Ramalan

1007 Words
Dua bulan berlalu. Akan tetapi, ramalan itu tak menghilang walau pun Lucifer--sang raja kegelapan--telah mengerahkan semua pasukannya untuk membunuh setiap keluarga pemburu di Bumi Nusantara ini. Ramalan kegelapan mengatakan, bahwa telah lahir seorang anak manusia dari keluarga pemburu iblis yang memiliki kekuatan istimewa dan dapat menghancurkan raja kegelapan. Sementara itu, Ki Prana telah membawa Raka ke sebuah hutan yang sangat jauh dari area kehidupan manusia. Ia sengaja menjauhkan Raka dari semua manusia, sebab Ki Prana tahu, bahwa Raka adalah anak di dalam ramalan kegelapan.  Semasa hidup, Rama pernah menceritakan tentang mimpinya pada Ki Prana yang memperlihatkan bahwa anak dikandungan istrinya adalah seorang anak istimewa yang dapat membawa cahaya ketika dunia mulai kehilangan arah. Maka dari itu, Ki Prana bertekad untuk membesarkan Raka sebagai pendekar kuat yang dapat mengalahkan iblis-iblis di muka bumi ini.  Hiyaaah! Tangan kecil Raka mencoba untuk menyerang Ki Prana yang berdiri di hadapannya. Gerakan Raka masih sangat lambat, ia baru saja memulihkan diri dari kejadian paling menyedihkan di hidupnya. Namun, seiring waktu berjalan, dendam atas kematian kedua orang tuanya semakin membesar. Tubuhnya yang rapuh tak menghalangi niat Raka untuk berhenti melatih kecepatan agar ia bisa segera menemui takdirnya. Ki Prana menghindari serangan dari Raka, ia memperhatikan setiap gerak-gerik anak sahabatnya itu dengan teliti. Saat Raka kembali menebaskan pedang ke arah dirinya, ia segera menangkis dan membuat pedang Raka terpelanting. "Maaf, Ki. Aku harus lebih giat lagi," ucap Raka merasa bersalah karena tak bisa menyerang dengan kecepatan maksimal. Ki Prana tersenyum. Ia mengambil pedang besi dan berjalan kembali ke arah Raka yang terlihat sedih, dirinya sadar bahwa usia Raka masih belum cukup untuk berlatih pedang tajam, tetapi tekad anak kecil itu cukup kuat untuk bisa membalas kematian kedua tuanya. "Tidak apa-apa, Raka. Kamu harus berlatih menggunakan hatimu, jangan kemarahanmu," ucap Raka sembari mensejajarkan diri dengan anak lelaki itu. "Tapi bagaimana caranya, Ki? Aku tak bisa, ketika aku mengingat ayah dan ibu, aku pasti marah dan ingin membunuh mereka semua," jawab Raka sembari menggenggam erat jemarinya. Ki prana mengelus lembut rambut Raka sembari berkata, "Kemarahan bisa membuatmu kuat, tetapi juga bisa membunuh sisi kebaikan di dalam dirimu, Raka. Jadi, mulai sekarang kamu harus bisa mengendalikan amarahmu itu, jangan sampai kau merusak sisi manusia di dalam tubuhmu, Nak. Berlatihlah dengan sungguh-sungguh, suatu hari kamu pasti bisa membalaskan dendam kematian orang tuamu," jelas Ki Prana dengan lembut. Raka menunduk, ia mencoba meresapi kata-kata dari Ki Prana, tetapi hatinya masih tetap terasa janggal. "Aku ingin segera membalas mereka, Ki," lirihnya. "Raka, kedua orang tuamu pasti melihat kamu di sini, mereka pasti tidak ingin kamu hidup dengan dendam membunuh seperti itu. Kita memang harus membalas mereka, tetapi tidak dengan kemarahan, itu hanya merugikan kita." "Baiklah, Ki. Maafkan aku," ucap remaja itu. "Tidak apa-apa, ayo kita latihan lagi. Kali ini, kau harus memperhatikan semua yang aku jelaskan dengan baik." "Baik, Ki." Ki Prana mulai mengajari Raka hal-hal tentang ilmu bela diri, walaupun umur Raka masih sangat belia, tetapi ia cukup cepat menangkap semua penjelasan dari Ki Prana, sehingga Raka dapat mempelajarinya dengan teliti. Setiap kali Ki Prana melihat Raka, ia seperti melihat Rama di dalamnya. Raka memang sangat mirip dengan Rama, mereka mempunyai paras yang tampan dengan tubuh tegap. Bahkan, tekad keduanya pun sama-sama besar, jika menginginkan sesuatu maka ia harus mendapatkannya, apa pun cara yang harus ditempuhnya. Hari demi hari berlalu. Kemampuan Raka mulai meningkat, walaupun latihan harus tetap dibatasi karena tubuh Raka yang masih belia, tetapi tanpa diduga Raka mampu mempelajari tingkat kanuragan terendah. Remaja itu mampu mengolah tenaga dalam samar, walaupun di usianya ia masih belum bisa menyerang menggunakan ilmu kanuragan. Untuk menunjang latihan, Ki Prana selalu memberikan latihan dengan misi-misi tertentu, latihan itu membantu melatih Raka dalam membentuk kecepatan serta kekuatan yang ada di dalam tubuh Raka. Suatu hari, Ki Prana memberikan misi untuk menangkap seekor burung berwarna biru di hutan, tetapi ia tak boleh membunuhnya.  Raka menyanggupi misi, ia segera membawa busur panah yang telah diubah sebelumnya. Raka mengganti anak panah dengan sebuah bambu yang ketika terlontar akan melepaskan seutas tali dengan besi di masing-masing sisi, itu berguna untuk menjerat kaki burung tanpa melukainya. Raka berjalan masuk ke dalam hutan bagian barat dari pondok tempat tinggalnya bersama dengan Ki Prana. Ia memasuki wilayah hutan yang paling banyak ditumbuhi oleh pepohonan tinggi menjulang karena tingkat keberhasilan menemukan burung biru akan menjadi lebih tinggi jika semakin lebat hutannya. "Seperti apa bentuk burung biru itu?" tanya Raka lirih sembari berjalan melintasi semak belukar. Remaja itu mengedarkan pandangan ke arah sekitar, tetapi ia tak melihat adanya tanda dari burung biru. "Jika namanya burung biru, pasti warnanya juga biru," lirih remaja itu mencoba untuk memahami misinya. Tak ingin menyerah, Raka kembali menyusuri tengah hutan untuk mencari burung biru. Dirinya tak berniat untuk pulang jika belum menemukan burung yang diincarnya. Setelah cukup lama Raka melangkah, remaja itu menghentikan langkah tepat di balik sebuah pohon beringin besar. "Burung itu ...," lirih Raka terpesona ketika melihat seekor burung dengan bulu berwarna biru terang yang tengah bertengger di ranting pohon. "Akhirnya aku menemukannya," ucap Raka senang.  Tanpa berlama-lama, ia segera membidikkan anak panah buatannya ke arah burung yang seperti tak menyadari kehadiran Raka di sana. Crats! Anak panah melesat dengan sangat cepat menghampiri burung biru itu. Bidikan Raka tepat sasaran, anak panahnya melepaskan seutas tali yang menjerat kaki burung. Tak berapa lama kemudian, burung biru itu pun jatuh di atas rerumputan. "Yeah! Aku berhasil!" seru Raka. Ia segera bergegas menghampiri burung biru, tetapi tiba-tiba manik matanya membulat sempurna. Raka tak menyangka jika burung biru yang dibidiknya bukanlah burung biasa, melainkan burung jadi-jadian. Burung cantik dengan warna yang indah itu pun perlahan-lahan berubah, ia menunjukkan wujud aslinya sebagai bentuk siluman, wujudnya cukup mengerikan dengan tubuh setengah manusia dan berkepala burung biru. Manik mata siluman terlihat merah menyala, sedangkan kedua lengannya dipenuhi bulu-bulu halus berwarna biru kehitaman. "Aaaarrrggghhh! Siapa yang berani menggangguku!" seru siluman burung itu marah. Raka terpaku, ia sebelumnya tidak pernah berniat untuk melawan siluman. Akan tetapi, kini keadaannya sungguh terdesak. "Maafkan aku ... aku tadi tidak sengaja," ucap Raka lirih. "Minta maaf?! Aku tak butuh itu! Aku hanya butuh nyawamu!" seru sang siluman murka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD