2. Saya serius Bu ....

1543 Words
Lama Merlyna terdiam tanpa mengeluarkan suara, sedangkan sambungan telepon itu sudah terputus dari lima menit yang lalu. Tertegun dan shock ia mengingat suara lembut milik seorang cewek dari panggilan teleponnya untuk Ibram. Prasangka buruk berkelebatan di otak kecilnya. Membuat Merlyna berdecak kesal. Siapa? Dan Siapa Dia? Pertanyaan itu terus bercokol dalam pikirannya. Bukan untuk gaya atau lebay, Merlyna type cewek yang tidak suka dicurangi , bagi dia hal kecil yang bisa memicu kecurigaannya, akan sangat mempengaruhi hati dan otaknya. Selama hampir tujuh bulan menjalin hubungan dengan Ibram, baru kali ini Merlyna mendapatkan hal yang membuatnya tidak nyaman di hati. Bukan tidak enak hati saja, tetapi cemburu butanya yang seakan akan ingin membunuhnya. Ini sudah malam, tetapi ada seorang cewek yang sedang memegang ponsel kekasihnya? Siapa? Siapa cewek itu? Bisik hati kecil Merlyna. Berkali-kali dewi batinnya bertanya-tanya. Rasa hati ingin melakukan panggilan sekali lagi untuk kekasihnya, namun ego nya sungguh sangat melarangnya. Namun rasa penasaran dan curiga menyelubungi hatinya yang gampang rapuh. Hal lain yang Merlyna lakukan adalah bersabar menunggu telepon balik dari Ibram, namun hingga matanya meredup berat meminta untuk diistirahatkan, Ibram tidak juga kunjung balik menghubungi Merlyna. Dan akhirnya kekasih Ibram itupun terlelap dengan membawa kekecewaannya. ------- "Bu Merlyna? Tidak istirahat dulu?" sapa guru olahraga muda. Umurnya sekitar dua empatan. Lumayan tampan berkarismatik, badannya bagus karena pasti rajin berolahraga sesuai dengan bidang apa yang dia ajarkan ke siswa-siswanya. Wajah guru laki-laki itu sedikit ada wajah bule baratnya, mungkin blasteran. Hidungnya lumayan mancung. Dan yang pasti tidak ada nilai jeleknya. Sebelas duabelas lah dengan Ibram. Bathin Merlyna iseng. "Saya tadi bawa bekal dari rumah pak Ihsan. Saya istirahat di kantor saja," balas Merlyna sopan. Sejujurnya Merlyna sedikit paham, pak Ihsan guru olahraga itu seperti menaruh rasa padanya, sejak ia menjadi guru honor di sekolah menengah atas itu. Namun karena hatinya sudah tertambat pada seorang Ibram, Merlyna berusaha tidak untuk dekat ataupun meladeni perhatian dari pak Ihsan atau lelaki mana pun. Bahkan ia berusaha menganggap hal yang dilakukan oleh Ihsan sama seperti rekan seprofesinya yang lain. Dan dia tidak mau terlalu GeeR untuk hal-hal tersebut. "Oh ... Baiklah bu. Saya ke kantin dulu kalau gitu Bu Merly." "Iya Pak. Silahkan." jawab Merlyna sopan. Setelah kepergian pak Ihsan, Merlyna langsung membuka tas bekal makanannya. Karena sejujurnya, rasa lapar sudah merongrong lambung miliknya. "Masih gencar aja ya pak Ihsan dekatin kamu Lin? Sayang yang didekati model cewek setia begini. Padahal pak Ihsan kategori guru tertampan loh? Aku aja mau kalau dikasih." kata Imelda sambil bergelak. "Aku hanya anggap teman seprofesi aja Mel ... Jangan kegeeran juga ... Pak Ihsan emang baik ke semua orang." "Kamunya aja yang nggak peka Lin." balas Imelda setengah sewot. "Terus? Kamu mau ngajarin aku selingkuh gitu. Kan kamu tau aku udah ada Ibram." Imelda menarik kursinya untuk mendekat ke meja Merlyna. "Iya. Tapikan kasian juga kadang aku lihatnya. Cowok cakep gitu dianggurin, kaya rada mubazir gitu loh Lin. Ssst ... Kalau mas Ibram kamu nggak setia, si Ihsan bisa tuh buat cadangan Lin," ucap Imelda sambil mengedipkan mata genitnya. "Udah. Makin lama makin nggak jelas yang kamu bahas Mel, mana ada Aa begitu, ngawur kamu. Jangan dibahas lagi ah. Makan yuk. Aku bawa lebih nih bekalnya." "Sini lah, jangan menolak mah kalau ada tawaran gratisan begini. Tanggal tua harus irit buat jajan," tanpa ba bi bu Imelda langsung mengambil satu kotak bekal, mencomot apapun yang terlihat lezat di depan matanya itu. "Ambil aja Mel." "Thank's Lin. Sering-sering aja lah kaya gini. Itung-itung sedekah sama aku." "Iya. Kalau sempat pasti aku bikinin." Yang hanya dibalas dengan acungan jempol kiri Imelda. Sedangkan mulutnya sibuk mengunyah makanan gratisan tersebut. "Eh Lin. Muka kamu kenapa, kaya setengah-setengah suntuk gitu? Aku perhatikan sepagian wajahmu loyo terus?" Merlyna yang masih dalam keadaan mengunyah terdiam sesaat lalu menelan makanannya. Lalu meneguk minuman dari botol miliknya. "Aku nggak papa, cuma kecapekkan ini, jadi gak terlalu fokus aku hari ini." "Oh. Masakan kamu selalu enak ya Lin. Istri idaman banget emang." "Mama itu yang masak, " jawab Merlyna tanpa melihat wajah Imelda, matanya fokus pada sendok dan makanannya. Mana sempat ia masak, kalau bangunnya tadi sudah kesiangan. "Tumben?" "Aku kesiangan bangunnya, ma___" ucapan Merlyna terpotong karena ada suara panggilan telepon dari ponselnya. Ia hanya melihatnya, tanpa berniat untuk menerima panggilan tersebut. Dan sampai bunyi nada dering ponselnya berhenti sendiri. "Kenapa nggak diangkat Lin." Bukan seperti pertanyaan, namun lebih jelas seperti perintah dari Imelda. "Entah." Bahkan jawaban dari Merlyna sangat tidak singkron. Sebelum Imelda berucap kembali, suara dering ponsel Merlyna kembali berbunyi. Dan Imelda dengn keponya melongokkan kepala ke arah benda persegi yang sedang berbunyi itu. 'My Aa' "Itu mas Ibram kan. Angkat dulu Lin. Jangan sok-sok an kaya anak kecil gitu deh. Kalau ada masalah ya diselesaikan." Merlyna menghela nafas berat, antara mau menerima atau menolak. Jujur, sebagian hatinya masih dongkol karena kejadian tadi malam. Namun sebagian hatinya lagi sedang memendam rindu, ingin mendengar suara pujaan hatinya. Kalau bisa ingin sekalian bertanya, suara siapakah tadi malam itu? "Angkat Lin. Nyesel baru tahu rasa kamu nanti." Entah apa maksud dari perkataan Imelda, tapi cukup membuat Merlyna takut kehilangan Ibram. Segera dia usap ke atas tombol ikon berwarna hijau itu. "Halo." Terdengar helaan nafas kasar dari ujung sana. [Akhirnya kamu angkat juga sayang. Kamu sibuk banget ya? Sampai pesan chat aku nggak kamu baca, apalagi kamu balas?] brondong Ibram tanpa jeda. Ada nada khawatir yang dapat Merlyna dengar dari suara kekasihnya itu. "Tadi malam Aa di mana?" Bukannya menjawab pertanyaan Ibram, Merlyna bahkan kembali memberikan pertanyaan untuk Ibram. [Aku di rumah sayang.] "Nggak lembur?" mata Merlyna mengarah ke Imelda setelah melihat sahabatnya itu bangun dari duduknya. Dari pandangannya seakan bertanya 'kemana? ' . Imelda paham langsung menunjukkan tangan kanannya dan "aku cuci tangan dulu ya." lalu dibalas anggukkan kepala oleh Merlyna. [Lembur. Tapi nggak sampai malam. Pulang jam delapan nan kalau nggak salah.] "Terus, kenapa nggak hubungi aku. " [Aku kecapekkan sayang. Habis mandi ketiduran.] Sampai di sini Merlyna semakin curiga. Lalu siapa yang memegang ponsel kekasihnya tadi malam? "Sama sekali nggak pegang HP?" tanya Merlyna masih ingin meyakinkan perasaan kalutnya. [Enggak ada cantik. Aku capek. Kalau capek emang suka gitu kan?] Emang suka begitu tapi kan nggak pernah dengar suara perempuan. Batin Merlyna masih berasumsi curiga. [kenapa? Kok diem?] "Ah nggak papa. Sekarang Aa di mana?" Merlyna berusaha membelokkan obrolan mereka. [Kerja sayang. Tapi nggak fokus, gara-gara kesayangan Aa nggak ada respon dari pagi.] "Kenapa?" tukas Merlyna pura-pura tidak paham. [Takut aja, kekasih aku tahu-tahu ninggalin aku.] "Asal Aa jangan selingkuh aja, aku bakal awet di dekat Aa." "Bu Merlyna." Merlyna segera menjauhkan ponselnya dari telinga. "Iya pak. Ada apa ya?" "Saya bawakan jus alpukat." Dan satu cup besar jus alpukat sudah duduk manis di atas meja Merlyna. "Eh. Jadi ngerepotin pak Ihsan ini." "Nggak papa. Saya lihat ibu ngga sempat istirahat." "Oh. Makasih ya pak. Berapa?" "Nggak usah bu. Saya sengaja bawakan kok. Permisi, saya mau siap-siap mengajar, sebentar bel masuk." "Oh iya. Udah jam masuk ya. Makasih sekali lagi ya pak." "Sama-sama ibu. Moga suka." Pak Ihsan berlalu dari hadapan Merlyna, berjalan menuju meja kerjanya. Namun sesekali mata elangnya melihat ke arah Merlyna, dengan tatapan yang tidak terbaca. "Halo A?" Maudy kembali mendekatkan ponselnya ke telinganya. [Udah nyuekinnya.] "Bukan gitu A. Ada teman nih kasih aku jus," [Cowok?] "Iya." [Perhatian ya.] "Mungkin lihat aku nggak ada keluar ke kantin." [Iya. Perhatian banget. Tahu kan dia kalau kamu milik aku?] Terdengar suara judes dan kesal dari mulut Ibram. Dan Merlyna paham, setiap meluapkan kecemburuannya, Ibram selalu seperti itu. "Jangan cemburu buta A. Semua orang juga tau, aku kekasihnya siapa. Oh ya bentar lagi bel masuk A. Aku siap-siap dulu ya. Jangan ngambek." [Nanti aku jemput. Tunggu, jangan ada penolakan] "Iya. Jam duabelas ya." [Ya. See you ....] "Too ...." Dan sambungan itupun terputus. Merlyna segera membereskan meja kerjanya, memasukkan kembali kotak bekalnya ke tas bekal. Lalu menyiapkan agenda buku-buku mengajarnya. "Pacarnya ya Bu?" Merlyna terlonjak kaget, tiba-tiba sosok Ihsan sudah berada di belakangnya. Refleks ia memutar kepalanya. "Maaf, ngagetin ya Bu?" "Iya, nggak nyangka bapak udah ada di sini," jawab Maudy setengah pias. "Ini mau siap-siap ke kelas." "Iya barusan bel ya." "Siapa tadi Bu. Pacar?" "Bisa dibilang calon suami Pak." "Oh. Udah nggak buka lowongan lagi ya Bu?" "Lowongan?" tanya Merlyna sambil mengerutkan keningnya. Namun tangannya kembali sibuk dengan buku- buku paket tebal. "Lowongan calon suami. Saya bersedia Bu." Merlyna tersentak terkejut, langsung saja ia tertawa ringan menanggapi ocehan teman seprofesinya ini. Mencoba menetralisir hatinya yang kaget oleh ucapannya Ihsan. "Bapak nih ada-ada aja. Jangan becanda lah Pak." Merlyna menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak percaya dengan guyonan Ihsan. "Saya serius Bu." Seketika tawa Merlyna pun berhenti. Takjub dan bingung. Tapi sebelum merespons, Ihsan sudah beranjak dari hadapan Merlyna, namun baru dua langkah Ihsan berhenti dan berbalik. "Ucapan saya jangan dijadikan beban, Bu. Tapi saya serius. Sangat serius," ucap Ihsan dengan sorot mata kelabunya. Dan Ihsan kembali melangkahkan kakinya keluar dari kantor ruang guru tersebut, tanpa menoleh kembali ke arah perempuan yang sudah dibuatnya tertegun itu. Bertepatan saat itu, guru-guru yang lain pun masuk dan bersiap-siap untuk mengajar juga. Tinggal lah Merlyna yang masih terbengong dengan ucapan Ihsan yang sudah jelas terekam dalam otaknya. Sebercanda itukah Ihsan padanya. . Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD