8. Hari Buruk Bagi Robin

1021 Words
Keadaan ruang pemotratan tampak begitu mencekam. Melihat apa yang terjadi pada Emily, beberapa orang berteriak histeris. Ketakutan, itulah yang dirasakan Emily. Dia benar-benar cukup sial, entah apa yang tengah terjadi di dalam hidupnya, dengan terbata-bata ia berkata, “Apa yang kau inginkan?” Emily berkata, suaranya bergetar masih dengan todongan pisau di lehernya. Hera begitu shock melihat apa yang terjadi pada Emily. Dia mencari keberadaan Robin. “Robin … di mana kau?” Hera memekik bersamaan dengan Galen yang baru saja datang. “s**t. Ke mana pria itu, seharusnya dia selalu di samping Non Emily.” Robin yang baru saja datang, masih dengan napas tersegal-segal melihat Emily, ia pun bertanya, “Apa yang terjadi?” Hera tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. “Matamu buta, ya? Nona Emily diancam pisau. Lakukan sesuatu. Pria itu—“ Hera cukup panik, ia bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa pada Robin. Robin mengeluarkan senjata dan mengarahkan pada pria yang tengah menyandera Emily. Melihat ada anacaman. Sekali lagi, pria itu mengacungkan pisau ke arah depan dan sesaat kemudian pisau tersebut kembali di arahkan leher “Kau telah membuat hidupku hancur,” geram pria yang tidak dikenal itu. Melihat Emily tengah dalam bahaya, Robin berusaha untuk mengambil alih tetapi saat pria tidak dikenal itu kembali mendekatkan pisau ke leher Emily membuat Robin mengurungkan niat. Dia tidak bisa membuat Emily dalam bahaya. Emily hanya bisa menahan napas karena takut jika dia melakukan sesuatu akan berdampak buruk padanya. “Apa yang kau inginkan?” tanya Emily dengan nada pelan, terbata-bata. Dia cukup sial dalam beberapa bulan ini. Sudah beberapa insiden membuatnya dalam bahaya. Pekan lalu, ia baru saja hampir dibunuh dan sekarang jadi sendera. “Kau telah membuat hidupku hancur!” Pria itu begitu kekeh mengatakan hal yang sama berulang kali. Robin menatap pria yang tengah menyandera Emily tetapi apa yang dilakukannya membuat Hera semakin panik karena tidak ada pergerakan dari Robin sama sekali. “Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” “Shut up. Berhentilah berpura-pura, aku tahu kau yang membuatku seperti ini.” Pria itu semakin mendekatkan pisau ke arah lehar Emily. “Jika kau membunuhku, kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan,” ancam Emily pada pria itu. “Dia tidak akan mengikuti perintah lain selain perintahku,” tambahnya. “Jangan berani mengancamku.” “Terserah, tapi dia tidak akan bertindak kecuali aku yang memberikan perintah! Kau lihat pria yang berada di dekat seketretarisku, dia bahkan bisa membunuh saat ini juga tapi dia menahan dirinya.” “Siapkan mobil,” perintah pria itu. Robin mengikuti setiap pergerakan yang dilakukan pria itu. “Ku bilang siapkan mobil,” titah pria itu lagi dengan nada tegas. “Siapkan mobil,” kata Hera sambil melihat ke arah salah satu pengawal. “Ba—baik.” “Cepat,” tegas Hera, yang begitu takut melihat senjata berada di kepala Emily, yang kapan saja akan mengeluarkan peluru, jika pria itu menarik pelatuk senjata. “Apa yang kau lakukan, kenapa kau tidak membantu Nona sama sekali.” “Diamlah. Apa kau tidak bisa melihat kondisi Nona Emily dalam bahaya? Huh? Aku tahu apa yang kulakukan, jadi diamlah.” Robin membentak Hera yang sejak tadi mempertanyakan fungsinya sebagai seorang bodyguard. “Berjalanlah, dan antar aku ke tempat mereka sekarang juga,” perintah pria itu tetapi saat melihat Robin membuatnya kesal. “Apa yang kau lakukan? Apa kau ingin wanita ini mati sekarang juga?” tanya pria itu. “Aku hanya melakukan tugasku untuk menjadi bodyguardnya. Lakukan apa yang ingin kau lakukan padanya,” ucap Robin membuat Emily dan Hera terkejut. “ Langkah kakinya beriringan dengan langkah kaki milik Robin menuju Lift, sedangkan beberapa pengawal lebih memilih untuk menuruni lantai menggunakan tangga darurat, termasuk Hera. Mobil telah disiapkan oleh para pengawal Emily, berwarna merah sangat jelas terlihat di mata pria itu Masih dengan ancaman yang sama, pria menuntun Emily sampai di dalam mobil, tetapi berbeda kali ini. Robin tidak lagi menggunakan senjata karena dia berada di luar perusahaan. “Biarkan aku yang menyetir,” pinta salah satu pengawal, tetapi mendapatkan tatapan tidak suka dari pria itu. Tidak hanya tatapan tapi sebuah ancaman dengan pisau di leher Emily. Semua tidak bisa berbuat apa-apa. “Tidak, aku tidak butuh orang lain,” kata pria itu sambil mendorong pria yang menawarkan untuk menjadi sopir saat itu. “Tidak perlu, biar aku yang menyetir,” tegasnya dengan tatapan tajam. Pria itu begitu sibuk dengan apa yang tengah dia lakukan pada Emily, tanpa dia tahu jika Robin telah menyelinap masuk ke dalam mobil lewat bagasi mobil. Emily mengikuti apa yang diperintahkan padanya sambil masuk ke dalam mobil sedangkan pria yang berada di sampingnya mulai menyertir sesekali Hera yang baru saja sampai di lobi segera berlari ke arah mobil Emily, sayang sekali mobil majikannya telah berlalu. “Nona…” pekik Hera, dia benar-benar tidak bisa menahan lagi untuk tidak khawatir. “Cepat. Ikuti Nona muda,” ucap Hera memberikan perintah. Beberapa mobil pengawal tengah mengikuti mobil Emily dari jarak sekitar 300 meter. Mobil berwarna mereka milik atasannya itu, sangat jelas terlihat oleh mereka dari kejauhan. Mobil keluaran pertama, dan hanya beberapa di Indonesia, serta desain yang unik, menggambarkan ciri khas seorang Emily. Sangat mudah di kenali oleh mereka. “Aargghh…” Pria itu berteriak histeris. “Apa yang kau inginkan dariku? Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan,” ucap Emily mencoba untuk membuat pria yang saat ini bersamanya bisa tenang dan tidak melakukan hal-hal bodoh. “Kalian memang orang kaya, selalu merendahkan orang-orang yang tidak selevel dengan kalian,” gerutu pria itu. Pria memperhatikan sekeliling mereka, beberapa mobil pengawal berada di jarak tertentu, melihat dari kejauhan mobil Emily. Tiba-tiba saja mobilnya menambah kecepatan. “Ada apa?” tanya Emily. “E—“ Pria itu bingung. Wuss… Mobilnya tiba-tiba saja melaju kencang di jalanan. Membuat jantung Emily berdegup dengan kuat. “Kenapa kau menambah kecepatan mobil?” tanya Eketra. “Bukan, bukan aku. Aku tidak—Aaaa…” Tiba-tiba mobil yang mereka naiki melaju dengan cepatnya di jalan. Tidak memperdulikan mobil yang tengah berada di depannya. Pria itu membanting setir menghindari mobil yang ada di depannya saat itu, membuat Robin yang berada di belakang bergeser ke arah samping.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD