Chapter 1

1087 Words
Memiliki perusahaan sendiri tentu saja memusingkan dan menyita banyak waktu. Tetapi tidak untuk Deborah William. Perempuan berumur tiga puluh tahun ini tahu caranya mengatur waktu. Kapan dia bersenang-senang, serius, dan memiliki waktu untuk sendirian. Wajah cantik berdarah keturunan Amerika-Australia ini selalu berhasil menyita perhatian para laki-laki di luar sana. Tidak hanya cantik, tatapan matanya mampu menghipnotis siapa saja yang melihat, dan mereka akan jatuh cinta seperti halnya melihat Medusa. Bibir s*****l berikut polesan lipstick warna yang sedang trend, menjadi modal utama saat menunjukkan senyum menggoda bagai senjata ampuh yang siap melepaskan kecupan demi kecupan. Tubuhnya seksi penuh lekukan indah layaknya model-model Victoria Secret. Jangan lupa bahwa dia tinggi dan memiliki kaki jenjang. Ukuran d**a sudah pasti di atas rata-rata. Bokongnya juga berisi dan menggoda. Deborah mengenakan pakaian yang mempertontonkan segala lekukan yang mampu membuat laki-laki di luar sana tergoda. Dia memiliki segala figur yang semua perempuan butuhkan. Figur sempurna untuk mencari laki-laki hidung belang di luar sana yang haus akan belaian. Seperti malam sebelumnya, pemilik perusahaan ternama William's Company yang bergerak di bidang properti ini berada di salah satu klub malam bersama ketiga sahabatnya. Beberapa pasang mata laki-laki di luar sana sempat mendaratkan pandangan pada mereka yang mengenakan pakaian menggoda. Mereka berempat memang sering datang ke beberapa klub malam untuk menghabiskan malam panjang yang tersisa, sebelum esoknya kembali bekerja. Memang tidak setiap hari pergi ke klub, hanya saja datang sambil duduk menikmati kopi Americano di coffee shop bukan pilihan yang tepat untuk bersenang-senang. Definisi bersenang-senang untuk perempuan berumur kepala tiga seperti mereka adalah tempat yang mampu membangkitkan gairah. Ya, contohnya seperti klub malam atau bar. Beberapa bartender, pelayan, atau pemilik klub yang mereka datangi sampai hafal. Mereka berempat sampai mendapatkan julukan, 'Poison Angels'. Konyol. Julukan itu terdengar konyol di telinga mereka walau sudah terdengar ke mana-mana, makanya mereka begitu terkenal di klub mana pun. Julukan mereka bukan sembarang julukan. Julukan itu mewakili mulut mereka yang terdengar manis namun beracun, sentuhan mereka memabukkan namun juga mematikan. Yang paling penting, tidak ada yang mampu menolak pesona mereka. Keempat perempuan mandiri ini memiliki moto hidup yang sama, yakni; ‘jika tanpa sebuah pernikahan kita mampu bahagia, jadi lebih baik sendiri seumur hidup daripada tersiksa dalam cinta yang penuh dusta.’ Sungguh aneh. Tetapi mereka memiliki jalan pemikiran yang sama. Pernikahan bukan tujuan akhir dalam hidup mereka. "Deb, apa kau tahu kalau matamu menjadi perhatian bagi kebanyakan orang di luar sana? Aku juga menginginkan mata indah seperti milikmu." Lovely membuka bahan pembicaraan, nadanya terdengar iri bercampur kagum. Lovely Olivia Blair—perempuan berumur 30 tahun yang memiliki wajah cantik, rambut lurus  kecokelatan, serta mata cokelat, keturunan Amerika-Inggris. Dia pemilik Lovely’s Way, perusahaan terkemuka di bidang kuliner. Restorannya sudah tersebar di belahan bumi mana pun. Dia sudah mahir memasak sejak menginjak bangku SMA. Keingintahuannya akan bumbu-bumbu masakan, mencoba berbagai resep, menjadikan Lovely mahir dalam urusan memasak. Wajar kalau dia menggeluti bidang yang memang menjadi kesukaannya. "Aku setuju dengan Lovely. Andai saja aku memiliki mata indah seperti itu tentu aku akan lebih sering menggoda laki-laki di luar sana." Kali ini Amanda menimpali dengan tawa yang pecah. Ucapannya berhasil menimbulkan gelak tawa ketiga sahabatnya. Amanda Wijayakusuma—perempuan cantik yang memiliki bola mata berwarna hitam pekat keturunan Indonesia–Perancis. Umurnya boleh 30 tahun, tetapi wajah babyface–nya seperti remaja berumur 18 tahun. Dia menjadi satu-satunya yang betah menjajaki karier sebagai sekretaris. Walau sebenarnya orangtuanya di Jakarta telah mewariskan perusahaan besar, Wijayakusuma's Corp–jasa di bidang transportasi udara seperti pesawat atau helikopter. Sayangnya, Amanda tidak berambisi menekuni bidang bisnis. "Bukannya wajahmu yang imut seperti anak umur belasan itu selalu berhasil menggoda laki-laki di luar sana, Amanda?" sambung Sasha dengan nada bicara yang lebih dewasa dibandingkan yang lain. Dia memberi tatapan seolah-olah meledek Amanda. Shakeela Alyce Montez—perempuan cantik berumur 31 tahun ini memiliki rambut pendek sebahu berikut mata warna hitamnya, keturunan Spanyol-Lebanon. Perempuan yang mempunyai sapaan Sasha adalah pemilik perusahaan Beauty & Co—perusahaan di bidang ritel pakaian yang tersebar luas di seluruh penjuru dunia seperti Deborah dan Lovely. Tidak hanya memiliki perusahaan, Sasha juga ikut andil dalam merancang pakaian yang dia jual. Prestasi terbesarnya ketika dia berhasil menunjukkan pada dunia bahwa rancangan pakaiannya patut diberi apresiasi saat muncul dalam acara New York Fashion Week setahun silam. Kalimat Sasha barusan berhasil membuat mereka kembali tertawa. Deborah William—perempuan yang biasa disapa Debbie oleh rekan-rekannya, mengambil sebuah cermin berukuran kecil dari dalam tas. Dia memandangi mata yang terpantul dari cermin yang dia pegang. Warna kedua bola matanya memiliki warna berbeda. Mata kirinya berwarna biru muda sementara mata kanannya berwarna hijau. Konon di dunia kedokteran ini adalah kelainan yang disebut heterochromia, namun matanya tetap berfungsi dengan normal. Heterochromia sangat jarang di belahan dunia, benar-benar langka. "Matamu sangat indah Deb! Jangan di pandangi terus." Sasha menyenggol bahu Deborah yang berada tepat di sebelahnya. Deborah terkekeh sebelum akhirnya memeluk Sasha dan mendaratkan kecupan pada pipi bertabur blush on warna peach. Amanda dan Lovely saling bertukar pandang, sepakat mengeluarkan kalimat yang sama seraya memasang raut wajah meledek. "Eww!" Lagi dan lagi, mereka kembali tertawa bersama. Di tengah tawa mereka, ada hal yang menarik perhatian Amanda. Seorang laki-laki mengerlingkan mata menggoda pada perempuan berwajah babyface itu. Entah kebetulan atau memang laki-laki itu sengaja, mata mereka memang sedang tertuju pada dance floor. “Cepat pergi sana, laki-laki itu menggodamu. Tunjukkan padanya kalau kau bukan perempuan yang mudah tergoda dengan sekali kerlingan saja." Sasha menyarankan. "Sepertinya laki-laki itu perlu diberi kecupan panasmu." tambah Lovely. Gelak tawa Amanda kembali terdengar. "Tunggu, aku akan kembali lagi nanti. Jika tidak kembali, kalian pulang saja duluan." Tanpa meminta persetujuan, Amanda sudah bangkit dari tempat duduknya. Amanda sengaja menggigit bibir bawahnya dengan wajah menggoda. Hanya butuh waktu beberapa detik akhirnya laki-laki itu datang menghampiri. Tanpa permisi, Amanda sudah menghilang bersama laki-laki tersebut di tengah hingar-bingar klub. Lovely melirik Deborah sembari meraih segelas wine miliknya yang masih tersisa. "Kau tidak mau bergabung dengan mereka, Deb?" "Nope. Aku terlalu malas untuk turun dari tempat duduk empuk ini," sahut Deborah seraya merapikan rambutnya yang sempat berantakan karena embusan angin pendingin ruangan, yang berada tepat di atas kepalanya. "Kalau begitu aku saja yang ikutan." Sasha menyela seraya bangkit dari tempat duduknya. Dia menunjukkan senyum penuh arti sebelum akhirnya pergi menghilang dari pandangan mereka berdua. Deborah melirik jam tangan Rolex Lady miliknya. "Sudah saatnya aku pulang. Sampaikan salamku pada mereka." Kali ini Deborah berdiri. Dia mengeluarkan beberapa lembar dollar bernominal cukup besar di atas meja. Lovely mengangguk seakan mengerti. Menit berikutnya Deborah pergi berlalu dari sana, membiarkan sahabatnya sendirian menikmati wine yang tengah dia teguk. * * * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD