Saingan

1150 Words
"Pe-er itu kepanjangannya apa heh? Pe-ker-ja-an ru-mah!" Ia mendikte temannya. Baru juga sampai di kelas tapi sudah rusuh. Namanya juga Adel sih. Satu kelas eeh satu sekolah juga tahu betapa rusuhnya Adel. Nama Adel memang terkenal karena nama belakangnya? Fahlevi maksudnya? Tidak. Tidak. Tidak. Tapi karena wajahnya banyak nangkring dipostingan-postingan para sepupunya. Sedari kecil kan memang sudah cantik dan menggemaskan. Pernah ditawari jadi bintang iklan ketika kecil tapi ummi dan abinya menolak. Mereka memang bersepakat untuk tidak mau anak-anak menjadi artis. Tapi kalau memang sudah karirnya harus ke sana dan memang anaknya yang mau ya silahkan. Karena kan, om-nya juga punya istri artis. Lalu sekarang, kakak sepupunya juga artis. "Berisik lo ah, Del. Mentang-mentang punya kakak yang bisa bantuin iih!" Teman-temannya mendumel. Ia hanya mengerucutkan bibir. Meski ada benarnya juga sih. Yang biasanya membantunya mengerjakan tugas yaaa? Semuanya kecuali Ali sih. Hahaha. Karena ia tak percaya dengan kakaknya yang satu itu. Otaknya kan agak-agak mencle yaa jadi ia takut ditipu. Hahaha. Biarpun Aidan dan Adrian bukan yang pintar-pintar amat dan yaa agak pecicilan seperti Ardan, mereka setidaknya akan serius ketika mengajarinya. Kalau Adshilla? Adshilla akan malas mengajarinya kalau terlalu bawel atau tidak kunjung mengerti meski sudah berkali-kali dijelaskan. Yaa memang harus sabar kalau menghadapinya. "Eh, gue bingung deh yang nomor tiga ini kayak gimana ngerjainnya," tukasnya. Ia mengeluarkan tugasnya lalu melirik buku yang dicontekin temannya. Ia melihat dan sama persis dengan miliknya. Maksudnya jawaban yang dibuat Adshilla yang sudah frustasi. Jadi akhirnya Adshilla yang mengerjakan dan ogah memberikan penjelasan. Hahaha. Yaaa ia tipe yang harus mengerti meski sudah ada jawabannya. Harus tahu karena nanti ujian bagaimana kalau tidak tahu? Ya kan? Ia melirik me sekitar. Hahaha. Siapa? Tentu saja mencari cowok yang sudah lama menarik hatinya. Yang namanya sudah tak asing juga. "Abiiiiii!" Ia memanggil usai menyalin jawaban nomor 3 itu di kertas lain lalu menghapus yang ada di buku. "Bantuin Adel dooong, Abiiii!" Nadanya terdengar manja. Teman-temannya yang lain sih sudah geleng-geleng kepala. Mereka tahu kok akhirnya akan bagaimana ini. "Adel kan gak bisa tuh yang nomor 3. Bantuiiiiin!" Ia sungguh mengiba. Bibirnya sengaja dibuat manja lalu mengambil duduk sebelah bangku Abi. Ya Abi bukan abi Akib loh yaaa. Ari, teman sebangkunya Abi, tadi sempat melirik ke arahnya tapi dipelototi Adel biar menyingkir. Maka jadi lah Adel yang menguasai bangkunya. Ia tetap menyingkir meski sudah tahu nanti hasilnya akan bagaimana. Hasilnya akan bagaimana? Nah...... "Emangnya ada yang lo bisa lakuin sendiri?" Tuuh kaan. Ari juga sudah menduga kok. Ia geleng-geleng kepala. Memang dasar Adel tak peka. Eeh benar kah begitu? Atau terlalu bucin? Ari juga tak paham dengan isi kepala Adel. "Kerjain aja sendiri sana. Emangnya gue guru lo?" Makin jleb. Beberapa teman sekelasnya tertawa. Sementara Fabian alias Abi itu sudah berjalan pergi bersama teman-teman lain. Adel mengerucutkan bibirnya. Ya gondok sih. Kadang juga sedih. Ia sudah tahu sih kalau akan berakhir mengenaskan dengan hati yang akan nelangsa. Ia sudah tahu kalau Abi itu gak punya hati. Taaapi yang namanya perasaan mau bagaimana lagi? Cinta baginya sulit memilih dan tak bisa meninggalkan. Meski sekian lama bertepuk sebelah tangan. Tapi Adel memang bukan orang yang akan pantang menyerah loh. Ia adalah orang yang sangat menyukai tantangannya. Apalagi Abi semakin menjauh ketika ia semakin mendekat. Hahaha. "Ngapain cobaa?" Teman sebangkunya geleng-geleng kepala ketika ia kembali duduk. Begitu jam istirahat dan berjalan menuju ke kantin, teman-teman satu gengnya mulai berceloteh. Ya memang tak jauh-jauh dari urusan Fabian sih. Maksudnya, mereka itu berupaya menyadarkan Adel kalau yang ganteng itu bukan hanya Abi. Masih ada kok cowok-cowok di luar sana yang juga semenarik Fabian. Kenapa tidak berpaling saja? "Kenapa sih lo gak nyerah aja l, Deeel?" Adel memonyongkan bibirnya. Salah satu dari temannya memesan makanan untuk mereka. Antrian di kantin selalu panjang. Apalagi bangkunya. Tapi yang namanya Adel selalu mendapatkan bangku. Satu sekolah ini juga kenal dengannya kan? "Tauk ih. Gak bosen apa dari dulu naksirnya si Abi doang?" Yaaaa memang sih. Dari kelas satu SD ia naksir Fabian. Bayangkan, anak kelas satu SD jatuh cinta itu cinta apa namanya? Cinta monyet? Hihihi. Awalnya ia juga mengira cinta monyet. Tapi sepertinya itu salah menurut pendapatnya. Karena cintanya bertahan sampai sekarang. Dari kelas satu SD sampai sekarang sekarang sudah 13 tahun dan duduk di kelas 8 SMP. Mungkin sekitar tujuh tahun lamanya ia naksir cowok itu. Waktu 13 tahun itu bukan lah waktu yang sebentar. Tapi jangan salah loh. Adel baru menyadari perasaannya disaat duduk kelas enam SD. Baru mulai ngebet-ngebet ya saat itu. Saat ia sadar kalau terasa aneh tiap didekat Abi. Padahal dulu Abi itu baik padanya. Namun ya ketika semua berubah, Abi ikut berubah. Apa karena tidak suka padanya? "Nyerah itu gak elegan tauuuuuk!" Ia selalu mencari alasan untuk membenarkan perasaannya. "Ya iyaaa laah gak elegan! Tapi kalo lo dicuekin terus dikasarin gitu. Masa lo masih suka sih? Kalo gue nih, yang ada udah maraaaah!" Teman-temannya yang lain mengangguk. "Dia kan kasarnya bukan cuma sama gue kaliii!" Temannya menepuk kening. "Sama semua cewek juga, dia begituuuuu." Bibirnya sampai monyong karena saking membela dirinya. Teman-temannya pusing? Enggaaaak. Sungguh sudah biasa kareja sudah mengenal Adel. Meski sebagian darinya baru mengenal Adel saat duduk di kelas ini. "Tapi liat deh tuh! Tuh! Kecuali sama si itu-itu. Si Isabella! Mana pernah tuh dijutekin sama si Abi!" "Tauk tuh lihat deh, Dee. Dia diperlakukan manis banget tuh sama Abi! Lihat aja cara senyumnya dan gaya dia ngacak-ngacak rambutnya wuuiih. Manis kan?" tutur Gea yang tak sengaja memanas-manasi. Bukannya mau kompor. Dia hanya asal nyeplos saja. Mereka semua spontan menoleh ke arah meja di mana hanya ada Abi dan Isabella yang duduk di sana. Ya tak begitu jauh lah dari mereka. Adel tentu ngilu melihatnya. Meski sudah terbiasa juga sejak lama. Karena ia tentu sangat mengenal gadis itu. Sedari kecil, ia juga sudah sering melihat pemandangan semacam itu. Pemandangan yang selalu membuatnya cemburu. Gadis itu memang selalu ada di antara mereka. Ya di antaranya dan Fabian. Bahkan sejak dulu, semua orang menduga kalau Abi menyukai cewek itu. Isabella. Itu namanya. Nama dari saingannya. Walau yah Adel selalu menyangkal. Selalu mengatakan kalau Isabella dan Fabian itu bersahabat sejak kecil. Tapi itu malah menjadi bumerang. Walau gosip-gosipnya sekarang, cewek itu katanya sedang didekati salah satu kakak kelas mereka. "Udah laaah. Mending sama Kak Aldo aja, Del," sahut yang lain. Ya dari pada Adel semakin sakit hati kan? "Iya tauk, Del. Yang pasti-pasti aja. Kak Aldo bahkan lebih perfect dari pada dia." "Iyaa tuh beneer!" Benar-benar tak ada yang mendukungnya. Alasannya kan jelas ya? Mereka tak mau Adel patah hati. Mereka menyaksikan bagaimana sikap Abi selama ini padanya. Tak ada yang istimewa. Ia diperlakukan sama dengan cewek-cewek lain. "Mendingan juga move on tauk, Deel!" Walau sedih. Matanya tetap saja tak teralihkan dari Fabian dan Isabella di depan sana. Hidup itu harus berani mengambil resiko jangan cuma mau cari aman saja. Apalagi malah terjebak di zona nyaman. Ohooo Adel bukan tipe yang seperti itu looh. Jadi kalau disuruh mundur? Tidak akan! @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD