Sasi sedang menuang air kedalam gelas dari dispenser di pantry saat merasakan kehadiran orang lain dibelakangnya. Tidak segera menoleh namun Sasi merasa ada gelagat yang aneh. Jika biasanya dalam situasi yang sama, pasti langsung terdengar suara sapaan namun kali ini tidak kunjung terdengar.
Setelah gelasnya penuh Sasipun membalikkan badannya untuk melihat siapa yang ada di belakangnya.
" Kamu... eh, maaf! pak Rizal." sapa Sasi kikuk pada bos barunya tersebut.
" Sasi... apa kabar?" tanya mantan pacar yang berubah menjadi bos barunya.
" baik." jawab Sasi cepat. Tatapan dari pria tersebutlah yang membuat Sasi jadi kikuk. Kalau karena status mereka yang sebelumnya tidak akan membuat Sasi jadi sungkan lagi.
Hubungan mereka berakhir karena pria tersebut yang meninggalkannya untuk menikahi wanita pilihan ibunya setelah kehadiran Sasi ditolak oleh keluarga pria tersebut. Menyakitkan memang ketika harus mengakhiri hubungan tiga tahun mereka dengan cara seperti itu namun perasaan itu sudah lama sembuh. bahkan sekarang Sasi sudah lupa rasanya tapi kenapa pria didepannya ini yang terlihat nelangsa?
" Syukurlah...aku senang jika kamu baik-baik saja." jawab Rizal masih berdiri ditempat yang sama.
Kata senang yang pria itu ucapkan tidak terpancar dari mukanya sama sekali. Aura wajahnya sama kakunya dengan saat sidak tadi.
" B..bapak mau minum?" tanya Sasi mencoba mencairkan suasana kaku diantara mereka. Meski terasa aneh tapi Sasi harus membiasakan dirinya untuk memanggil Rizal dengan sebutan bapak. Bagaimanapun pria itu sekarang adalah atasannya.
"Kamu tidak perlu merubah panggilanmu. Tetap saja seperti biasa."ujar Rizal yang menangkap nada canggung dari lawan bicaranya.
Sasi mengerutkan keningnya bingung.
Seperti biasa? Panggilan biasa mereka dulu kan...?
Sasi terbatuk kala mengingatnya.
Pun begitu juga dengan pria itu yang tiba- tiba berdehem canggung jadinya.
" Permisi... eh, Pak Rizal...??" Titin yang mau masuk ke pantry jadi kaget saat pria yang menghalangi langkahnya menoleh.
Sasi bisa melihat raut kaget dan penuh tanya dari temannya tersebut.
" Saya permisi dulu." jawab Rizal setelah menatap Sasi sebentar.
Tak lama setelah Rizal meninggalkan pantry Titin masuk dan langsung bertanya," mau apa dia kesini? inikan pantry khusus karyawan?"
" Diakan juga karyawan." jawab Sasi acuh.
" Sasi!" renggut Titin kesal. Sadar Sasi menjawab asal. Semua orang yang bekerja ditempat tersebut juga tahu kalau bos mereka punya pantry tersendiri.
" Kamu kenal dia?" selidiknya kemudian.
Sasi menghela nafas. Mau bohong takut ketahuan dikemudian hari.Kalau jujur ntar jadi salah faham.
" Kamu pasti kenal diakan?" desaknya," Jangan- jangan dia mantan pacar lagi?" tebak Titin yang membuat Sasi melotot karena tebakannya yang tepat sekali.
" Benarkan dia mantan pacar kamu."
Dengan terpaksa Sasi mengangguk tipis.
" Dia itu...?" Titin menutup mulutnya saat mengingat sesuatu.
Meskipun pertemanan mereka dimulai saat sama- sama bekerja namun hubungan keduanya memang cukup dekat dibandingkan dengan yang lainnya. Mereka saling bercerita tentang hal pribadi. walau tidak pernah mengenal sosok Rizal sebelumnya secara langsung namun Titin ingat kalau pria tersebutlah yang membuat sahabatnya itu pernah patah hati. Ditinggal nikah saat sayang- sayangnya memang sangat menyakitkan. Beruntung sekarang sahabatnya itu telah menikah walau karena dijodohkan keluarganya juga.
" Jangan bilang sama yang lain ya.." pinta Sasi sungguh- sungguh. Jelas sekali kalau dirinya tidak mau ada masalah dikemudian hari.
Titin mengangguk meyakinkan.
" Tapi kok aku merasa dia masih ada rasa sama kamu."
" ngaco kamu,ah!" tepis Sasi.
" serius Saz, kamu nggak lihat tatapannya tadi? pas sidak juga."
" Nggak!" jawab Sasi," jangan ngadi- ngadi ya."
" Nggak ngadi-ngadi, aku bicara fakta." jawab Titin ngeyel.
" Titin udah, apapun yang kamu fikirkan itu semua tidak benar, oke?!" tegas Sasi.
Sasi tentu melihat hal yang sama dengan Titin tapi dirinya tidak mau ge er dan yang paling utama Sasi tidak mau tahu dengan perasaan pria itu lagi.
Kini,
Mereka hanya sebatas atasan dan bawahan saja.
Tbc