Bab 9. Persiapan Pesta

1010 Words
                                                                        JEFF     Aku melajukan mobil Ford Mustang GT orange. Terdengar Blue orchidnya White Stripes mengalun kencang dari speaker mobil. Sesekali aku melirik Angel yang duduk di sebelahku. Ia menggulung-gulung kecil rambutnya dengan jari telunjuknya. Ada yang dipikirkan. Meresahkan hatinya. Sementara di bangku belakang diisi oleh Haley dan Laura. Aku tersenyum jika mengingat Haley. Dulu Haley pernah memintaku mencumbunya.            “Jeff please aku menginginkanmu,” ujar Haley menggigit bibir bawahnya. Mulutnya tercium bau alkohol. Dia baru saja menegak satu slot liquor dan sudah nyaris tidak sadar. Lemah. Gadis lemah. Rambut merah panjangnya menyentuh bahuku, menyenderkan kepalanya. Satu tangannya memeluk pinggangku. Bibirnya merekah. ia memainkan lidahnya. menjilati bibir dan memainkannya di tengah giginya. Dia mencoba merayuku. Memancing kelaki-lakianku. Aku mendekatkan kepalaku. Merasakan desah nafasnya. Bibirku dan bibirnya berdekatan sampai tidak berjarak. Aku kulum bibir merah mudanya. Ahaha... rasa starwberry mint. Lipgloss. Lengket. Pedas. Aku desakkan lidahku padanya. Panas. Menjalari tubuhku.      Ciuman panas ini berhasil memuaskannya. Tapi tidak ada adegan selanjutnya. Cukup sampai disitu. Jangan berharap lebih. Dia tidak jelek, hanya saja badannya tidak sepadat Thania. Dimana saat itu aku masih berpacaran dengan Thania. Jelas saja aku memilih Thania. Hal itu membuatnya sedikit berjarak denganku.             Sementara sewaktu Junior High School aku berkencan dengan Laura. Kencan terindah. Iya dia mantan terindah. Masih aku ingat tawa kecilnya persis di telingaku. d**a berisinya. Aku b******u dengannya sewaktu pesta di rumah George. Sebelum Thania datang ke kota Prisscot. Ia baru pindah sekitar dua tahun yang lalu. Bagaimana putusnya? Aku tidak tahu. Lupa. Entah karena aku kepergok mencumbu gadis sekolah lain atau tetanggaku ya. Aku lupa. Mereka semua sama. Gadis. Dan cantik. Dari kesekian mantanku tentu saja tidak ada yang secantik Angel. Melihatnya saja sudah memuaskan hasratku. Entah bagaimana rasanya menyetubuhinya. Nafsu ini sudah di ubun-ubun. Tunggu saja sebentar lagi kamu Angel.             Dari kaca spion tengah, aku melihat Chevrolet Malibu dengan penuh modifikasi. George di balik kemudi dan Lucy di sebelahnya asyik mencumbunya. Mengedim-ngedimkan Lampu depan. Klakson berirama berkali-kali. Dasar norak. Aku buka atap mobilku. Disambut seketika oleh Haley dan Laura. Mereka berdua berdiri membelakangi. Tertawa-tawa dan menjulurkan lidah. Lucy tersulut. Ia membuka kaca. Mengeluarkan setengah badannya dan mengacungkan jari tengah. Ia berteriak-teriak. Entah apa aku tidak mendengarnya. Bunyi suara bass dari speaker raksasa George terdengar. Wew bisa pecah gendang telinga lama-lama kalau semobil dengan George. Padahal aku juga suka menyetel lagu keras-keras masih belum seberapa dibandingkan dengan George. Cowok berbadan besar yang dungu. Maniak. Aku Masih ingat sewaktu awal mobil ini aku miliki. Ia kesal sekali melihat mobil Ford Mustang dengan atap convertible yang aku pamerkan kepadanya. Dari dulu ia menginginkan mobil dengan atap terbuka. sudah pasti rengekannya tidak digubris orang tuanya. Rasakan. Ha...ha...ha. Sampai detik ini mobilnya tak kunjung beratap terbuka.         Dibelakangnya lagi Clara dan Kate mengendarai Honda Civic abu-abu. Mobil lungsuran ayah Clara. Mobil bergaya bapak-bapak sangat tidak anak muda. Jangan bilang-bilang juga ya, aku pernah tidur dengan Clara, gadis keras kepala yang ingin berkuasa itu membuatku penasaran. Sangat penasaran. Tapi itu hanya satu malam. Dia seolah mencampakkanku. Gadis itu butuh drama. Kalau dengan Kate beda lagi ceritanya, dia paling insecure dibanding lima gadis cheerleader lainnya. Kate pemalu itu berkali-kali memastikan agar jangan ada yang tahu cinta satu malam antara kami berdua.          Jam di dashboardku menunjukan pukul 15.30 sebentar lagi pesta dimulai. Entah sudah yang keberapa kali rumahku dijadikan tempat pesta. Pesta dadakan. Bisnis bersama yang dijalankan kedua orang tua ku mau tidak mau membuat mereka sering ke luar kota. Membolehkan aku pesta di rumah lebih baik dibandingkan dengan memikirkan anaknya keluyuran di jalanan. Jalanan bukan tempat yang baik untuk anak lelaki seimut aku. Hueeks.             Seringkali mama mengomel tentangnya. Bahaya narkoba di luar sana. Belum lagi jambret dan perampokan. Atau yang baru-baru predator seks pria  yang mengincar bocah laki-laki tampan. Oh nooo. Menjijikan. Aku tidak suka perkosaan. Benarkah? Yup definitely. Apalagi diposisi korbannya. Amit-amit. Pahit...pahit...pahit.             Sesampai di rumahku. Para wanita menjelajah lemari es dan gudang tempat makanan. Tanpa diberitahupun tahu tempatnya. Sudah paham tiap sudut rumahku.          "Guys dengar, seperti biasa orang tua ku akan marah besar kalau kita meminum bir atau wiski yang ada di basement gudang. Jadi kalian beli di luar dulu ya"         "Okay," ujar George menyambar kunci Ford Mustang ku.  Sial. Ia tersenyum meringis.          "Pastikan kamu kembalikan dalam keadaan utuh tanpa luka gores," ancamku. George itu anak yang serampangan. Awas saja kalau dia merusak mobilku.              "Siap boss."          Lucy beranjak dari duduknya. Lagi-lagi menggelendot manja pada George. Hanya Lucy yang belum aku jamah. Sedari kecil ia selalu bersama George. Membosankan. Lagi pula saat ini aku tidak menginginkan Lucy.         "Kamu mau ikut pergi juga?" tanyaku pada Lucy.         "Iya lah, why? nggak boleh?"         "Boleh banget. Kenapa kalian semua tidak pergi dulu semua," mereka berteriak sahut-sahutan.         "Mengapa?"         "Aku masih sibuk  menyiapkan makanan di meja"         "Nggak jadi pestanya?"         "Kecuali Angel," jawabku lagi sembari mengedipkan sebelah mata pada si cantikku.         "Huuu"         "Modus"         Sementara Angel hanya diam. Padahal kami semua tengah melihat dia. Mengamati reaksinya terhadap modus operandi yang ku  ucap tadi. Tapi dia tidak peduli. Binar matanya meredup. Sedari tadi diam. Apa yang salah. Apa aku sudah tidak ganteng lagi di matanya. kaokkaokkaok. nggak mungkin lah ya. Ia menggenggam Handycam.      "Aku ingin menonton isinya, dari layar ini kurang jelas. Aku butuh gambar yang lebih besar. Dimana pemutar handycam mu?" tanya Angel.          Kami semua menggerumuninya.         "Aku tadi memutar kaset untuk melihat adegan sebelum aku dan Jeff terekam di gudang belakang lapangan basket. Aku melihat sekilas, di pojok layar handycam ini ada tangan sedang memencet tombol play. Sepertinya pelaku memencet tombol play dan sengaja meletakannya disitu. Tapi dari layar handycam ini tidak terlalu jelas"     "Jeff aku butuh pemutar kaset handycam mu," yang entah bagaimana permohonan Angel terdengar begitu unyu.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD