8. Teman Satu Tim

1102 Words
"Sin, mmm, kita ambil fotonya kapan, ya?" tanya Rania saat aku mengepas beberapa baju yang akan dipakai Rania untuk pemotretan. "Kita mau launching tanggal 15 bulan depan. Pemotretan dua pekan lagi, lah, kira-kira," jawabku sambil menaikkan resleting gaun Rania yang sangat pas di badannya. Yah, memakai Rania dan Ardi sebagai model adalah pilihan yang tepat di saat mendadak seperti ini. Bukan hanya karena gratis, tapi juga karena kami masih mempunyai ukuran badan mereka untuk pembuatan wedding gown. "Syukurlah kalau begitu. Soalnya ...," tiba-tiba Rania berhenti. Mukanya yang putih berubah menjadi merah seperti kepiting rebus. Sedetik .... Tiga detik .... Sepuluh detik .... "Soalnya apa, Ra? Jangan setengah-setengah, dong, kalau ngomong," protesku agak sebal karena merasa diberi harapan kosong. Bukan masalah besar sih. Tapi, memang enak, ya, dibuat penasaran? "Itu, Sin. Kalau lebih lama lagi aku takut gemukan," jawab Rania malu-malu. Matanya yang tak bisa melihat, menatap kosong ke cermin. "Ooh, itu. Tenang aja, enggak akan selama itu, kok. Badan kamu nggak akan sempat membengk—" Tak sempat kuteruskan perkataanku. Terdengar suara keras yang aku pastikan sebagai pekikan Rama dari kamar ganti di sebelah ruangan kami. Aku pun melongokkan kepala lewat jendela penghubung dua ruangan yang sebenarnya berfungsi untuk mempercepat kami untuk bertukar peralatan fitting. "G*laaa! Tokcer, Bro! Mantep!" kata Rama sambil menepuk bahu Ardi keras. Aku yang hendak menyuruh mereka diam, justru jadi penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan. "Thanks, Bro! Mantep banget, lah, resep rahasia keluarga kamu!" tanya Ardi yang tersenyum berseri-seri, penuh kebahagiaan. Wajahnya yang bersih karena dicukur mulus, terlihat sangat kontras dengan wajah Rama yang berbulu tipis, walaupun sama-sama gantengnya. Kalian ingat? Aku pernah naksir Ardi. Walaupun dia sudah jadi suami orang, apa lantas mukanya jadi jelek di mataku? Tentu tidak, 'kan? Mata Ardi berbinar-binar seperti anak SD yang pulang sekolah sambil memamerkan nilai ulangan hariannya yang mendapat angka sempurna–seratus. Kira-kira, prestasi apakah yang ditorehkan Ardi saat ini sehingga dia begitu gembira dan Rama pun tampak bangga sekali? Otakku yang tereksitasi dengan kejadian saat ini mencoba mengumpulkan beberapa informasi terkait tentang mereka. Tak sabar ingin segera tahu. Ardi ingin membalas budi ke Rama .... Rania yang sejak kecil langsing-langsing saja tiba-tiba takut gemuk .... Tokcer .... Mantep .... Resep keluarga Rama? Tante Ratih, 'kan, tidak bisa memasak .... Keluarga Rama? Keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, tiga kakak laki-laki ganteng, dan satu anak lelaki bungsu bernama Rama. Ooohh! Kesadaran akan suatu hal membuatku sangat bangga dan ingin berganti profesi menjadi detektif. Aku pun ikut bersorak dan memberi ucapan selamat berkali-kali kepada Rania. Entah berapa kali aku memeluknya dan seperti yang kalian bisa tebak, saat ini muka Rania semakin merah. Terimakasih, Tuhan! Sebentar lagi aku akan ikut-ikutan menimang bayi tanpa harus repot-repot membuat anak. *** Karena alasan kehamilan Rania, aku dan Rama bekerja lebih keras lagi agar pemotretan bisa dilakukan secepatnya. Sepekan kemudian, kami sudah selesai dengan semua urusan dan akhirnya hari ini adalah hari yang dinantikan semua orang. Sesi pemotretan! Gaun pertama adalah gaun sleeveless selutut berwarna baby blue berbahan sifon ceruti dipadukan dengan setelan berwarna senada agar tampak lembut juga. Dilanjutkan dengan long dress off shoulder warna baby pink dengan setelan berwarna senada pula. Aksesoris kami pilih yang berbahan platinum, dipadukan dengan mutiara khas Lombok grade A berwarna biru gelap. Aku sebenarnya menginginkan warna gelap agar Ardi tampak lebih maskulin, namun Rama ingin menonjolkan sisi lembut Ardi sebagai sosok suami yang bertanggung jawab dan sabar merawat istrinya dengan segala kekurangannya. Hanya lelaki berhati lembut yang bisa melihat istrinya sebagai wanita sempurna. Gaun terakhir adalah wedding gown yang mereka pakai saat pesta mereka. Karena waktu yang singkat, kami tidak ada kesempatan untuk mendesain gaun baru. Oleh karena itu kami memutuskan untuk memodifikasi gaun yang lama. Rama menambahkan aksen rumbai di gaun broken white bergaya mermaid yang tadinya lebih simple. Rumbai berbahan sifon dengan bahan senada diaplikasikan dari lutut hingga melebihi mata kaki. Di bagian d**a, Rama menambahkan hiasan manik-manik mutiara berwarna putih agak kekuningan. Sentuhan terakhir adalah lengan tipis tembus pandang menjuntai di bagian bahu hingga ke pergelangan tangan. Karena gaun lama tapi baru ini, mereka berdua seakan melangsungkan resepsi pernikahan lagi. Well, bisa kau bayangkan, saat ini Ardi dan Rania tampak seperti Lee Min-ho yang bersanding dengan Park Shin-hye di drama The Heirs. Sweet couple dalam balutan sweet outfit bukan? Bagaimana dengan aku dan Rama? Kami tetap membawakan busana dengan pilihan warna dan desain yang berbeda konsep karena imageku yang terlanjur hancur. Untunglah setelah makan malam romantis beberapa waktu lalu, ada pengunjung yang mengabadikan momen itu dan menguploadnya ke YouTube juga. Jadilah komentar positif di media sosial bermunculan. "Mau dong kalau yang gigit cantik kayak Kak Sinta ...." "Ini aku share video romantis confession-nya Kak Rama .... Sweet banget tauukk!" "Kalau kalian kaum cowok nggak bisa romantis kayak Kak Rama, minggir dulu. Jangan mimpi jadi pacar aku!" "Iih, gapapa kali nggigit cowok sendiri, daripada nggigit cowok orang." "Cewek agak liar dikit, 'kan, asik! Enggak bikin bosen. Makanya Kak Rama nggak pernah bosan ke Kak Sinta!" Yah, di saat seperti ini, aku sangat bersyukur Tuhan memberiku wajah yang cantik. Manusia secara umum akan lebih memaafkan perbuatan buruk orang yang rupawan daripada perbuatan buruk orang yang tidak rupawan. Bukankah itu juga alasan mengapa CEO atau mafia kejam yang menjadi tokoh utama di novel roman selalu berwajah tampan? Coba saja kalau CEO atau mafia yang kejam itu berkepala botak, tua, dan gendut? Apa yang akan dikata pembaca? Singkat cerita, banyaknya dukungan positif tadi membuat aku mendapatkan ide bahwa konsep Sinta yang liar dan mendominasi Rama juga terkesan segar. Di masa kini, kaum Hawa tak hanya anggun dan manis seperti Sinta zaman dahulu bukan? 'The wild Sinta' juga akan menjadi konsep yang bagus untuk tema Bukan Cinta Biasa. Ya, Lelaki kalem, bijak, dan dewasa sebagaimana image Rama, berdampingan dengan wanita liar, image baru Sinta. Awalnya aku ingin mengenakan skimpy dress yang menonjolkan aset berhargaku dengan royal karena menurutku hal ini sesuai dengan image liar yang ada di kepalaku. Namun, seperti sudah kuduga sebelumnya, Rama menentang dengan keras. Hal itu akan mengundang lelaki tidak baik untuk mengencaniku. Over-protektif, seperti biasa. Itulah mengapa saat ini aku memakai desain bra over the top warna hitam dengan atasan sewarna dengan kulitku. Rok pensil dengan bahan dan warna yang sama dengan bra ditambah aksen bunga besar di pinggang bagian kanan menambah mewah penampilanku. Aku menambahkan make-up ala vampir lengkap dengan gigi taring dan aksesorisnya, dan .... Klik .... Jadilah fotoku yang berpose menancapkan taring di bahu kiri Rama yang terbuka. Sempurna! *** Note: Hi, Pembaca! Terima kasih sudah mengikuti cerita ini. Jangan lupa tap love, komentar, dan tunggu terus kelanjutannya, ya! Semoga kalian suka dan baca terus kelanjutannya. Terima kasih! Love you all!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD