Chapter 2

2273 Words
Berhari - hari Raka tidak masuk kampus, Raka belum bisa bangkit dari kesedihannya.   "Raka sayang.. sudah berapa hari kamu tidak ke kampus, bagaimana kuliahmu? dan kamu terus saja mengurung dirimu di kamar. Tolonglah Nak, jangan seperti ini. Kamu juga tidak ingin bertemu dengan mama. Apa yang harus mama lakukan Raka??" Ujar ibu Fara dari balik pintu kamar Raka.   Tapi tidak ada sepatah katapun yang terdengar dari mulut Raka untuk membalas ucapan Ibu Fara.   "Rakaaa... Mama mohon sama kamu sayang, tolong keluar dan bicara sama Mama. Mama juga sangat sedih akan kepergian Rivka, kalau kamu juga seperti ini mama akan sangat sedih Nak." Kata ibu Fara yang sudah berurai air mata.   "Rakaaa !!! Rakaaa !!! Heii buka pintunya !!!" Teriak Pak Gibran sambil menggedor - gedor pintu kamar Raka. "Kamu bukan anak kecil lagi Raka.. kamu harus bisa ikhlas untuk menerima kepergian Rivka. Sudah berapa kali Papa dan Mama bilang kalau kita benar - benar sudah di jalan saat kamu menghubungi Mama di hari itu. Apa kamu tidak kasian sama mama kamu? Mama kamu terus - terusan menangisi Rivka, di tambah lagi kamu yang sekarang menjadi anak satu - satunya tidak ingin berbicara dengannya. Bukan cuma kamu yang berduka Raka ?!!??!!" Ujar Pak Gibran lagi sambil memeluk istrinya.   "Loh ada apa ini? Sudahlah.. biarkan Raka seperti itu dulu, dia butuh waktu. Biar  ibu yang bicara dan membujuk Raka, kalin berdua berangkat saja dulu ke kantor." Ujar Eyang Lily yang berjalan menaiki tangga menuju kamar Raka.   "Nggak Ibu.. aku mau ketemu sama Raka, aku mau memeluknya. Aku sudah jadi ibu yang tidak baik untuk Raka. Biarkan aku di sini sampai dia membukakan pintu." Kata ibu Fara yang sudah sangat terisak.   Braaaaaaaakkkkkk (suara pecahan kaca)   Tiba - tiba Raka melempar sebuah gelas kaca tepat di pintu kamarnya. Sontak saja itu membuat Ibu Fara kaget karena ia berdiri tepat di depan pintu kamar Raka.   "NGGAK USAH DRAMAAAAA !!!! PERGI SANAAAA !!!! Kantor kalian lebih membutuhkan kalian, jangan sok peduli denganku. Penyesalan kalian sudah tidak berarti lagi." Teriak Raka dari dalam kamarnya.   "RAKAAAAAAA ??!!!! Benar - benar yah kamu ?!?!!!!" Teriak Pak sambil mendobrak pintu kamar Raka. Tapi ia tidak berhasil membuka pintu kamar Raka, karena pintu kamar Raka sangat kuat dan kokoh.   "Heii heeii sudah - sudah.. lebih baik kalian cepat pergi, sebelum dia melakukan hal yang tidak - tidak. Serahkan saja semua sama Ibu. Biar ibu yang bicara dengan Raka. Dengarkan Ibu, Fara." Tegas Eyang Lily.   "Iya sayang.. biarkan ibu yang bicara dengan Raka, kamu juga tidak boleh seperti ini. Lebih baik kamu istirahat di bawah, biar aku sendiri yang berangkat ke kantor." Kata Pak Gibran membantu istirnya berdiri.   "Rakaa.. Maafkan Mama nak." Ujar ibu Fara sembari meninggalkan pintu kamar Raka.   "Papa juga minta maaf Raka."   "Tolong panggilan bi Asni kalau kalian turun." Ujar Eyang Lily   "Iya bu." Balas Pak Gibran.   ibu Fara dan Pak Gibran meninggalkan kamar Raka. Eyang berusaha berbicara dengan Raka dari balik pintu.   "Raka buka pintunya sayang. Tinggal Eyang sendiri, biarkan eyang masuk."   Raka membereskan sedikit serpihan kaca yang ada di dekat pintu kamarnya agar bisa membukakan pintu untuk Eyang Lily.   "Bi tolong bersihkan dulu ini" kata Eyang Lily sambil menunjuk serpihan kaca yang ada di dalam kamar Raka.   "Maafin Aku yah bi.. Aku bikin Bibi repot lagi." Ujar Raka menyesali perbutannya.   "Nggak papa Mas Raka. Yang penting jangan sering - sering aja. Nanti gelas di rumah pada habis lagi."   "Hehe bisa aja sih bibi." Raka hanya tersenyum untuk Eyang Lily dan juga bi Asni.   "Apa kamu belum mau ke ke kampus nak? Kamu sudah ketinggalan banyak mata kuliahmu kalau kamu seperti ini terus." Tanya Eyang Lily perlahan melangkahkan kakinya masuk ke kamar Raka.   "Hmm.. Iya Eyang.. besok aku akan ke kampus, aku janji."   "Benar yah Nak?"   "Iya Eyang.. aku janji."   "Terus Mama dan Papa kamu bagaimana nak? Kamu tidak boleh seperti ini terus dengan Mama dan Papa kamu. Mereka tidak bersalah, mereka sudah berusaha untuk—"   "Eyang sudahlah.. aku tidak ingin mendengar itu lagi. Bagi aku, mereka bukanlah orang tua yang baik."   "Huushh Mas Raka nggak boleh gitu ah." Celetuk bi Asni   "Biii." Kata Raka menghentikan ucapan Bi Asni.   "Iya Maaf Mas"   "Eyang harus mengingatkan kamu nak. Kasian Mama sama papa kamu. Rivka juga pasti tidak ingin kamu bersikap seperti ini ke kedua orang tua kamu." Ujar Eyang Lily menepuk - nepuk pelan pundak Raka yang duduk di sampingnya.   Raka hanya terdiam mendengar nasihat dari Eyangnya.   Esoknya.. sesuai janjinya, Raka berangkat ke kampus. Meskipun dalam hatinya masih sangat bersedih.   "Alhamdulillah.. Rakaa nak, sini sarapan dulu baru berangkat." Ujar Ibu Fara berjalan mendekati Raka.   "Eyang, aku pergi dulu yah. Aku sarapan di kampus aja, udah telat soalnya." Ujar Raka sambil menyalimi tangan Eyang Lily dan menghiraukan sapaan dari Ibu Fara.   "Rakaa duduk." Tegas Pak Gibran   Tapi Raka juga menghiraukan Papanya, dan pergi begitu saja meninggalkan meja makan. Raut wajah ibu Fara terlihat sangat sedih, karena Raka masih saja tidak ingin berbicara dengannya.   "Rakaaaa !!!" Teriak Pak Gibran.   "Pahh.. nggak papa.. biarkan Raka pergi, mungkin memang dia sudah terlambat." Ujar Ibu Fara menghentikan Pak Gibran   "Tapi Mahh."   "Nggak papa Pahh.. Mama nggak papa." Ujar ibu Fara berusaha tersenyum.   "Sabar yahh nak.. Raka masih butuh waktu, yang penting kalian tidak membiarkannya seperti itu. Kalian harus tetap mengajaknya berbicara meskipun dia tidak ingin berbicara dengan kalian." Kata Eyang Lily.   "Iya bu.. aku akan berusaha untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi untuk Raka." Ujar ibu Fara.   Setelah sarapan, kedua orang tua Raka berangkat ke kantor seperti biasanya. Tapi tak di sangka, pada hari itu juga Eyang Lily terjatuh di kamar mandi, tidak ada seorang pun yang melihatnya. Karena saat itu bi Asni sedang pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan dapur.   Eyang Lily tidak bisa di selamatkan lagi. Eyang Lily juga meninggal dunia akibat serangan jantung yang membuatnya terjatuh di kamar mandi.   "Ibuuuu... ibuuuuu !!!!" Teriak bi Asni yang baru saja mendapat Eyang Lily terbaring di kamar mandi.   Bi Asni segera menghubungi ibu Fara untuk memberitahukan hal yang terjadi. Begitupun dengan Raka.   Saat mengetahui kejadian itu, Raka buru - buru untuk pulang ke rumah. Dan Raka hanya bisa menangisi kepergian Eyangnya.   "EYAAANGGGG !!!! EYAAANGGG !!!! KENAPA EYANG MENINGGALKAN RAKA JUGA EYAAAANGG !!!!!!" Teriak Raka menangis histeris. Rasa sesak di dadanya benar - benar menyiksanya.   "Raka nakkk. Tenang sayang." Kata ibu Fara memeluk Raka yang juga tidak bisa menahan air matanya.   "LEPASIN AKU !!!" Teriak Raka menepis pelukan dari Ibu Fara.   "Eyang bangun eyang.. Eyang udah janji sama Raka, kalau Eyang nggak bakal ninggalin Raka. Kenapa sekarang Eyang pergi, harusnya Raka nggak ke kampus hari ini, harusnya Raka sama Eyang sekaraaaannggggg."   "Ikhlaskan kepergian Eyang nak. Ini semua sudah takdir Tuhan. Kamu tidak bisa seperti ini." Ujar Pak Gibran berusaha menenangkan Raka.   ====   Raka benar - benar terpukul akan kejadiannya yang baru saja menimpanya. Beberapa hari setelah pemakaman Eyang Lily, Raka terus - terusan berada di kamarnya. Raka sangat tidak menyangka kepergian Eyang Lily tidak lama setelah Rivka meninggal.   "Eyang.. kenapa eyang ninggalin aku juga? Kenapa eyang nggak nungguin Aku pulang kalau memang Eyang mau pergi? Aku tidak ada disamping Eyang di saat - saat terakhir Eyang. Aku belum sempat meminta maaf sama Eyang, aku belum sempat memeluk Eyang, malam ini kita berjanji untuk menonton drama kesukaan Eyang. Eyaaaanggg, Raka kangen eyang." Ucap Raka terisak di dalam kamarnya sendiri.   "Sekarang aku sudah tidak punya siapa - siapa lagi untuk menemani hari - hariku eyang. Eyang maafin aku kalau aku banyak salah sama eyang. Aku sayang sama eyang. Kalau eyang bertemu Rivka diatas sana, Tolong sampaikan ke Rivka kalau aku juga sayang sama Rivka." Ucap Raka lagi dengan beruraikan air mata. Pandangannya kosong mengingat hal - hal yang sudah di lewatinya dengan Eyang dan Rivka adiknya.   Raka tertidur sambil memegangi foto Eyang Lily dan juga Rivka. Orang yang benar - benar ia sayangi.   "Raka.. bangun nak. Berangkat ke kampus yah? Kamu ada kuliahkan hari ini?." Kata ibu Fara sambil membangunkan Raka.   "Matamu sembab sekali nak, tidur lagi saja. Tidak usah ke kampus dulu dengan keadaan seperti itu. Maafin mama udah bangunin kamu. Sebentar mama bangunkan kamu lagi untuk makan yah nak." Ujar ibu Fara lagi.   "Nggak kerja?" Tanya Raka dengan sinis.   Ibu Fara tersenyum mendengar ucapan Raka, karena itu adalah ucapan pertama yang ia dengar selama berhari - hari tidak ingin berbicara dengannya.   "Mama sudah memutuskan untuk berhenti bekerja nak. Mama mau menemani kamu, biar papa saja yang mengurus perusahaan." Jawab ibu Fara berharap Raka akan senang mendengar hal itu.   "Nggak usah.. aku nggak butuh kok."   "Hmm.. maafin mama sekali lagi nak. Mama akan berusaha untuk jadi ibu yang kamu mau. Meskipun kamu bilang kamu tidak mau dan kamu tidak membutuhkannya."   Raka tidak membalas ucapan Mamanya lagi. Dia melanjutkan tidurnya.   "Mama sayang sama kamu Raka." Ujar ibu Fara mengelus pelan rambut Raka dan berjalan keluar dari kamar Raka.   Semenjak kepergian Eyang Lily, Raka menjadi orang yang sangat tertutup dan juga pemarah. Raka hanya berbicara seperlunya dengan kedua orang tuanya.   ====   Pagi itu, Raka duduk santai di halaman rumahnya. Ia melihat tetangga disamping rumahnya baru saja pindahan. Zara bersama keluarganya menempati rumah tepat disamping rumah Raka. Zara yang melihat Raka, melemparkan senyuman kepada tetangga barunya itu.   "Dih ngapain senyum sama gue sih" Batin Raka sambil memalingkan wajahnya, dan tidak membalas senyuman Zara.   Zara hanya tersenyum melihat sifat Raka yang tidak membala senyumannya.   "Lo dicuekin yah? Hahaha kasian." Ujar Julian yang melihat Zara tersenyum ke Raka.   "Kayaknya sih. Hahaha nggak papa kok."   Esoknya, Setelah selesai beres - beres memindahkan barang - barangnya, Zara dan Julian di minta oleh ibu Nadine untuk memberikan beberapa cake untuk keluarga Raka, sebagai salam perkenalan mereka.   "Nggak ah.. Lo aja.. gue masih belum selesai beresin sama kamar gue." Ujar Julian sambil mengangkat satu kardus yang berisikan barang - barangnya.   "Maahh.. masa Zara sendiri sih yang pergi. Aku malu Mahh kalau sendiri." Ujar Zara.   "Ya sudah biar mama yang temani kamu."   Zara dan Ibu Nadine pergi ke rumah Raka dengan membawa satu kotak cake di tangan mereka.   "Assalamualaikum." Teriak Zara dan juga ibu Nadine   "Walaikumsalam. eehh siapa?" Tanya ibu Fara dengan senyuman.   "Hai jeng.. kenalin aku Nadine dan ini anak saya Zara. Kami baru pindah hari ini tepat di sebelah rumah jeng." Jawab ibu Nadine sambil memberikan buah tangan yang di bawanya.   "Oh ya ampun tetangga baru. Kenalin aku Fara. Yuk, silahkan masuk dulu. Duhh makasih banyak yah, harus nya tidak usah repot - repot membawa beginian." Ujar Ibu Fara mempersilahkan Ibu Nadine dan juga Zara untuk masuk ke dalam rumahnya.   "Raka sini nak, kenalan dulu sama tetangga baru kita." Ibu Fara memanggil Raka yang sedang asyik bermain game di ruang keluarganya.   Ibu Nadine dan Zara hanya tersenyum menunggu Raka.   "Ini anak saya. Mungkin seumuran yah Zara?" Ucap ibu Fara sambil memegang tangan Raka.   "Raka. Udahkan?" Tanya Raka dengan memberi tatapan sinis ke Ibu Fara lalu pergi begitu saja.   "Ehm.. Maaf yahh, maklumin anak saya." Ujar Ibu Fara yang tidak enak hati akan sikap Raka.   "Nggak papa kok jeng. Mungkin dia lagi ada masalah. Hehe." Balas ibu Nadine tersenyum ramah.   "Isshh kenapa sih tuh cowok." Batin Zara dengan terus melihat ke arah Raka sampai Raka tidak terlihat lagi.   “Maa, aku kesana yahh.” Zara tiba – tiba berdiri dan mengejar Raka.   “Heii tungguuu.” Ucap Zara menghentikan Langkah kaki Raka.   Raka hanya menoleh dan memberi tatapan sinis lalu masuk ke dalam kamar eyang Lily.   “Ya Ampun jutek banget.” Batin Zara kesal.   Sudah hampir satu minggu Zara menjadi tetangga baru Raka, Zara sering berkunjung ke rumah Raka untuk bertegur sapa dengan Ibu Fara dan menjadi semakin akrab. Berbeda dengan Raka, yang selalu mengabaikan kedatangan Zara. Zara mencoba bertanya ke ibu Fara tentang sikap Raka yang sangat tertutup dan juga pemarah. Ibu Fara menceritakan bahwa Raka seperti itu semenjak Rivka dan juga Eyang Lily meninggal dunia. Akhirnya Zara mengetahui alasannya, dan berniat untuk membantu ibu Fara agar sikap Raka bisa berubah seperti dulu lagi, karena Zara pernah berada di posisi yang sama seperti Raka.   Hari minggu adalah saat yang tepat untuk Zara berbicara dengan Raka, karena selalu duduk di halaman rumahnya dengan bermain gitar.   "Haii.. boleh duduk nggak?" Tanya Zara dengan hati yang deg degan. Raka tidak menjawab, ia tidak mempersilahkan Zara untuk duduk ataupun menyuruh Zara pergi dari hadapannya. Tapi Zara yang sudah membulatkan tekadnya, akhirnya memberanikan diri untuk duduk di ayunan besar disamping Raka.   "Hmm.. Maaf yah sebelumnya. Tapi gue denger dari nyokap Lo, sikap Lo seperti ini karena adik dan eyang Lo meninggal?" Tanya Zara terbata - bata saking takutnya.   "Lo siapa berani ngomong sama gue?" Ucap Raka tanpa memandang Zara .   "Lo kenapa sih? Lo nggak bisa terus - terusan seperti ini. Lo punya kedua orang tua yang sangat peduli dengan Lo. Gue paham kok apa yang Lo rasain, gue juga pernah di posisi yang sama kayak Lo. Ini.. ini sahabat gue, dia meninggal akibat kecelakaan. Dan orang yang menabraknya saat itu dalam kondisi mengantuk. Tapi gue sama sekali nggak menyalahkan orang yang menabrak sahabat gue. Gue tau kalau itu semua sudah jalan yang diberikan  tuhan untuk sabahat gue. Gue juga pernah terpuruk karena kehilangan sahabat gue, tapi gue nggak kayak Lo sampai membenci semua orang yang ada di sekitar Lo. Apalagi orang tua Lo, mereka nggak salah sama sekali Raka." Jelas Zara sambil memegangi bingkai foto bersama sahabatnya yang telah meninggal dunia.   "Udah ngomongnya? LO SENDIRI SIAPA SAMPAI LANCANG MENGUSIK KEHIDUPAN PRIBADI GUE HAH ??!!!??? Dan ini? Memangnya Lo tau bagaimana perasaan gue?"   BRAAAAKKKKK (suara pecahan kaca)   Raka melempar bingkai foto yang di pegang oleh Zara.   "ITU.. ITU PERASAAN GUE !!!!"   "Lo jangan pernah datang ke rumah gue lagi. Jangan sok akrab, dan jangan pernah mengusik kehidupan pribadi gue." Raka menatap Zara dengan tatapan penuh amarah.   Zara sangat kaget sampai ia membeku melihat Raka yang sangat marah.   =====  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD