S E B E L A S

1149 Words
“Panggil saja Ira!” ucap Levi cepat. Levi merasa ada yang aneh. Tangan Ira sejak tadi terasa dingin bahkan sangat dingin tidak seperti saat dia menyentuhnya tadi. “Ini tunangan kakakku!” kata Levi lagi. “Chacha!” jawabnya dengan suara gemetar. Ternyata dia adalah sahabat baiknya Ira. Rangga langsung mempersilakan mereka duduk. Ira terlihat diam membisu, air matanya terus berlinang tapi dia dengan cepat menghapusnya agar Levi tidak melihatnya. Wajah Chacha terlihat pucat. Dia merasa cemas dengan meremas-remas jemarinya. Rangga merasa bingung karena melihat tingkah Chacha yang aneh sejak tadi. “Ada apa Sayang? Kau baik-baik saja?” tanya Rangga dengan menyentuh dahi Chacha. Ira tampak marah dan merasa jijik dengan tingkah mereka, dia berusaha menahan amarahnya. Tangannya mengepal kuat. Levi yang juga merasa aneh karena melihat tatapan penuh amarah di wajah Ira. Dia memegang tangan Ira. Ira seketika luluh karena tidak ingin Levi mengetahuinya. Rangga mempersilakan Ira dan Levi untuk makan, Chacha yang berusaha menahan diri. Tangannya gemetar ketika menyajikan makanan, dia sesekali menjatuhkan gelas dan sesekali salah mengambil sesuatu. Chacha yang sudah tidak sanggup segera beranjak pergi dan mengatakan bahwa dia ingin ke toilet sebentar. Chacha menahan tangisnya dengan menutup mulutnya, dia lantas terduduk ketika melihat sahabatnya Ira. Ira yang juga mengikutinya langsung masuk ke dalam rumah ketika Chacha baru akan keluar dari toilet. Chacha membeku di tempat. Ira berjalan ke arahnya dengan tatapan penuh amarah. “Hai, sudah lama kita tidak,” sapa Ira yang menahan emosinya. Chacha hanya terdiam. “Kenapa kau diam? Bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu, apa kau juga merindukanku?” tanya Ira lagi. Chacha masih terdiam dan matanya sudah berkaca-kaca. “Oh ya, selamat ya. Kau sudah bertunangan dengan Rangga. Kenapa tidak mengundangku di acara pertunangan kalian. Kita kan sudah lama bersahabat. Apa karena kau sudah lupa padaku?” Ira terus menuding dengan pertanyaan. “Aku ingin penjelasan darimu!” tegas Ira yang mencoba menahan amarahnya. Chacha masih terdiam, air matanya terus berlinang. “Jawab aku!” teriak Ira marah, Chacha seketika tersandar di dinding. Dia terus menangis. Dia menutup mulut, agar suara tangisnya tidak terdengar. “Hentikan tangisan palsumu itu! Semuanya munafik. Aku tidak menyangkah kalau kau akan melakukan ini padaku Cha, kenapa kau lakukan ini?!” bentak Ira lagi dengan menggoyangkan tubuh Chacha. “Apa salahku, kau ... kau sahabatku Cha. Kenapa tega melakukan itu padaku? Seharusnya sejak awal kau memberitahukan padaku!” ungkap Ira yang menangis dengan duduk lemas di lantai. “Ma...maafkan aku Ra, aku benar-benar minta maaf padamu,” bujuk Chacha memohon dengan memegang tangan Ira, Ira mendorong tangannya dengan marah. “Sudah cukup Cha, kau melupakan persahabatan kita dan memilih pengkhianatan bukan. Dengarkan aku, aku membencimu.. sangat membencimu!” teriak Ira. Dia berdiri dan berlari keluar. Chacha hanya menangis terisak karena tubuhnya lemas untuk mengejar Ira. Ira menghapus air matanya dan meminta Levi untuk mengantarnya pulang karena dia merasa tidak enak badan, Levi terlihat bingung Rangga juga sebaliknya. Ira lalu berjalan menuju pintu keluar, dan Levi mengikutinya dari belakang. Dalam perjalanan air mata Ira tidak berhenti mengalir, dia berusaha memalingkan wajahnya agar Levi tidak melihatnya, Levi terus menoleh merasa bingung dengan sikap Ira. Dia lantas menghentikan mobilnya dan membuat Ira terkejut. “Apa yang sebenarnya terjadi? Aku….” Ucapan Levi terhenti karena melihat mata Ira sembab seperti habis menangis. Dia kemudian melanjutkan untuk perjalanan. Selama beberapa saat Levi sengaja diam agar Ira merasa tenang baru dia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Levi memastikan, Ira yang berusaha mengalihkan tatapan Levi menahan tangisnya dan mengembuskan napasnya pelan. “Aku baik-baik saja!” “Kalau baik-baik saja kenapa kau seperti habis menangis? Apa ada yang menyakitimu?” tanyanya penasaran. “Tidak ada apa-apa. Tadi hanya ada debu yang masuk,” jawab Ira bohong, dia menghapus sisa air matanya dan melempar punggungnya di kursi mobil. Ada yang kau sembunyikan dariku Ra, apa sebenarnya yang terjadi padamu. Kau terlihat cemas semenjak kita sampai di rumah Kak Rangga, batin Levi. Ira segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam, Levi yang ingin mengantarnya bahkan tidak sempat turun karena Ira sudah berlari masuk, dia merasa ada yang aneh padanya, tapi dia memutuskan biarlah nanti dia menanyakan pada Ira jika dia sudah tenang. Levi lalu melajuhkan mobilnya. Ira berlarian masuk ke kamarnya dan menagis di atas tempat tidurnya. Hatinya terasa sakit melihat Chacha dan Rangga setelah 5 tahun. Dia berusaha melupakan cinta bayangannya pada Rangga, dia merasa kecewa karena sahabatnya sendiri yang mengkhianantinya. Dia membuang barang-barang pemberian Chacha dan berserakan di lantai. Risa yang mendengar suara ribut dari balik kamarnya langsung masuk ke dalam dan merasa terkejut melihat Ira menghamburkan beberapa barang di lantai dan melihatnya menangis. Dia terlihat bingung dan berusaha membujuknya menanyakan apa yang terjadi, tapi Ira tidak menjawabnya dan hanya menangis dalam pelukan Risa. Sementara itu, Levi yang baru sampai di rumah langsung masuk dan duduk di kursi. Rangga yang melihatnya baru sampai menghampirinya karena penasaran dengan apa yang terjadi dengan kejadian tadi. “Lev, apa kau baik-baik saja?” tanya Rangga. “Tidak Kak, aku sedang tidak baik hari ini,” jawab Levi yang sedang memikirkan sesuatu. “Ada apa Levi, apa kau bertengkar dengan pacarmu tadi?” tanyanya lagi. Levi menoleh kaget. “Dia bukan pacarku, dia hanya teman saja,” jawabnya datar. “Hanya teman tapi pandanganmu kepadanya bukan sekedar teman,” balas Rangga menatap Levi serius. “Dia belum jadi pacarku, aku memang pernah menyatakan perasaanku padanya tapi dia menolakku karena ada luka lama yang dia sembunyikan," jelas Levi tampak masih berpikir. “Kenapa tidak kau obati lukanya itu Lev, berikan dia sesuatu yang membuatnya melupakan masa lalu. Mungkin saja itu bisa berhasil!” “Benarkah? Levi terlihat senang. "Baiklah, aku akan mencobanya!” sahut Levi seraya berdiri, tapi kembali duduk dan melihat pada Rangga. “Ada yang aku tidak mengerti sikapnya tadi langsung berubah ketika aku perkenalkan dengan kalian dan yang membuatku bingung dia langsung meminta pulang ketika kembali dari toilet. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya?” tutur Levi menatap bingung ke arah Rangga. “Aku juga bingung dengan sikap Chacha setelah pertemuan tadi sikapnya langsung aneh dan setelah kalian pergi dia juga buru-buru pulang.” “Oh iya, tadi setelah aku melihat temanmu aku kemudian teringat kalau dia adalah sahabatnya Chacha waktu SMA dan kalau tidak salah dia mendadak pindah ke Australia jadi semenjak itu mereka tidak lagi berkomunikasi,” terang Rangga. Hmm ... sudah jelas. Pasti ada sesuatu, karena setelah pertemuan tadi bukan hanya Ira yang sikapnya aneh ternyata tunangannya Kak Rangga juga begitu. Aku harus cari tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan mereka, ucap Levi dalam hati. Levi masih terlihat memikirkan sesuatu, sementara Ira masih termenung dari balik jendela kamarnya. Di bawah pantulan rembulan, dia duduk dengan tatapan kosong, angin malam berhembus sepoi-sepoi yang mengayunkan rambut panjangnya yang dibiarkannya tergerai. Ira masih membayangkan kejadian tadi dan membuatnya kembali meneteskan air mata kepedihan, hatinya masih terasa sesak mengingat pengkhianatan yang dilakukan sahabatnya sendiri. Chacha yang juga terlihat menangis di kamarnya merasa cemas dan takut setelah 5 tahun lamanya dia bertemu lagi dengan Ira. Dia memandang foto mereka berdua yang terlihat sangat akrab dan tertawa bersama dengan memakai baju dari hadiah masing-masing. Chacha memeluk foto yang dipegangnya seraya menangis tersedu-sedu. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD