Chapter 1
Malam yang sejuk dan musik klasik yang menemani Raka di dalam kamarnya yang begitu luas. Raka yang sedang asyik mendengarkan lagu, tiba - tiba di kagetkan dengan suara pecahan kaca dari sebelah kamarnya. Kamar adiknya yang bernama Rivka. Raka segera berlari dan menghampiri Rivka, Raka sangat takut kalau terjadi sesuatu dengan adiknya itu.
Tok tok tok...
"Rivkaaaa... heeii Lo kenapa? Lo nggak papa kan dek? Apa yang pecah? Rivka???" Tanya Raka dari balik pintu kamar Rivka.
"Iyaa kak.. gue nggak papa kok, Gue nggak sengaja menabrak Vas bunga itu tuhh." Kata Rivka sambil menunjuk ke arah Vas bunga yang ada di atas meja riasnya dan tangan yang satunya memegangi dadanya.
"Tapi lo kelihatan kesakitan Riv.. Lo kita ke rumah sakit yah? Atau panggil dokter aja?" Tanya Raka berjalan ke arah Rivka.
"Hahaha.. gue nggak papa kok kak. Tolong panggilin bibi aja kak, buat beresin itu. Kayaknya gue nggak bisa beresin sendiri." Kata Rivka sambil memgambil sedikit demi sedikit pecahan vas bunganya.
"Hmm iya deh kalau gitu.. hati - hati tangan Lo nanti kena pecahannya lagi." Kata Raka sembari berjalan keluar dari kamar Rivka.
Raka yang mulai khawatir dengan keadaan Rivka, menghubungi kedua orang tuanya untuk segera pulang. Mengingat Rivka yang mempunyai riwayat penyakit jantung, Raka tidak mau sampai terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
Setelah menghubungi kedua orang tuanya, Raka kembali berjalan menuruni anak tangga di rumahnya untuk memanggil Bi Asni
"Hei Nak.. kamu mau makan yah?" Tanya Eyang Lily.
Eyang Lily yang juga tinggal bersama Raka, Raka dan Rivka sangat dekat dengan eyangnya karena eyangnya lah yang memberi banyak perhatian untuk Raka dan Rivka.
"Loh, Eyang kok belum tidur? Ini eyang Rivka nggak sengaja mecahin Vas bunga di kamarnya, aku mau panggil bibi untuk bantu bersihinnya." Jawab Raka sembari menuju dapur.
"Hah? Kok bisa? Tapi Rivka nggak kenapa - kenapa kan?" Tanya Eyang Lily.
"Eyang sepertinya jantung Rivka sakit lagi, dia kelihatan kesakitan diatas. Aku udah nelfon Mama sama papa juga kok eyang, Aku nyuruh mereka buat cepat pulang biar kalau Rivka kenapa - kenapa bisa langsung ke rumah sakit." Jawab Raka.
"Mereka langsung pulangkan sayang? Eyang harus naik liat keadaan Rivka." Kata Eyang Lily berdiri dari sofa tempatnya berbaring.
"Iya eyang, katanya mereka langsung pulang kok. Aku panggil bibi sebentar yah eyang." Jawab Raka.
"Oh iya nak, eyang naik ke kamar Rivka dulu untuk liat keadaannya. Duh, eyang jadi khawatir kalau begini." Ujar Eyang Lily sembari menaiki tangga satu demi satu.
Ddddrrrrrrrrttttt drrrrtttt drrrrtttttt
Tidak lama kemudian ponsel Raka berdering.
"Halo, iya Ma.. Mama udah dimana?"
"Halo, aduh sayang sepertinya mama sama papa agak telat sampainya. Mama sama papa udah di jalan, tapi jalannya macet banget. Kamu sama Eyang liat Rivka dulu yah, mama bakalan usahain cepat sampai."
"Cckkk.. makanya Mama sama Papa tuh kalau waktunya pulang langsung pulang."
"Iya sayang, mama sama Papa kan..."
Belum selesai mamanya berbicara, Raka memutuskan sambungan telvonnya. Raka tidak ingin mendengarkan penjelasan yang berulang - ulang setiap harinya.
"Raakaaaaa Rakaaaaa !!!!" Teriak Eyang Lily dari kamar Rivka.
"Iya eyang !!!" Raka bergegas berlari keatas.
"Rivka sayangg banguuuunnn !!!!" Teriak Eyang Lily sambil menggerakkan tubuh Rivka.
"Rivka kenapa eyang? Kenapa ini?" Tanya Raka yang sudah mengeluarkan air matanya.
"Raka sebaiknya kamu cepat telefon ambulance, tidak usah menunggu kedua orang tuamu, eyang takut Rivka kenapa - kenapa." Ujar Eyang Lily
"Eyang jangan panik juga yah, mba Rivka pasti nggak kenapa - kenapa." Ujar bi Asni sambil menepuk pelan pundak Eyang Lily
Raka bergegas turun ke bawah untuk mengambil ponselnya yang ketinggalan di dapur, Raka menelfon ambulance secepat mungkin. Raka juga menghubungki Mamanya kembali.
Tuuuttttt tuuuutttt tuuuuttt..
"Maaaaa !!!! Kalau sampa terjadi apa - apa sama Rivka, Mama sama Papa yang bertanggung jawab! Rivka sekarang pingsan, aku udah bilangkan sama Mama tadi kalau mama harus segera pulang, keadaan Rivka mengkhawatirkan."
"Rakaa.. Rakaaa.. heii sayang tenang dulu, Rivka kenapa? Jelaskan sama Mama dengan jelas nak."
"Mama sekarang pulaaaaaaaanggggg !!!!! Ingat yahh Aku akan membenci Mama sama Papa kalau Rivka sampai kenapa - kenapa."
Raka mematikan telefonnya dan segera berlari keatas lagi untuk menghampiri Rivka. Tidak lama kemudian, ambulance datang dan Rivka di bawa ke rumah sakit untuk di tangani lebih lanjut.
====
Saat sampai di rumah sakit, nyawa Rivka sudah tidak bisa tertolong lagi. Rivka meninggal dunia akibat penyakit gagal jantung yang tengah dia derita. Sudah beberapa hari ini Rivka memang sering megeluh kalau dia merasakan sakit di dadanya, tapi Rivka berusaha tetap kuat Rivka tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, dan beberapa hari kemarin Rivka sempat kelelahan.
"Nggak mungkiiinnnn !!!!! Ini nggak mungkin, Rivka nggak mungkin meninggal !!!! Dokter tolong dokter !!! Tolong selamatkan adik saya lagi, adik saya anak yang kuat dokter, dia nggak mungkin ninggalin aku secepat ini.. dokter tolonggg !!!!" Raka mengucapkan kata demi kata dengan beruraikan air mata. Raka terus menangis sambil memukul - mukul dadanya, rasanya terasa sesak.
"Raka nak.. sudah yahh, biarkan adikmu pergi dengan tenang. Rivka pasti juga sedih melihat kamu seperti ini. Ikhlaskan adikmu nak." Ujar Eyang Lily yang juga tidak bisa menahan air matanya. Tapi ia harus menenangkan Raka.
"Iya Mas Raka.. Mas Raka yang ikhlas yahh.. Mba Rivka akan jauh lebih tenang kalau Mas Raka ikhlas, Mas Raka yang sabar." Ujar bi Asni sambil menepuk - nepuk pelan pundak Raka.
Dari ujung rumah sakit terdengar suara langkah kaki yang sedang berlari. Mama dan Papa Raka berlari mencari keberadaan anaknya. Raka yang mengetahui hal itu langsung berdiri dan keluar menghampiri kedua orang tuanya.
"Mau apa kalian kesini haaahhh ???!!!!!! Kalian sudah terlambat, lebih baik kalian berdua urus saja pekerjaan kalian itu. Pekerjaan kalian kan yang lebih penting di bandingkan anak - anak kalian." Teriak Raka sampai semua orang - orang yang ada di rumah sakit memperhatikan keluarga mereka.
"Rakaaa.. tenang nak.. Papa sama Mama sudah dari tadi di jalan, jalanan yang macet membuat kami lama nak." Ujar Pak Gibran menghampiri Raka.
"Rivkaaaa.. kenapa kamu meninggalkan Mama naakkk... kita bahkan belum pergi liburan ke tempat yang kamu nak.. maafkan Mamaaaa.. Mama sama Papa datang terlambat, Mama sama Papa yang salah !!!!" Ujar ibu Fara terbata - bata yang sudah mengeluarkan air mata, menangis sesegukan di samping putrinya yang sudah meninggal dunia.
"Sudahlah nak.. ini bukan salah kalian, ini lah yang terbaik yang Tuhan berikan, Tuhan tidak ingin Rivka menderita lebih lama lagi. Tuhan pasti memberikan tempat yang terindah untuk Rivka di sisinya." Ujar eyang Lily sambil memeluk ibu Fara.
"AKU BENCI KALIAAANNNN !!! Orang tua yang tidak pernah punya perhatian dengan anak - anaknya !!!" Teriak Raka. Raka sudah mulai tersungkur, ia sudah tidak memiliki kekuatan untuk berdiri, kakinya terasa gemetar dan dadanya terasa sesak melihat adiknya yang sudah meninggalkannya.
Esoknya, Rivka di makamkan di makam keluarganya yang juga berada di kota bandung. Raka masih belum bisa menerima kenyataan kalau adik yang di sayanginya telah pergi meninggalkannya. Tidak ada lagi tawa dan keceriaan yang di lihatnya setiap hari. Raka benar - benar tenggelam dalam kesedihannya.
"Raka kita pulang yuk sayang." Ujar ibu Fara
"LEPASIN !!! Mama nggak usah peduliin aku, lebih baik Mama sama Papa ke kantor dan mengurus pekerjaan kalian lagi yang sangat penting itu." Ujar Raka menepis tangan ibu Fara dengan tatapan sangat sinis.
"Rakaaa !!! Kamu sadar apa yang kamu lakukan? Sekarang kita di pemakaman, Rivka baru saja meninggal dan kamu masih bersikap seperti itu ke Papa dan Mama ???!!! Papa sama Mama bekerja untuk kalian juga, bukan untuk diri kami sendiri. Papa sama Mama sudah meminta maaf sama kamu, kami tau kami tidak bisa memberikan perhatian yang begitu banyak untuk kalian berdua, tapi Papa sama Mama sangat sayang sama kalian. Apa kamu berfikir kalau Papa sama Mama tidak sedih dan merasa kehilangan Rivka? Kami tidak seperti itu Raka." Ujar Pak Gibran dengan nada yang awalnya tinggi menjadi rendah hingga ia kembali mengeluarkan air mata.
"Sudah - sudah.. biarkan Raka kalau dia masih ingin di sini. Raka sayang.. kita pulang duluan, kamu jangan lama pulang yah nak. Ingat Nak, kamu harus ikhlas dengan kepergian adikmu. Adikmu pasti juga sedih melihatmu seperti ini." Ujar Eyang Lily.
Raka tidak membalas perkataan Eyang Lily. Raka hanya diam, dan terus mengeluarkan air mata. Keluarga Raka yang lainnya pulang duluan ke rumah, Raka masih duduk disamping makam Rivka meratapi kepergiannya.
Beberapa hari setelah kepergian Rivka, Raka perlahan mulai mengikhlaskan kepergian Rivka. Meskipun ia merasa kesepian, ia berusaha tetap semangat.
"Eyaaangggg." Teriak Raka sambil memeluk Eyang Lily yang sedang asyik menenton acara kesukaannya di dalam kamarnya.
"Hahaha.. kamu kenapa lagi nak?" Tanya Eyang Lily.
"Nggak kok eyang, Raka cuma ingin memeluk Eyang, sekarang dirumah ini Raka hanya bisa memeluk Eyang. Raka sayang banget sama eyang, terima kasih eyang sudah selalu menemani Raka dan merawat Raka kalau Mama dan Papa ke kantor." Ujar Raka sambil tidur di pangkuan eyang Lily.
"Uhh cucu Eyang sekarang sudah gede yahh.. Raka dengarkan Eyang yah, Mama sama Papa kamu bukannya tidak perhatian dengan anak - anaknya. Tapi mereka memang punya tanggung untuk membahagiakan kalian dan mencukupi kebutuhan kalian, maka dari itu Mama dan Papa kamu terus bekerja sayang." Ujar Eyang sambil membelai lembut rambut Raka.
"Tapi mereka kan eyang yang punya perusahaan, kenapa kenapa bisa sesibuk itu sih. Apa mereka tidak mempunyai karyawan untuk mengerjakan pekerjaan mereka?" Tanya Raka.
"Justru karena Mama dan Papa kamu yang punya perusahaan, mereka harus bertemu dengan orang - orang penting yang ingin bekerja sama dengan perusahaan mereka. Suatu saat nanti pasti kamu akan mengerti nak." Ujar Eyang Lily.
"Hmm.. nggak tau deh.. yang penting Aku hanya menyayangi Eyang, Eyang yang terbaik." Ujar Raka sambil memegang tangan Eyang Lily.
"Tapi kamu sudah berapa hari tidak berbicara dengan Mama dan papa kamu nak. Kamu selalu mengurung dirimu di dalam kamar saat mereka pulang. Mereka kedua orang tua kamu nak."
"Kalau Mama sama Papa waktu itu datang lebih cepat, pasti Rivka masih sama kita sekarang eyang. Aku nggak akan kehilangan Rivka seperti ini kalau saja Rivka cepat mendapatkan pertolongan. Apa Eyang tidak merasa seperti itu? Selama ini aku membiarkan Mama dan Papa aku untuk bekerja hingga larut malam atau bahkan mereka sering keluar kota, karena ada eyang yang menjaga aku dan Rivka. Tapi ternyata mereka benar - benar bisa lupa dengan anak - anaknya. Mereka jarang memberikan perhatian untuk kami. Bahkan untuk sarapan bersama pun itu tidak bisa. Rivka pasti juga dulu merasakan hal itu Eyang." Kata Raka pelan, matanya mulai mengeluarkan air mata lagi.
"Kamu tidak boleh terus - terusan berfikir seperti itu Raka. Perusahaan yang kedua orang tuamu bangun sampai sekarang, itu juga untuk kalian berdua nantinya. Dan sekarang Rivka sudah pergi meninggalkan kita, jadi tinggal kamu seorang. Kamu harus mengerti, kedua orang tua mu sibuk untuk masa depanmu nak."
"Maaf Eyang.. aku tidak bisa melupakan kejadian kemarin. Bagiku, Rivka masih bisa tertolong kalau Mama dan Papa sampai di rumah lebih cepat lagi."
Eyang Lili hanya menarik nafas panjang, mendengar ucapan Raka.
=====