3. Pelik

1213 Words
Rasa ingin tahu itu memang sulit sekali dikendalikan. Saat belum menemukan jawaban atas pertanyaan yang bersarang di kepala, kita akan terus mencari. Tidak peduli bagaimana dan di mana kita bisa menemukan petunjuk. Hampir satu pekan Sean datangi panti tempat ia bertemu dengan Izza. Dia membawa berbagai sumbangan untuk menutupi tujuan. Nihil. Izza tidak pernah muncul lagi. Sean sempat frustrasi karena tidak bisa menemukan wanita itu. Seharusnya Sean bertanya di mana alamat Izza. Seharusnya dia mengikuti Izza hari itu. Seharusnya dia tidak perlu memedulikan tanggapan Mama atau kakak Izza. Seharusnya dia berusaha keras seperti biasanya. Seharusnya .... Banyak "Seharusnya" yang memenuhi otak Sean. Bayangan Izza menghilang seperti Nadia dulu sangat mengganggu. Setiap kali mengingat hal itu, hatinya menjadi sesak. Bisakah dia menjaga Izza agar tidak menghilang lagi? "Permisi." Keberuntungan sedang berpihak pada Sean. Dia sangat mengenal suara ini. Benar saja. Saat dia berbalik, Izza ada di sana. Sean berani bertaruh jika wanita itu syok dengan perjumpaan kedua mereka. Mata Izza yang membesar menggelitik Sean. Mulut gadis itu sedikit terbuka. Mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Izzalah yang pertama memutus kontak. Mungkin dia baru menyadari sikapnya. Sementara tawa Sean sudah mau meledak. Dia berusaha keras menahan hal itu agar Izza tidak malu. "Permisi, saya mau mengambil sabun itu," ujar Izza. Suaranya mengalun indah di telinga Sean. "Silakan." Sean mengayunkan tangan kanan bak pelayan toko seraya melebarkan senyum. Izza berdeham pelan, lalu mengambil barang yang diinginkan.  "Kamu tinggal di sekitar sini?" tanya Sean, masih dengan senyum di bibir. "Tidak. Aku hanya mengunjungi rumah teman." Izza mulai menyusuri rak yang berisi keperluan kamar mandi. Di belakangnya, Sean setia mengikuti. "Aku tinggal di dekat sini." Sean memberi informasi tanpa diminta.  "O ya?" balas Izza setengah hati. Dia ingin melarang Sean mengikutinya, tetapi tidak menemukan kalimat yang pas untuk mengusirnya. Jadi, dia membiarkan Sean mengekor. "Kamu tidak ke panti lagi." Izza berhenti melangkah dan menghela napas panjang. Wanita itu berbalik. "Apa yang Mas inginkan? Mas sengaja mencari saya?" Sejujurnya, Izza belum pernah seberani ini pada pria mana pun. Dia lebih memilih menghindar dari pada berhadapan langsung seperti sekarang. Tidak alasan yang bisa menjelaskan tindakannya. Dia perlu berbicara pada Sean. "Salah?" pancing Sean, penasaran bagaimana reaksi Izza saat tahu dia memang berniat mendekatinya. "Kenapa Mas mencari saya?" "Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat." "Untuk tujuan apa?" Izza terus bertanya pada Sean.  "Menikah?" Satu kata itu matikan semua indra Izza. Baginya, pernikahan bukan hal yang mudah dijalankan, terutama untuk orang yang belum saling mengenal. Bisa-bisanya Sean, yang baru sekali bertemu, mengucap kata sakral tersebut dengan mudah. Mungkin Faris benar. Izza harus berhati-hati dengan pria bernama Sean itu. Sean tampak mencurigakan di mata Izza. Entah bagaimana dia bisa bertemu lagi dengan Sean. Dari sekian banyak toko, mengapa dia harus memilih yang ini. Sepertinya Sean tergolong tipe pria yang tidak menganggap pernikahan itu serius. Buktinya, Sean cuek saja setelah mengatakan tema itu. Izza siap menjelaskan tentang konsep pernikahan yang benar, tetapi seseorang menepuk pundaknya. "Kenapa kamu ada di sini?" Izza menoleh. "Mami sama siapa?" "Kamu ini yang ditanya, malah ganti tanya. Kalau ditanya orang tua itu dijawab," protes Mami dengan wajah mengeras. "Maaf, Mi. Tadi Izza baru saja mengunjungi teman. Terus, mampir ke sini sebentar." Mami ber-oh ria mendengar jawaban sang anak. Matanya lalu tertuju pada sosok Sean yang belum beranjak dari tempat. Dia memperhatikan Sean dari atas ke bawah dengan tatapan menilai. Pandangannya beralih lagi pada Izza. "Dia teman kamu?" "Dia ...." "Perkenalkan, Tante. Saya Sean, teman dekat Izza." Izza melotot pada Sean. Sejak kapan mereka menjadi teman dekat? Izza menatap cemas pada Mami yang tak kunjung membalas uluran tangan Sean. Pria itu tak mengerti situasi atau hanya pura-pura? Izza bernapas lega saat akhirnya Mami menerima perkenalan Sean. "Kamu teman ...." "Sean." Giliran Sean yang terperanjat karena bertemu Mama. Adakah yang lebih mengejutkan dari ini? "Jeng kenal dengan Sean?" tanya Mami. Sean makin dibuat kaget. Jadi, Mama dan Mami saling kenal? Apa-apaan ini? "Sean itu anak kedua aku, Jeng." "Wah! Dunia kok sempit sekali. Kata Sean, dia itu teman dekat Izza." "Izza?" Mama menatap Sean meminta penjelasan. Sean meringis dan melirik Izza yang tidak juga mengatakan sesuatu. "Sean sama Izza kebetulan saling kenal, Ma." "Kebetulan?" ulang Mama tidak yakin. Dia memperhatikan Izza yang sudah mengangkat kepala dan tersenyum sopan. "Bagaimana kalau kita lanjutkan sambil minum?" usul Mami. Baik Sean maupun Izza ingin protes, tetapi urung saat Mama menyetujui. Ini tidak akan menjadi acara minum saja. Sean mulai berdoa dalam hati, semoga sang mama tidak mengatakan hal-hal aneh. *** "Bagaimana pendapat kamu tentang Sean? Kalau Mami sih suka banget." Izza tahu jika Mami akan membicarakan Sean setelah mereka tiba di rumah. Siapa sangka kalau ibunya dan ibu Sean berteman dekat. Dari apa yang Izza lihat tadi, Sean juga tidak mengetahui hal ini. Izza tidak tahu harus merasa lega atau khawatir. "Izza!" panggil Mami sedikit berteriak. "Jangan kebiasaan seperti itu. Kamu itu suka bengong." "Ah, maaf, Mi. Izza cuma sedang memikirkan sesuatu." "Alasan," ujar Mami ketus. "Kamu kan sudah dua puluh enam tahun. Sudah waktunya menikah. Kamu enggak berniat untuk terus berada di dekat Faris, kan? Kakak kamu juga harus berkeluarga. Dia enggak bisa nikah kalau kamu belum nikah. Atau jangan-jangan kamu sengaja mengulur waktu biar kakakmu itu tidak bisa menikah. " "Demi Allah, Mi. Izza tidak pernah memiliki niat seperti itu. Mungkin jodoh Kak Faris memang belum muncul." "Kamu yang buat jodohnya Faris hilang timbul." "Maksud Mami apa?" "Pura-pura tidak tahu," kata Mami tajam. "Sebaiknya kamu menikah saja dengan Sean. Dia tampan dan mapan. Sepertinya dia juga suka sama kamu." "Mami benar-benar ingin Izza menikah dengan Sean?" "Sean?" Faris muncul dan langsung menghampiri dua wanita yang tengah berdebat. "Sean siapa, Mi?" "Calon suami Izza," jawab Mami menegaskan. Jawaban Mami membuat Faris memandang Izza yang menunduk semakin dalam. Pria itu mengerti jika sang adik tidak menyetujui perkataan Mami. Sudah sering sekali Mami menjodohkan Izza dengan anak-anak temannya. Namun, Mami selalu luluh saat Faris membujuk dan mengatakan jika Izza akan bertemu jodohnya nanti. Lain ceritanya sekarang. Mami seakan tidak ingin dibantah. Apa yang spesial dari pria bernama Sean itu hingga Mami gigih menjodohkan dengan Izza? Tunggu dulu! Faris ingat sesuatu. Dia pernah mendengar Izza menggumamkan nama Sean. "Sean yang kamu temui di panti, Za?" tanya Faris memastikan. Izza mengangguk lemah. "Kamu kenal Sean, Ris? Baguslah. Bagaimana menurutmu? Dia pria yang baik, kan?" "Faris tidak yakin, Mi. Sean itu sedikit aneh." "Aneh bagaimana? Mami sudah ngobrol sama dia dan dia baik sekali, lho. Kamu harus ketemu dia. Dia cocok buat Izza. Mungkin juga terlalu sempurna untuk Izza." "Izza kan sudah dewasa, Mi. Insya Allah, dia bisa memilih jodohnya sendiri." Mami mendengkus. Dia menatap tajam Faris. "Kamu mau melindungi dia sampai kapan? Seperti kata kamu tadi, dia sudah dewasa. Jadi, biarkan dia menikah." "Tapi, Mi ...." "Atau kamu berniat untuk menikahi adikmu itu?" Faris terdiam mendapat pertanyaan mengejutkan itu. Dia menelan ludah dan tidak bisa membalas tatapan Mami. Izza sendiri semakin takut untuk mengangkat kepala. Permasalahan mereka akan semakin pelik. "Sudah Mami duga. Kamu memang menyukai Izza. Kalian saling menyukai. Iya, kan?" Tidak ada yang menjawab. Mami meremas tangan kuat-kuat untuk menahan amarah yang menguasai hati. Sudah lama dia menyadari keanehan sikap Faris dan Izza. Namun, dia selalu menahan diri. Dia tidak ingin mencoreng wajah karena perasaan di antara kedua anak angkatnya. "Mami kecewa pada kalian." Usai berkata begitu, Mami pergi meninggalkan kedua anaknya yang masih menunduk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD