Epilog

3899 Words
Satu tahun kemudian....             Davin membuka pintu kamar bercat putih dengan sekali hentakan dan nafas yang terengah-engah. Matanya nyalang mencari keberadaan Alya –wanita yang sudah di nikahinya selama 4 bulan itu.             Pandangannya berhenti pada ranjang rumah sakit dengan istrinya yang tertidur. Ada selang infus pada tangan kirinya dan alat bantu pernafasan pada hidungnya. Wajahnya pucat hingga menyerupai warna dinding ruangan tempatnya dirawat. Davin segera menghampirinya dan duduk di sebuah kursi yang tepat berada di samping ranjang rumah sakit.             Sulit sekali untuk tidak  menangis begitu mendapat kabar bahwa Alya mengalami keguguran saat usia kandungannya mamasuki bulan ketiga. Kabar yang di dapatkan dari Windy adalah bahwa Alya mengalami pendarahan saat berada di toilet tempatnya bekerja bersama Windy. Calon anaknya sudah pergi bahkan sebelum Davin dapat melihatnya. Entah apa yang menyebabkan anaknya pergi. Davin belum tahu.             “hei mas, udah dateng? Kamu ke ruang dokter Hani dulu, dia mau ngomong sesuatu. Biar aku yang jaga Alya disini” Windy berbicara dengan pelan sembari masuk dan menutup pintu kamar. Suaranya terdengar lirih. Tentu dia juga sedih saat mendapat kabar bahwa calon keponakannya sudah pergi.             Tanpa menatap Windy, Davin menganggukan kepalanya. Dia mencium kening Alya agak lama, kemudian segera beranjak keluar dari ruang tempat Alya dirawat.             --------------             Davin sudah berada di dalam ruang dokter khusus kandungan dengan dokter Hani yang berada di hadapannya. Dokter itu tersenyum ramah, berat sekali untuk Davin membalas senyum itu –walau untuk tanda sapaan formal- saat dunianya sedang terguncang saat ini.             “bapak Davin, suami dari ibu Alya?” tanya Dokter Hani sembari mengecek ulang kertas-kertas yang tidak diketahui Davin apa isinya.             “ya, benar dok” sahut Davin agak serak.             Dokter Hani segera menggeser kertas-kertas itu dan menatap Davin dengan pandangan memohon maaf. “saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kehilangan calon bayi anda. Saat di bawa ke rumah sakit, kondisinya memang sudah tidak bisa diselamatkan. Kami akan segera melakukan kuret untuk membersihkan rahim istri anda dari sisa-sisa janinnya setelah anda memberikan pernyataan setuju” Dokter Hani menjelaskan secara perlahan.             Davin menahan nafas selama dokter Hani menjelaskan. Dia pernah mendengar bahwa kuret itu sakit sekali dan membayangkan Alya akan dikuret membuat hatinya ngilu sekali. “bagaimana proses kuretnya?” tanya Davin pelan.             “kami akan melakukan bius umum. Ibu Alya tidak akan sadar selama proses itu berlangsung. Bapak tenang saja. Usai kuret tidak akan terlalu sakit seperti yang banyak diceritakan. Hanya sakit sekitar 30 menit sampai 1jam. Sakitnya pun seperti sakit perut menstruasi.”             “baiklah, dok. Lakukan saja yang terbaik” sahut Davin karena tidak tahu dia harus berbicara apalagi.             “maaf sebelumnya, pak Davin. Apa bapak memelihara hewan dirumah?”             “ya, saya memelihara dua ekor kucing dirumah” jawab Davin dengan kening mengerut bingung.             Ya, Davin memelihara kucing. Bukan Davin, tepatnya. Tapi Alya. Dia ternyata memiliki kucing dengan ras Persia berwarna putih yang dibawanya saat pindah ke rumah baru setelah mereka menikah. Bahkan Davin sempat cemburu dengan kuncing jantan itu karena Alya terlihat sangat menyayangi kucing itu.             Sebulan setelah pernikahan, Davin memberikan hadiah kepada Alya seekor kucing dari Ras Scottish Fold –kucing yang berasal dai skotlandia dan memiliki telinga yang terlipat- berwarna putih abu-abu yang di beri nama Poli. Davin bahkan membeli kucing itu langsung dari skotlandia karena jarang sekali ada kucing seperti itu di Indonesia. Alya senang sekali saat itu hingga selalu menuruti permintaan Davin. Apapun itu.             “sepertinya keguguran yang istri anda alami, kemungkinan akibat bulu dari kucing peliharan anda. Saran saya, sebaiknya jika anda ingin melakukan program memiliki anak sebisa mungkin untuk sementara kucing anda di pindahkan dari rumah anda” jelas dokter Hani.             Syok. Itulah yang Davin rasakan saat ini. Dia memang pernah mendengar bahwa ada beberapa ulasan mengenai hubungan kucing dan seorang wanita. Bahwa wanita bisa tidak dapat hamil karena seekor kucing. Tapi Davin bingung bagaimana menjelaskannya pada Alya. Istrinya itu cinta mati dengan kedua kucingnya.             Davin menghela nafas. “saya akan mencoba menjelaskan pada istri saya, karena dia yang memelihara kucing dan dia sayang sekali pada kucing-kucing dirumah. Dia bahkan pernah menangis karena kucingnya sakit demam” sahut Davin sambil terkekeh pelan yang disambut tawa kecil dari dokter Hani.             “kalau begitu dua jam lagi proses kuret akan segera dilakukan. Semoga sebelum proses ibu Alya sudah sadar dan bisa diajak berbicara ya, pak. Supaya ibu Alya mengerti dan bisa melewati proses kuret dengan baik” Davin menganggukan kepalanya dan segera bangkit dari duduknya diikuti dokter Hani. Mereka berjabat tangan dan setelahnya Davin segera keluar dari ruangan dokter Hani.             --------------             Sudah beberapa kali Davin menarik nafas dan mengeluarkannya. Dia masih duduk di ruang tunggu dengan orangtua dan orangtua Alya juga kedua kakaknya berada di sekitarnya. Dia belum siap menjelaskan pada Alya. Dia belum siap melihat reaksi Alya begitu kabar ini di berikan padanya.             “udah, dav. Mau sekarang atau nanti pasti reaksinya sama aja. lo kan suaminya, pasti ngerti dia dan tahu gimana cara nenangin dia” Axel membuka suaranya. Dia gemas sekali melihat tingkah Davin yang selalu menjadi pengecut seperti ini.             Dengan sekali tarikan nafas panjang, Davin membuka pintu kamar dan menatap Alya yang sudah sadar. Dia mencoba tersenyum. Windy yang melihat Davin segera keluar dari ruangan.             “aku udah tahu” seru Alya dengan lirih. Matanya berkaca-kaca hingga dia mengedipkan matanya  dan air matanya tumpah membasahi pipinya.             “aku minta maaf” isak Alya. “aku belum bisa jaga dia. Gak bisa jadi ibu yang baik” tambahnya semakin terisak.             Davin mengelus kepala Alya dengan sayang. “sst... gak perlu minta maaf. kamu gak salah. Mungkin Allah emang belum percaya sama kita buat kasih titipan” sahut Davin sambil tersenyum sedih. Dia ingin sekali menangis, namun dia harus kuat karena dia seorang suami dan harus menjadi kuat di depan istrinya.             “sebentar lagi kamu akan di kuret. Yang kuat ya, sayang. kalau udah waktunya dia pasti dateng lagi” tambah Davin sembari menggenggam erat jemari Alya.             Alya hanya mengangguk. Walaupun air matanya masih mengalir membanjiri pipinya.             ----------------------             Kabar bahwa Alya mengalami keguguran sudah tersebar sampai ke telinga para sahabatnya. Setelah proses kuret selesai, Alya diperbolehkan pulang keesokan harinya. Dia masih tidak diperbolehkan kerja oleh Davin sehingga akhirnya Alya harus puas berdiam diri di rumahnya. Didalam kamar.             Kedatangan sahabat-sahabatnya pada hari sabtu  sore membuat kesedihannya berkurang. Walaupun Davin masih memiliki rasa cemburu yang berlebihan pada Raka, dia tetap membuka lebar pintu rumahnya saat sahabat-sahabat istrinya sudah ada didepan rumah mereka.             Mereka menghabiskan setengah hari untuk ngobrol, bercanda, nonton film, bermain uno, hingga memakan semua cemilan yang ada dirumah Alya dan memasak hampir semua bahan makanan yang ada dirumah Alya. Amel bahkan membuat kue bolu dirumah Alya. Sedangkan Davin, sedikit memberikan ruang kepada Alya dan juga sahabatnya dengan beralibi memiliki pertemuan dadakan dengan temannya sehingga dia keluar dari rumah.             Alya pun telah diberitahu bahwa ada kemungkinan kucing peliharaannya yang membuatnya keguguran. Walau dengan berat hati, akhirnya kedua kucing kesayangannya harus diungsikan sementara waktu hingga mungkin dia memiliki anak.             “jangan sedih lagi ya. soalnya ada yang lebih sedih lagi” seru Nuri sembari mengelus rambut Alya dengan sayang.             “siapa?” tanya Renaldi penasaran walaupun dia sudah tahu jawabannya.             “raka lah, siapa lagi? udah ditinggal kawin, sampe sekarang masih jomblo lagi” sahut Revan sembari berdeham dan tertawa pelan.             “astagfirullah” Raka hanya geleng-geleng mendengar penuturan Revan. “emang belom dapet jodoh aja, van” kata Raka membela diri.             “belom dapet jodoh apa belum bisa move on?” sindir Rio telak membuat sahabat-sahabat Alya yang lain tertawa.             “iya gak sedih lagi, kok” ujar Alya sambil tersenyum lembut. Dia sudah mengikhlaskan semuanya. Mungkin memang belum waktunya dia memiliki anak. Teman-teman nya saja baru lulus kuliah –sama sepertinya- dan baru membangun karier, jadi tidak apa-apa jika memang dia belum memiliki anak.             Para sahabat Alya berdiri dan berjalan menuju pintu utama. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Davin pun tadi sudah pulang dan undur diri untuk membersihkan diri. “jaga kesehata ya, kalau ada apa-apa kasih tau kita. Kalau bisa, kita pasti bantu. Salam buat ka Davin ya” ujar Amel sembari memeluk Alya, kemudian Nuri pun ikut memeluk mereka.             Alya menganggukan kepalanya. “makasih ya udah dateng. Hati-hati dijalan” seru Alya begitu teman-temannya berjalan memasuki mobil yang dikendarai Revan. Mereka melambaikan tangan dan Alya segera kembali masuk ke dalam rumah.             “feel better?” tanya Davin begitu ia keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan kaus putih polos dan celana piyama panjang.             Alya segera memeluk Davin. “kangen bobi sama Poli” gumam Alya sambil mengeratkan pelukannya pada pinggang Davin.             Sembari berjalan menuju tempat tidur, Davin menepuk-nepuk kepala Alya dengan sayang. Dia kemudian mendudukan Alya di sisi tempat tidur. “mau dijemput aja Bobi sama Poli nya?” tanya Davin. Sebenarnya dia tidak rela dan sedikit takut. Davin tidak mengelak bahwa dia ingin memiliki seorang anak. Umurnya sudah beranjak 28 tahun dan dia ingin segera memiliki anak, tapi melihat Alya yang bersedih dia tidak ingin terlihat egois. Jika Alya ingin membawa kucingnya pulang, maka Davin akan menjemput dua ‘anak-anak’ kesayangan Alya itu.             “gak mau. Aku takut. Tapi aku kangen mereka” lirih Alya.             Davin menghela nafas. “sekarang kamu tidur. Kita fikirin kedepannya gimana, oke” Davin segera mendorong Alya untuk tidur dan dia sendiri berpindah ke sebrang tempat tidur dan segera merebahkan diri disamping Alya.             ---------------------             Usai berhubungan suami-istri, Davin selalu mencium perut Alya sambil menggumamkan doa agar anaknya cepat hadir untuk menyempurnakan pernikahan mereka. Ini sudah lima bulan setelah keguguran yang dialami Alya dan menurut dokter Hani, mereka memang sudah diperbolehkan berhubungan suami-istri setelah 2 minggu usai proses kuret di lakukan.             Alya pun jarang sekali pulang kerumah orangtua nya. Dia beralasan takut tidak ingin kembali kerumahnya dan Davin karena ingin terus bermain bersama Bobi dan Poli. Walaupun kangen, dia harus bertahan agar dapat mengabulkan keinginan Davin. Setiap istri tentu ingin memberikan keturunan kepada suaminya, begitu juga dengan Alya.             “kamu gak ada niat untuk resign? Kamu kurusan semenjak masuk kerja lagi” komentar Davin saat mereka sedang sarapan didalam mobil karena telat bangun. Untungnya selalu tersedia roti di atas meja makan mereka dan secepat kilat Alya membuat sandwich dengan isi selada, tomat dan ayam mayones yang sempat dibuatnya kemarin.             “serius aku kurusan? Kata Nuri aku malah gendutan” sahut Alya sembari menyuapi Davin yang sedang sibuk menyetir.             “masa sih?” kini Davin menatap Alya tepat begitu mobil Lexus nya berhenti karena lampu merah.             Wanita itu menganggukan kepalanya sembari mengigit sandwich setelah sebelumnya memisahkan tomat yang ada didalam nya. Dia tidak suka tomat, begitu juga dengan Windy. Sedari kuliah mereka berdua selalu kompak dalam hal memisahkan beberapa sayuran yang mereka benci. Namun Alya masih menolerir beberapa sayuran, sedangkan Windy benar-benar tidak bisa memakan sayuran apapun kecuali brokoli dan cabai. Dia pecinta pedas.             “oiya nanti aku mau makan sushi sama Windy sepulang kerja. Gak usah dijemput ya biar Windy anter aku pulang” seru Alya.             “tumben Windy ngajak kamu? Biasanya sama Revan terus” ujar Davin sembari membelokan mobilnya masuk ke dalam lobi gedung tempat Alya bekerja di daerah Sudirman.             “iya lagi berantem kayaknya. Trus kebetulan juga kita lagi BM sushi” sahut Alya sambil tertawa. Setelah mobil berhenti, Alya segera menyalami tangan Davin dan suaminya itu mengecium kening Alya.             “hati-hati dijalan” Alya pun menutup pintu dan menunggu hingga mobil Davin keluar dari lobi dan dia segera masuk ke dalam gedung kantornya.             --------------             Kantin tempat Alya dan Windy mengisi perut merupakan tempat yang strategis, juga sangat ramai ketika jam makan siang karena Kantin tersebut tepat berada diantara tiga gedung pencakar langit, juga dekat dengan sebuah universitas swasta yang cukup terkenal di Jakarta.             Banyak pegawai dari berbagai perusahaan yang mengisi perutnya di kantin tersebut, juga beberapa mahasiswa dan mahasiswi karena selain banyak pilihan menu makanan, kantin tersebut juga memiliki tempat yang bersih dan cukup murah.             “mejanya kosong gak? Kita boleh gabung?” tanya Windy tanpa tahu malu sembari membawa nampan berisi es teh manis dan Nasi ayam teriyaki.             “boleh kok, mbak. Duduk aja kita juga Cuma berdua” sahut seorang lelaki yang memang hanya duduk berdua. Dilihat dari pakaiannya –jeans dan kaus- jelas mereka  berdua adalah seorang mahasiswa.             Windy dan Alya segera duduk berhadapan sembari meletakan makanan mereka diatas meja makan. “makan,ya” seru Alya bermaksud agar sedikit sopan yang dianggukan oleh dua mahasiswa itu.             “mba, yang waktu itu pernah minta tolong waktu mobilnya mogok bukan sih?” tanya seorang cowok yang duduk disamping Windy.             Alya mengangkat wajahnya. “saya?” tanyanya sembari menunjuk dirinya sendiri.             Cowok itu menganggukan kepalanya. “iya. Di depan plaza Semanggi, tuh.”             Otaknya berusaha berfikir keras hingga akhirnya Alya mengingatnya. Dia pernah membawa mobil saat bekerja setelah menikah dua bulan dengan Davin. Dia menggunakan mobil Honda civic jadul milik kakaknya dan berakhir mengenaskan dipinggir jalan protokol hingga di omeli habis-habisan oleh Davin. Pada akhirnya Davin melarangnya membawa mobil dan mengantar-jemputnya setiap hari. Jikapun Davin tidak bisa menjemput atau mengantar, akan ada satu supir yang selalu standby untuknya.             “iya. Kamu yang pernah nolong saya, ya?” tanya Alya sambil tersenyum. “makasih ya” tambahnya.             “iya, mba. Iya sama –sama. Lagian kalau inget waktu itu saya kasian juga. inget adik saya kalau kaya gitu dan gak ada yang nolongin, gimana”sahut cowok itu sambil terkekeh.             Mereka pun melanjutkan obrolan ringan, sementara seorang cowok yang duduk tepat di samping Alya beberapa kali mencoba mencuri pandang kepada wanita itu. Windy yang menyadari hal tersebut pun tidak tahan untuk tidak bertanya, “ada sesuatu sama temen saya?” tanya Windy membuat Alya dan mahasiswa yang pernah menolongnya –Dani- berhenti berbicara.             Sadar bahwa dia ketahuan mencuri pandang ke arah Alya, mahasiswa yang bernama Mario itu pun salah tingkah dan tersenyum meminta maaf. “saya ini mahasiswa psikologi, mba. Trus saya lihat aura mba Alya keluar banget, gitu. Makanya dari tadi saya liatin. Maaf ya, mba” jelasnya sambil meminta maaf.             “maaf ya,mba. Mario emang rada horor gitu. Gak usah di dengerin omongannya” seru Dani kepada Alya dan Windy.             Kedua wanita itu menganggukan kepalanya. “bener sih, aura lo emang mancar banget akhir-akhir ini, al” Windy membenarkan ucapan Mario.             “Ada-ada aja deh lo” sahut Alya sambil tertawa.             Windy melap bibirnya dengan tisu. “tapi gue maklum sih, kayaknya emang aura pengantin baru masih mancar dari diri lo” serunya sambil tertawa lepas membuat wajah Alya memerah.             “udah lama kali gue nikahnya, pengantin baru darimana sih” sahut Alya keki juga malu.             “oh mba udah nikah? Iya mungkin. Mba Alya lagi bahagia makanya auranya terpancar” sahut Mario dan Dani hanya menganggukan kepala tanda setuju.             Setelah berbasa-basi akhirnya Windy dan Alya pamit untuk kembali ke kantor karena jam makan siang sudah hampir habis, sedangkan kedua mahasiswa itu masih betah berada di dalam kantin yang membuat Windy dan Alya mendesah iri karena ingat masa-masa kuliah mereka, dulu.             -----------------             Davin sepertinya tidak mendengarkan ucapan Alya saat mereka berpisah di depan lobi kantor tempat Alya bekerja karena tiba-tiba saja Davin sudah memunculkan dirinya di restoran sushi tempat Alya dan Windy memenuhi ‘ngidam’ mereka.             “yah gak jadi curhat deh. Mas Davin ngapain kesini sih? Aku bisa anter Alya pulang kali” seru Windy keki tidak terima karena Davin menghancurkan ladies timenya.             “anggap aja aku gak ada” sahut Davin santai sembari mencium kening Alya dan segera duduk di samping wanita itu.             “mana bisa” dengus Windy sebal.             “bisa” sahut Davin cuek sembari mengangkat tangannya dan meminta menu pada seorang waiters. Sementara Alya sibuk dengan sushi yang ada didepannya sembari mendengarkan pertengkaran kecil antara Davin dengan Windy.             Kadang-kadang Alya merasa Windy dan Davin adalah saudara kandung karena mereka terlihat seperti adik-kakak yang selalu bertengkar, seperti dirinya dan Bagas namun saling menyayangi dan melindungi.             “perempuan itu kenapa ya, mau kurus tapi porsi makannya bisa bikin cowok yang liat mual duluan” Davin menatap horor sushi-sushi yang setiap piring berisi 6 potong sampai 8 potong yang sudah terhidang di meja yang baru beberapa buah di makan.             “pengalihan, mas!” ketus Windy yang tersindir oleh ucapan Davin. “lagian yang tiga piring itu punya Alya, aku baru dua piring.”             “baru dua? Berarti nambah dong” sahut Davin kemudian seorang Waiter datang dan meletakan dua piring sushi diatas meja.                      “mba saya mau baby octopus sama tuna salad krispi. Minumnya ocha panas aja” waiters tersebut segera menulis pesanan Davin kemudian segera pergi.             “see? Baru aku bilang, eh ada dua piring lagi dateng. Dragon roll sama salmon cheese roll lagi” mata Davin menatap dua piring yang baru datang dengan setiap piring memiliki 8 potong sushi.             Windy memutar bola matanya dengan kesal. “mas dav kalau Cuma mau komentarin kita makan mending pindah meja gih sana” usir Windy setengah menjerit sedangkan yang di usir malah tertawa, begitu juga dengan Alya.             “gak apa-apa deh, win. Yang penting kita gak keluarin uang kalo ada Kak Davin disini” Alya akhirnya membuka suara membuat Windy yang awalnya kesal seketika berubah tersenyum.             “ah bener juga” serunya sembari menepuk tangan.             Davin segera menatap Alya. “ih, siapa yang mau bayarin? Kita pisah bill. Enak aja. bisa lebih dari lima ratus ribu ini sih” gerutu Davin.             “yaudah al, bill pisah berarti tidur juga pisah” Windy tersenyum penuh kemenangan dan Davin mendengus kesal tidak berusaha menyahuti ucapan Windy kembali.             ----------------             “astaga, gila ya. bayarin kalian makan kaya bayarin sekeluarga besar makan, tau gak” gerutu Davin begitu mengingat bill yang harus dia bayar tadi.             Hanya untuk makan mereka bertiga, Davin harus mengeluarkan uang 800 ribu. Kekuatan emosi wanita memang tidak bisa di kesampingkan begitu saja, apalagi mengingat Windy sedang bertengkar dengan Revan. Tentu saja nafsu makannya naik dengan drastis.             “nama nya juga lagi emosi” sahut Alya sembari duduk bersandar pada headboard tempat tidur.             “kalau dia sih aku masih maklum deh, karena alesannya jelas. Trus kamu alesannya apa? gak mungkin kan lagi emosi sama aku?” tanya Davin penasaran karena Alya pun makan lumayan banyak tadi.             “awalnya sih aku Cuma mau satu sushi aja pas liat menu jadi mau semuanya” Alya tertawa mengingat pesanan sushinya yang membabi-buta. “oiya tadi dikantin aku duduk sama dua anak mahasiswa gitu loh. Mereka berdua ternyata pernah nolongin aku sampe nemenin aku nunggu kamu jemput pas mobil aku mogok” Alya mulai menceritakan kesehariannya kepada Davin.             “kebetulan” sahut Davin. “atau jangan-jangan mereka emang ngicar kamu” tambahnya sembari menarik selimut dan ikut bersandar pada headboard tempat tidur.             “lebay” cibir Alya. “trus yang satunya anak psikolog gitu. Bilang kalau aura aku tuh mancar banget.”             “ah, bisa aja modusnya tuh mahasiswa” komentar Davin sedikit kesal. Memang sih dia tidak memungkiri bahwa ada yang berbeda dari Alya dan juga memang aura istrinya itu terlihat keluar. Mungkin karena Alya memang sudah mengikhlaskan janin nya dan mulai menata kembali hidupnya sehingga dia terlihat bahagia.             Alya melirik Davin. “kamu tuh cemburuan gak jelas terus deh.”             “mahasiswa emang gitu, yang. Gombal terus” bela Davin.             “hoo, pengalaman pribadi ya?”             Davin gelagapan mendengar sindiran Alya. “ya itu kan dulu, yang. Sekarang sih ngga” ujarnya tidak mengelak dari sindiran Alya.             “back to topic,  trus penasaran juga kan aku, akhirnya aku cek deh sebelum makan.”             “cek?” Davin mengerutkan keningnya bingung.             Memang ada cek aura di mall?, tanya Davin dalam hati.             “iya.”             “and?”             Alya menatap Davin lekat-lekat sembari tersenyum. “i’m pregnant” bisik Alya tanpa mampu menahan matanya untuk tidak berkaca-kaca.             “you what?” suara Davin mengecil karena merasa pendengarannya salah.             “you are going to be a dad” akhirnya air matanya jatuhnya. Namun kini bukan Air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan.             Secepat kilat Davin segera menarik Alya dan memeluknya dengan erat. “aku kira butuh waktu agak lama untuk kamu hamil lagi, al. Ya ampun aku masih sulit percaya. Thank you so much. I love you” seru Davin masih sambil memeluk Alya.             Pria itu pun ikut menangis bersama Alya. Bersama, mereka menangis bahagia dan terus mengucap syukur karena diberi kesempatan lagi untuk diberi titipan seorang anak. “aku seneng banget, al” Alya hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum.             Pelukan mereka terurai dan Davin segera mengelus dengan sayang perut Alya yang masih datar. “hey baby, can’t wait to see you.” Kemudian Davin menatap Alya, “besok kita ke dokter. Sekarang kamu tidur, kamu butuh istirahat yang cukup” dengan patuh Alya menganggukan kepalanya dan mencari posisi yang nyaman untuk tidur.             Sebelum tidur, Davin mengecup kening Alya dan perutnya dengan sayang dan segera memeluk Alya dan jatuh tertidur dengan senyum menghiasi bibirnya dan juga bibir Alya.             -------------               Beberapa bulan kemudian.             “keponakan tante” seru Windy heboh begitu melihat Davin datang bersama Alya dengan menggendong bayi laki-laki berusia 11 bulan. Wajah bayi itu mirip sekali dengan Davin, dengan hidung mancung, mata bulat berwarna hitam dan memiliki rambut berwarna sama persis dengan Alya, yaitu berwarna coklat gelap.               “heboh banget pengantin baru” ujar Davin sembari menjauhkan Dimas Dimitri Erlangga –anak nya- dari ciuman yang diberikan Windy. Sedangkan Revan –pengantin pria- Alya, dan yang lainnya yang sedang melihat adegan itu hanya tertawa, begitu juga dengan Dimas.             “biar cepet punya anak juga, dav” seru mama Windy.             “tapi jangan anak ku yang jadi tumbal, tan. Masih ada si Faras tuh, anaknya Karen” sahut Davin.             “aku kan mau anaknya cowok, mas dav” gerutu Windy.             “berantemnya nanti aja, antrian udah panjang tuh” seru Alya yang memang tidak menjadi bagian dari panitia karena alasannya Dimas masih menyusu padanya dan tidak bisa ditinggal atau di titipkan begitu saja.             Alya dan Davin pun turun dari pelaminan dan segera berjalan menuju tempat yang khusus di persiapkan untuk tamu VIP –seperti keluarga, dan tamu-tamu penting. “akhirnya, nikah juga si Windy” seru Davin sembari menatap Windy.             “kasian, kak Axel di langkahin” sahut Alya sembari memasang celemek pada Dimas yang selalu dibawa kemana-mana.             “salah dia sendiri sih, masih males cari istri.”             “ya kan karna lo rebut calon istri gue” sahut Axel yang tiba-tiba sudah ada di belakang Davin.             Pria itu kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Davin. “enak aja. dariawal dia calon gue, lo aja ngambil kesempatan dalam kesempitan” cibir Davin pada Axel.             “iya-iya. Lagipula kalo kalian gak jadi, ponakan gue yang paling ganteng gak bakal ada deh” seru Axel sembari menatap Dimas.             Davin merasakan perasaan itu lagi. Perasaan ledakan bahagia, berbunga-bunga pada dirinya setiap kali nama Dimas di sebut didalam pembicaraan keluarganya. Dia sangat bangga karena memiliki anak yang menjadi primadona di keluarga besarnya maupun dikeluarga Alya. Tidak jarang juga Dimas selalu menjadi rebutan kakek-nenek nya untuk menginap.             “iya dong” sahut Davin bangga dan segera mencium Dimas dengan bahagia. Sedangkan Alya dan Axel hanya tersenyum. Mereka tentu tahu seberapa ingin Davin memiliki anak dan setelah Dimas hadir, Davin selalu terlihat berseri-seri dan Alya selalu bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil menuruti keinginan Davin.             Sedangkan Davin merasa berhasil menjaga Alya selama kehamilan hingga anaknya lahir dengan sempurna. Dia masih mengingat saat pertama kali menggendong Dimas untuk diAdzani, rasanya Dunia ada di dalam genggamannya.             I love you, al. Terima kasih atas cinta kamu dan kesabarann kamu juga kebahagian yang kamu kasih ke aku, bisik Davin dalam hati.             I love you, dav. Terima kasih telah mencintai aku, selalu ada untuk aku dan menerima aku apa adanya, bisik Alya dalam hati.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD