Bab 8. Wanita Yang Sulit Kau Lupakan 2

1032 Words
# "Berikan segelas lagi," ujar Bisma pada bartender. Ini adalah lounge bar yang paling sering dia kunjungi saat ingin menenangkan diri. Sebuah pesan masuk di ponsel Bisma dari Lukas. "Aku tidak bisa datang, istriku akan mengomeliku kalau aku minum-minum di hari ulang tahun pernikahan kami." Bisma berdecak kesal menyadari kalau dia harus minum sendirian malam ini tanpa ada yang menemani. "Satu chambord royale." Seorang wanita terdengar memesan tepat saat minuman milik Bisma disajikan dan itu menarik perhatian Bisma karena dia merasa familiar dengan suara itu. Bisma menoleh dan melihat seorang wanita cantik dengan gaun merah duduk dengan anggun tidak jauh dari tempatnya berada kini. "Ranya Kirana," ucap Bisma pelan namun cukup untuk didengar oleh sang pemilik nama. Ranya menoleh dan menatap Bisma dingin. Bisma tertawa. "Apa ini? Apa kau adalah pelanggan di tempat ini juga? Sebuah kebetulan?" tanya Bisma seakan pertanyaannya ditujukan untuk Ranya. Ranya tersenyum tipis dan mengalihkan tatapannya pada Bartender yang menyajikan minuman di depannya. "Oh Nona Ranya selalu datang ke tempat ini dua minggu sekali, hanya saja sebelum-sebelumnya tidak sama dengan waktu kunjungan Anda," ucap Bartender tersebut. "Berarti takdir." Bisma menyimpulkan. Kali ini Ranya kembali menoleh ke arah Bisma dengan kening terangkat. "Takdir? Ada-ada saja," ucap Ranya sinis. Bisma terdiam menyadari kalau wanita didepannya itu memiliki suara yang indah seperti denting lonceng angin. Tidak nyaring namun setiap bunyinya meninggalkan kesan yang kuat. "Kita saling mengenal, kebetulan bertemu di tempat yang sama tanpa membuat janji dan kemudian ..." "Aku tidak ingat kalau aku mengenal Anda," potong Ranya sinis. Kedua mata bulatnya kini tertuju ke arah Bisma. Bisma terdiam, bukan karena dia kehilangan kata-kata tapi dia terpesona menyadari betapa kuat daya tarik seorang Ranya Kirana. Dia sudah merasakan ini sejak pertemuan pertama mereka di pesta waktu itu tapi kali ini, setiap gerakan kecil Ranya Kirana membuat sesuatu di dalam dirinya bergetar kuat. Seperti aliran listrik yang mendadak mengalir di setiap aliran darah dan menjentikkan nadinya. Di sisi lain, Ranya menyesap minumannya dengan tenang. "Campurannya kurang," ujar Ranya lagi. Kali ini ditujukannya pada bartender. Sang bartender mendekat lagi dan menambahkan sesuatu pada minuman Ranya. "Pastikan manager Anda yang cantik itu datang untuk menjemput Anda nanti. Tidak akan baik untuk menyetir dalam keadaan mabuk. Anda paham kan?" Ucap bartender itu. Ranya tersenyum kali ini. Matanya membentuk lengkungan seperti bulan sabit saat dia tersenyum. "Kau hanya ingin melihat Mia saja. Sayang sekali, kalaupun aku mabuk, ada sopir yang akan mengantarku pulang tanpa harus meminta Mia datang," balas Ranya. Dia tidak berencana untuk benar-benar mabuk kali ini tapi meski demikian, dia tahu saat ini ada Beno yang diam-diam mengikutinya dan memastikan keselamatannya kalaupun dia terlalu mabuk untuk menyetir. Bartender itu tertawa mengetahui modusnya sudah diketahui lebih dulu. "Apa kau datang ke sini dengan diantar sopir?" tanya Bisma. Ranya mendadak baru menyadari kalau Bisma sudah berpindah duduk di dekatnya. Dia kini menatap Bisma datar, meski senyum di wajahnya masih bertahan. "Aku tidak harus menjawab," balas Ranya. Bisma tertawa. Baru kali ini ada wanita yang menolak dirinya dan selalu saja bersikap sinis kepadanya. "Kau benar. Bagimu aku hanya orang tidak dikenal yang sok kenal sok dekat. Jadi biarkan aku memperkenalkan diri untuk formalitas meski aku tahu kalau kau pasti sudah tahu siapa kau semenjak pertemuan kita di pesta waktu itu," ucap Bisma. Dia mengulurkan tangannya ke arah Ranya. "Bisma Yudhistira," ujarnya memperkenalkan diri. Ranya menatap uluran tangan Bisma selama beberapa saat. "Ranya Kirana." Ranya menyambut uluran tangan Bisma. Bisma sudah terbiasa melihat dan bertemu wanita cantik dengan berbagai pesona tapi diam-diam dia mengakui, Ranya memiliki pesona yang kuat untuk ukuran seorang wanita dan dia bisa mengerti kenapa Ranya bisa dengan cepat menjadi populer. Ranya hendak menarik tangannya tapi Bisma menahannya. "Nama aslimu?" tanya Bisma. Ranya menatap tangannya dan Bisma yang masih terjalin. "Apa aku harus menunjukkan kartu identitasku kepadamu?" Ranya balas bertanya. "Tidak adil kan kalau aku memperkenalkan diriku dengan nama asliku sedangkan kau menggunakan nama panggungmu?" tuntut Bisma. Ranya kembali mencoba menarik tangannya. "Kau ..." Bisma mendadak melepaskan tangan Ranya, tepat sebelum Ranya akan marah dengan tindakannya. "Bersulang untuk perkenalan dan pertemuan tidak disengaja kali ini." Bisma mengangkat gelasnya dan mengajak Ranya untuk bersulang dengan wajah tanpa dosa. Ranya meraih gelasnya menanggapi ajakan Bisma. "Bersulang untuk hari sialku bertemu dengan kekasih Ardina Atmaja yang mungkin membuatku masuk ke dalam berita gosip besok pagi," balas Ranya tajam dan terus terang. Dia langsung meminum minumannya setelah itu. Bisma tertawa. "Lebih tepatnya, aku tunangan Ardina Atmaja dan kau pasti tahu saat memilih lounge bar ini kalau tempat ini aman untuk orang seperti kita, tidak ada reporter di sini," ujar Bisma. Ranya menunjuk ke arah lain dengan matanya. "Reporter mungkin tidak tapi aku rasa hampir tidak ada orang yang tidak mengenal siapa aku atau siapa dirimu di manapun kita berada," ucap Ranya. Bisma menyadari kalau saat ini ada orang yang baru saja mengambil foto mereka berdua. Bisma beralih meraih ponselnya dan mengetik sesuatu di ponselnya. "Itu akan aman. Tidak ada gosip terkait dirimu atau aku besok. Jangan khawatir," ucap Bisma setelah meletakkan ponselnya. Mendadak Bisma kini mengerti kenapa Ardina selalu saja tahu semua aktivitasnya selama ini dan itu membuatnya kesal. "Sedikit saran untukmu. Kalau kau memiliki kekasih yang posesif, maka cobalah untuk berhati-hati dengan tindakanmu ketika kau mencoba mendekati seseorang meski itu untuk urusan bisnis. Apa yang menurutmu bukan masalah besar bisa saja mengakhiri karir seseorang yang cemerlang," sindir Ranya. "Kau sedang memperingatkanku, menyindirku, atau mencemoohku?" tanya Bisma terus terang. "Semuanya," jawab Ranya. Dia kembali menatap Bisma tajam. Bisma kembali terdiam untuk beberapa saat. Beberapa kejadian di masa lalu melintas di pikirannya dan membuatnya berpikir lagi. "Jadi, apa aku harus menjauh darimu sekarang?" tanya Bisma lagi. "Kenapa?" Ranya balas bertanya. "Karena aku tentu saja tidak ingin membuat karir cemerlangmu berakhir secara tidak sengaja meski aku bisa memastikan padamu kalau semua itu hanya gosip. Tunanganku memang posesif tapi dia sama sekali bukan jenis orang yang mampu berbuat sekejam itu bahkan meski kau adalah saingannya," jawab Bisma. Ranya tersenyum. "Bagaimana kalau kita bertaruh? Kalau besok aku tidak mendapat intimidasi dari kekasihmu, maka aku akan menerima tawaran sebagai brand ambasador produk perusahaanmu. Kalau yang terjadi adalah sebaliknya, maka aku akan menyeretmu untuk mengamankan nama baikku dan karirku," tantang Ranya. Bisma tersenyum, diam-diam mengagumi keberanian Ranya mengajukan tantangan seperti itu. "Aku terima," balas Bisma.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD