatnya menjadi seekor kupu-kupu indah, pada akhirnya. Begitu pula dirimu, bukankah butuh banyak pelajaran hingga membuatmu sampai pada tahap ini? Selamat untuk ujian hari ini. -Wira - "Ma....." panggil Ana sedikit berteriak pada Mama nya yang tengah membereskan tumpukan koran di meja teras. "Tadi yang nganter ini siapa?" lanjutnya. Dan Rima tak kalah berteriak menjawabnya karena memang jarak antara keduanya agak jauh. "Wira sendiri tadi datang kemari" Jawab Rima dan Ana tidak bertanya kembali. Jika benar Wira sendiri yang memberikan hadiah ini, berarti Mama nya sudah melihat dan bertemu langsung dengan Wira, pikir Ana. Dengan langkah seribu Ana berlari menghampiri Mama nya yang masih berkutat dengan koran-koran yang berserakan karena ulah Hendra yang tiap pagi akan sibuk dengan berita bola dan Rima baru sempat membereskanya saat ini. "Ma, tadi Mama ketemu Wira ngapain saja?" Ana duduk di kursi sambil membantu Mama nya memberesi tumpukan koran. "Cuma ngobrol sebentar sambil ngasihkan hadiah tadi buat kamu." Jawab Rima kemudian memandang wajah anaknya yang terlihat masam. "Kenapa memangnya?" "Curang! Mama udah ketemu langsung sama dia, lah aku harus maksa dia dulu biar mau diajak ketemuan" Rima tersenyum mendengar penuturan anaknya. Rima tahu Wira sengaja tidak ingin bertemu dahulu dengan anaknya. "Eh Ma, bukanya Wira bilang lagi kuliah di Surabaya ya, kok udah sampai sini aja" Ana merasa bingung juga setelah beberapa saat ia mengingat sesuatu. "Bukanya dia ada janji ketemu sama kamu lusa, makanya dia pulang cepet" jawab Rima mencoba tenang padahal ia merasa khawatir juga dengan jawaban yang akan diberikan barusan. Ana hanya tahu jika Wira tengah berada di Surabaya sedang menempuh pendidikanya, lain hal dengan Rima yang mengetahui bahwa selama ini Wira tengah sibuk menyiapkan tesis dan selama ini juga tinggal di kota yang sama, hanya sekali dua kali saja akan terbang ke kampusnya guna keperluan tesisnya. "Oh" Ana hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Kemudian ia beranjak dari kursi untuk segera naik menuju kamarnya, melupakan makanan yang ia inginkan sedari tadi.            *************************** Malam ini pukul tujuh di salah satu cafe, kedua insan akan bertemu. Ana tengah bercerita pada Dini tentang kegugupanya menjelang bertemu dengan Wira. Dini yang berada di seberang sana terkikik geli karena sahabatnya sangat aneh, bertemu seorang lelaki saja terasa akan menemui penguji beberapa hari lalu. Dengan saran Dini, akhirnya Ana mulai tenang kembali. Diliriknya jam di dinding kamarnya yang masih menunjukan pukul sembilan pagi, artinya pertemuan masih sepuluh jam lagi. Ana menimang kembali salah satu saran dari Dini untuk berdandan sedikit berbeda. Berbeda dalam hal jika biasanya sehari-hari dia hanya memakai kaos, kemeja dipadukan dengan celana jeans panjang, kali ini sebaiknya memakai dress atau rok selutut agar terkesan sedikit girly, menurut Dini. Bukan ia tidak sanggup mengubah penampilan ataupun memenuhi kantong belanjaan dengan baju mahal nan elegan, namun semua itu bukan gayanya sama sekali. Bukankah semua hal tidak harus dilihat dari sisi luar? Jika bertemu dengan Wira, ia lebih ingin mengenalkan dirinya sebagai Ana yang seperti semua orang melihatnya sehari-hari daripada seorang Ana yang mencoba memangkas gaya nyamanya untuk memberikan kesan 'cantik' menurut Dini dihadapan laki-laki itu. Setidaknya sebelum melangkah pada hubungan yang selanjutnya, ia harus jujur dengan dirinya, gayanya dan berharap Wira akan menerimanya. Toh soal penampilan bisa diubah seiring berjalanya waktu. Di tempat lain, Dini yang tengah berjalan membawa data salah seorang pasien berpapasan dengan Reksa yang baru keluar dari ruang VVIP pasien penderita gagal jantung yang beberapa hari lalu sudah menjalani operasi. "Dokter!" seru Dini saat keduanya berpapasan. Keduanya berhenti sejenak, Reksa hanya memandang sekilas kemudian mengembangkan seulas senyum ramah 'profesional' pada Dini. "Dokter kenapa masih disini? bukanya Dokter Reksa harusnya menemani Ana untuk bertemu dengan calon nya ya?" Dini mulai membuat kening Reksa mengerut bingung. Menurut Dini, jika Reksa mengetahui kekasihnya bertemu pria lain sudah tentu akan memperkeruh hubungan keduanya sehingga Reksa akan membenci Ana yang tidak konsisten dengan hubungan mereka. Pertemuan dengan calon. Pikiran Reksa langsung teringat pada percakapan beberapa hari lalu dengan gadis itu. Jadi mereka akan bertemu, batin Reksa. Dilihatnya Dini yang sudah menjauh pergi karena buru-buru dipanggil rekanya sampai tidak sempat berpamitan apalagi bertanya lebih jauh dimana mereka akan bertemu dan kapan tepatnya. Reksa melangkah menuju ruanganya mencari ponsel untuk bertanya langsung pada Ana. Begitu mendapatkan ponselnya, ia mulai ragu untuk bertanya. Dia berpikir memangnya apa urusanya ikut campur dalam masalah Ana yang akan bertemu dengan calonya, dan apa pula tujuan Dini mengatakan ia harus menemani sahabatnya untuk menemui laki-laki pilihan orang tuanya? Reksa memang berniat merebut kembali hati Ana, namun tidak dengan cara licik menggagalkan rencana keduanya yang sepertinya sudah sangat dinantikan keduanya. Reksa pikir biar saja ia masih diam, menikmati pertemanan dengan Ana perlahan kemudian memberinya rasa nyaman. Urusan pertemuan dengan calonya, itu hak penuh milik Ana tanpa ada campur tangan darinya yang hanya dianggap teman oleh gadis itu. Meskipun terlihat ragu, pada akhirnya ia mengirimkan pesan singkat pada Ana. Reksa : Lagi dandan buat calon suami? Lima menit tanpa balasan membuat Reksa segera menelpon. Pantas saja tidak ada balasan karena nomor gadis itu tidak aktif. Dibiarkan saja ponselnya tergeletak di meja karena berkali-berkali panggilanya tidak terjawab. Reksa mencoba membuka-buka jurnal kesehatan untuk mengusir rasa gelisah, penasaran yang mulai merayapi benaknya. Hingga suara dering pesan membuatnya segera membuka isi pesan masuk yang ternyata dari Ana. Ana    : Gak pakai dandan, toh aku sudah cantik. Reksa : Memang. Dimana pertemuanya? Ana    : Cafe O'della jam tujuh nanti. Dan sekarang aku sudah gugup Reksa : Gugup karena terlalu bersemangat. Ana    : Bukan. Hanya takut dia beneran pria atau cuma setengah. Reksa tersenyun melihat balasan pesan singkat dari Ana. Ia menyukai semua cara Ana mengajaknya berkomunikasi. Entah secara langsung bertemu atau sekedar berbalas pesan. Sudah lama ia merindukan saat melepas penat mengobrol santai, bergurau dengan orang terdekar seperti bersama Ana selama ini. Baiklah, tempat dan waktu sudah ia ketahui. Kadar penasaranya tiba-tiba semakin tinggi mengenai bagaimana sosok Wira yang disebut Ana sebagai calon pilihan orang tuanya serta seseorang yang pada akhirnya membuatnya dengan mudah diberikan kesempatan memasuki ruang hatinya, yang Reksa sendiri hanya sanggup menembus hingga batas luar saja.       *********************************** Hari sudah hampir sore saat Ana membuka matanya karena sedari siang ia tertidur sembari membaca komik yang dibelinya beberapa waktu lalu. Setengah hari ini ia merasa gugup dan cemas karena akan bertemu Wira sehingga ia memutuskan menenangkan pikiranyan dengan membaca tumpukan komik yang belum sempat dijamah selama persiapan menghadapi ujian. Bangun tidur seperti hari-hari biasanya, ia akan sibuk menyiram bunga-bunga kesayangan Mama nya. Diikat rambutmya keatas setengah digelung karena ia memiliki rambut panjang. Begitu turun hendak menuju pintu di dekat ruang tamu, Rima memanggilnya dari arah dapur. Dengan tenang ia berjalan menghampiri. "Kenapa Ma?" tanya Ana begitu sampai di dapur seraya mendekati Rima yang tengah menaburkan parutan keju diatas kue brownis persegi panjang. "Kamu jadi ketemu Wira hari ini?" Ana mengangguk seraya mencomot parutan keju untuk dicicipinya dan hal itu membuat tangan Rima menepuk dengan cepat telapak tangan Ana hingga gadis itu merintih sakit. "Sakit Ma" kesal Ana sambil memgusap telapak tanganya yang terasa panas. "Mama bikin ini buat dikasih orang. Gak sopan namanya kalau ngasih orang tapi kamu sisain" omel Rima pada anaknya. "Buat siapa ini Ma?" "Nanti kasihkan Wira pas kamu ketemu dia. Bilang saja buat keponakanya" "Mama kelihatanya udah kenal baik sama keluarga Wira ya?" "Tidak juga, Mama sekedar tahu sedikit karena orang tuanya teman Mama dan Papa" "Dia kerja apa sih Ma" penasaran Ana karena selama berkomunikasi dengan laki-laki iti tidak sekalipun membahas tentang pekerjaanya. Karena setiap pembahasan obrolan hanya seputar kabar, kegiatan hari itu, tugas skripsi Ana yang sesekali mendapat masukan dari Wira, dan gurauan- gurauan sebagai yang membuat keduanya terpingkal. "Kamu gak dikasih tahu kerjaan Wira apa?" Heran Rima karena selama ini anakanya terlihat sudah akrab dengan anak sahabatnya tersebut. "Belum Ma, gak tahu kenapa selama ini aku gak kepikiran dia kerja apa atau malah belum punya kerjaan, karena yang Wira bilang dia sibuk dengan kuliah S2 nya saja" Rima menghentikan pekerjaanya mengolesi loyang dengan mentega karena hendak memasukan adonan brownis untuk kedua kalinya kedalam loyang tersebut. "Dia bukan seorang konglomerat Na, bukan juga pegawai kantoran. Tapi yakinlah bahwa dia laki-laki bertanggung jawab yang akan memberimu nafkah halal dengan jerih payahnya sendiri" Ada rasa kagum terpancar di wajah Rima membuat Ana semakin yakin bahwa laki-laki itu jauh dari kata 'kaya' yang mengingatkanya pada kekuasaan penuh kepongahan akan harta dan jabatan keluarga Reksa, dengan begitu ia tidak akan mendapat serangan strata sosial jika bersanding dengan pilihan orang tuanya. "Sudah, kamu siap-siap saja sana" pinta Rima kemudian Ana melanjutkan tugasnya menyiram bunga sebelum bersiap dengan rencananya.   ****************************** Ana melirik kesal jam di pergelangan tangan kirinya dengan gelisah. Sudah lewat satu jam daei jadwal seharusnya ia dan Wira bertemu. Sudah satu jam yang lalu ia tiba dan belum mendapati seseorang yang mengenakan jaket kulit warna hitam - sesuai perkataan Wira semalam jika ingin menemukan dirinya saat sudah sampai di cafe - belum terlihat. Dan sekarang ia mulai kesal dengan keterlambatan laki-laki itu. Terlambat atau memang dia pengecut tidak berani menampakan wajah untuk bertemu langsung. Dilihatnya lagi kotak kue yang dibawanya dari rumah sengaja hendak diberikan pada Wira, dengan kesal. Hingga sebuah panggilan masuk dari Mama nya segera ia terima. Hanya dalam hitungan beberapa detik saja Ana langsung berdiri kemudian berlari keluar dari cafe dengan perasaan cemas. Dikendarainya sepeda motor miliknya dengan kecepatan penuh tanpa mengindahkan suara klakson yang memekakan telinga tengah memperingatinya akan bahaya. BRAAAAAAAKKKKKKK -----------------------------------------

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Unwanted Bride

read
111.1K
bc

Kamu Yang Minta (Dokter-CEO)

read
293.2K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.8K
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.9K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook