Drama Pagi : Part 2

1564 Words
"Lo ninggalin Shilla lagi kan?" Ali hanya bisa menghela nafas mendengarnya. Cewek yang satu ini tahu saja. Padahal ia juga tahunya karena masih mencium sisa parfum Adshilla yang tertinggal di kursi. Ia baru saja masuk dan duduk di samping Ali. Tapi tak perlu mencium parfum segala pun ia sudah tahu. Akhir kisah dari perlakuan Ali ada Adshilla. Mungkin orang-orang di luar sana akan menyebutnya tidak manusiawi. Begitu lah Ali. "Gue heran. Lo bertiga tuh ya, satu sekolah tapi kayak orang asing," komennya sambil melihat ke arah jalanan. Yaa sekitar lima belas menit lagi mereka akan tiba di sekolah. Jaraknya memang tidak terlalu jauh kalau dari rumahnya. Selain itu, sejalur pula. Ali tak begitu repot kalau harus mengantar-jemputnya setiap hari. Dan cewek ini sedang membicarakan Ali dan kedua saudaranya, Adrian dan Adshilla. Ali dan dirinya sudah duduk di kelas XII. Baru saja naik kelas usai libur panjang. Sementara Adshilla dan Adrian baru saja masuk. Masa orientasi siswa bahkan baru saja selesai beberapa minggu lalu. Hampir sebulan lebih tepatnya. Namun perjalanannya di sekolah bersama perempuan ini tentu saja akan segera berakhir. "Mereka itu adek lo. Terlebih si Shilla noh. Kalau sekarang, lo kudu-kudu jaga tuh adek lo. Anak SMP gak seberandal anak-anak SMA. Mainnya gila. Apalagi yanh demen tawuran." Untuk ke sekian kalinya, Ali hanya bisa menghela nafas. Bukannya mendengar. Ia sudah bosan bahkan mendengarnya. Cewek ini selalu berbicara yang sama. Ia harusnya begini dan begitu lah. Masalahnya, kedua adiknya juga tak perduli. Yaaa dari SMP, mereka sudah terbiasa seperti ini. Sampai-sampai tak ada yang tahu kalau mereka bersaudara dan tinggal satu rumah. Kecuali bagi teman-teman yang memang sangat dekat. Salah satunya? Yaa cewek di sebelahnya ini. Cewek yang sudah membuatnya merasakan cinta sejak awal mengenal seragam putih biru. Namun sayangnya, status teman masih menempel bahkan hingga di tingkat akhir SMA ini. Ali ingin sekali membuat gebrakan baru dalam kehidupan asmaranya yang gelap. Gelap karena terjebak zona teman dan terperangkap tanpa bisa keluar. Kalau salah mengambil keputusan, hubungan mereka bisa hancur berantakan. Galau kan? Sungguh terjebak di dalam zona pertemanan itu memang tidak nyaman. Tapi Ali juga tak punya pilihan. Perasaannya sudah kuyu dan seolah menghamba pada cinta yang semu. Meski sebetulnya ada cinta yang lebih baik dan layak untuk diperjuangkan. Meski kalau kata Abinya, cinta saat sekolah itu nanti saja. Namun ucapan itu tentu saja dipatahkan okeh Umminya. Hahaha. Keduanya pernah memiliki kisah cinta yang rumit dan pelik. Berawal dari cinta menjadi benci. Lalu perpisahan lama bahkan hingga bertemu pun seolah tak akan ada harapan untuk tetap bersama. Walau pada akhirnya, takdir yang menyatukan. Karena jodoh itu tak akan pernah tertukar. Dengan remah-remah kisah itu pula Abinya mencoba menginspirasi mereka. Kalau jodoh tak akan ke mana. Mau yang perempuannya ke mana dan yang lelakinya ke mana. Pasti suatu saat akan dipertemukan. Iya kan? "Lo dengerin gak sih kata-kata gue?" "Dengeriiiin! Helaaaah! Emangnya gue b***k?" Jengkel sih tidak. Cara bicara Ali memang begini. Mungkin terdengar seperti cowok tempramen. Padahal tidak. Memang banyak yang sering salah paham dengan kepribadiannya yang dianggap kasar pada perempuan. Tapi sebetulnya tidak. Ia cenderung malu pada perempuan-perempuan yang baru dikenalnya. "Ya kan elo gitu. Masuk kuping kanan, keluar kuping kiri." "Itu lo tauk!" sungutnya dan langsung mendapat pukulan dari buku yang berada di tangan cewek itu. "Gue tuh ngasih tahu lo karena perduli. Lo kan abang. Harusnya bisa jaga adek-adek lo dengan baik." Ali mendengus. Ia kira kalau urusan tadi sudah selesai dengan ia mengiyakan. Tapi ternyata tidak. "Abang lo yang pertama udah nikah tuh. Udah gak tinggal serumah. Udah gak bisa ngurusin elo yang bebal begini. Abang lo yang kedua juga lagi kuliah jauh kan di Jogja. Lo sebagai orang ketig di rumah dan paling tua di rumah saat ini, kudu bisa diandelin lah. Giliran elo yang jaga adik-adik lo. Jangan cuma mikirin diri lo sendiri." "Omelan lo makin panjang ya. Heran gue!" "Apa?" ia menoleh. "Mau nurunin gue juga?" "Gue gak sejahat itu kali, Lova." Gadis itu mendengus. "Gak sejahat itu kata lo? Tapi lo malah ninggalin Shilla di jalan kan? Iya kan?" ia menggelengkan kepalanya. "Gue tuh tahu alur pikiran lo, Ali." "Iye-iye!" "Ck!" desisnya lantas segera turun dan meninggalkan Ali. Haaah. Ali menghela nafas. Ia malas saja kalau membawa Shilla di antara mereka. Takut adiknya melaporkan apa-apa yang ia bicarakan dengan gadis tadi. Ia kan sama sekali tak suka kalau ada yang ikut campur atau menyinyir urusan pribadinya. Dan lagi, ia sedang berusaha keras untuk memberi kode pada cewek itu kalau.....ia punya perasaan lebih. Apa gak terbaca perasannya? Ditambah dengan segala pengorbanan yang ia lakukan selama ini untuk gadis itu? Rumit-rumit. Ia menggelengkan kepala. Pikiran cewek-cewek itu memang rumit. Tak ada yang bisa memahami. Disaat para lelaki sibuk berpikir sederhana dengan logikanya, para perempuan justru berpikir rumit dengan perasaannya. Dan bagaimana mungkin mempertemukan orang yang menggunakan logika dan perasaan? Dari situ saja sudah jelas berbeda. Lantas bagaimana Abi dan Umminya bisa bersatu? Itu juga menjadi pertanyaan di dalam benaknya. Karena kepribadian keduanya jelas berbeda. Abinya liar seperti kuda. Hahaha. Itu kelakuan Abinya kalau di luar rumah. Sementara Umminya kalem dan lucu seperti kelinci. Lebih suka berlama-lama di rumah. Ia dan Lova? Aah ia tak paham. "Berantem lagi nih pasti sama si Ali," tukas Della. Ia bahkan sudah melihat bagaimana Ali yang lesu itu berjalan menuju kelas IPS. Sementara gadis ini satu kelas dengannya di kelas IPA. Lova mendengus. Siapapun sudah tahu dari raut wajahnya yang tampak menahan dongkol menghadapi Ali. "Tauk ah. Gak paham gue sama pikiran cowok." Della terkekeh. "Ya makanya kagak usah dipikirin, Va. Ada hal lain yang lebih patut dipikirin. PR Kimia misalnya. Lo udah ngerjain?" Gadis itu nyengir. Ia segera mengeluarkan buku tugasnya. Ia sengaja menyisihkan waktu untuk mengerjakan di sekolah. Mumpung mata pelajarannya masih lama. Masih ada waktu yang cukup banyak untuk menyelesaikannya. "Si Rahma udah datang belum sih?" Rahma, cewek paling pintar di satu angkatan mereka yang juga baik hati. Tak pernah komplain walau diconteki tiga kelas IPA sekaligus. Dia adalah orang yang selalu dicari-cari tiap ada tugas atau pun saat akan ujian. @@@ "Dari tadi juga Oma bangunkan!" omel Oma. Ia menggelengkan kepala sementara Opa malah terkekeh kecil. Cucu mereka yang sudah beranjak remaja itu baru saja bangun. Usai subuh malah tidur lagi. Walhasil omelan Oma berbuntut panjang. Semenjak beberapa tahun terakhir, cucunya yang satu ini yang sangat sering menginap di sini. Alasannya apa? "Ummik gak sempet ngurus Adrian, Oma." Hahaha. Karena terlalu banyak saudara, ia juga merasa dianak-tirikan. Padahal tidak begitu. Kedua orangtuanya terlalu banyak hal untuk diurusi. Abinya sibuk bekerja. Ya memang sudah jelas itu. Kalau Umminya? Yaa hanya di rumah sih, sibuk mengurus rumah tentunya ditambah mengurus kakek-nenek yang ada di sini juga. Airin kan yang selalu memasak semenjak Oma lebih banyak duduk di kursi roda. Kadang tangannya dan kakinya juga sering kesemutan atau tiba-tiba merasa ngilu. Ya maklum lah. Namanya juga orangtua yang sudah tua. Hampir setengah jam kemudian ia berangkat dengan motor gedenya. Dasi belum dikenakan. Baju juga belum dimasukan. Ia berangkat seadanya. Dari pada terlambat. Jalanan di pagi hari di Kota Depok itu selalu macet. Karena banyak yang berangkat bekerja dan sekolah sepertinya. Belum lagi ditambah angkotnya yang jumlahnya buanyak. Gak kalah sama suasana Jakarta. Ditambah lagi, arah sekolahnya memang arah menuju Jakarta. Tapi masih berada di sekitar perbatasan Jakarta dan Depok lah. Ya intinya semua itu bisa membuatnya terlambat. Ia tak begitu menikmati perjalanan. Asap mengepul. Meski sudah banyak kendaraan yang diganti agar menjadi lebih ramah lingkungan, tetap tak menjamin kan? Apalagi jumlah kendaraan terus meningkat kian bertambah tahun. Seiring meningkat pula jumlah penduduk. Sekitar dua puluh menit kemudian ia akhirnya tiba di depan gerbang sekolah. "s**l!" makinya. Jelas saja sudah terlambat dan gerbang sudah ditutup. Ia sudah telat selama hampir sepuluh menit. Adrian bergerak memutar ke arah samping pagar sekolah dan menitipkan motornya di rumah ibu warung. Kemudian berjalan melintasi gerbang depan sekolah dengan mengendap-endap. Tujuannya adalah gerbang samping sekolah. Yang berlawanan dengan rumah ibu warung. Tiba di sana, ia langsung memanjat pohon. Pohon besar itu bersandar tepat di dekat pagar sekolah. Ia bisa memanjat pohon dan menyeberang ke atas pagar lalu melompat turun. Pagarnya lumayan tinggi sih sekitar 3,5 meter. Kalau tak hati-hati atau mau mencoba-coba, mungkin bisa patah tulang. Parahnya, bisa sampai mati. Mau mencoba? "Heh! Telat yaaa?" Terdengar suara perempuan dari dalam gedung. Aaah posisinya juga tak jauh. Perempuan itu berdiri di belakang kelas dan kebetulan sedang berpatroli. Gadis itu baru bergabung selama satu minggu sebagai bagian dari Provos Sekolah. Salah satu sub-organinasi dari OSIS yang bertugas untuk menegakan kedisplinan dan ketertiban di lingkungan sekolah. Biasanya, ada dua atau tiga orang perwakilan dari setiap angkatan kelas X, XI dan XII. "Paaaak! Ada yang telat, Paaaaaak!" teriaknya. Adrian hanya bisa memaki sambil terburu-buru loncat dari atas pagar. Kemudian berlari kencang menuju kelas. Tapi sialnya..... "ADRIAAAAAAAAN!" Suara Pak Gemas sudah menggema. Kaki langkah Adrian terhenti. Ia sudah mengutuk perempuan yang sudah melaporkannya itu. Ia akan atur cara balas dendam terbaik untuk perempuan itu. Musuh bebuyutan sejak awal MOS alias Masa Orientasi Sekolah. Tidak pernah akur. Adrian juga tak tahu mengapa. Ia memang sudah sering akrab dengan masalah semacam ini. Persoalan terlambat masuk kelas, bolos, berantem, apalagi ya? Itu kan kenakalan remaja biasa. Yang penting ia tidak mabok-mabokan, merokok bahkan n*****a. Yaa istilahnya kenakalannya masih dibatas wajar. "Ke sini kamu! Berdiri di tiang bendera sama yang lain!" Perintah itu membuat Adrian mendengus. Ia terpaksa memutar balik langkahnya dan tak lupa mengirim delikan mata tajam ke arah cewek yang sedang menahan tawa. Puas. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD