9. Ketengangan di Dalam Mobil

1380 Words
Sebelum insiden mobil yang tiba-tiba melaju cepat. Terjadi perdebatan di antara mereka. “Apa maksudmu? Aku tidak paham,” bantah Emily. “Anda yang membuat istriku meninggal!” Emily tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria itu. “Kecelakaan itu— Emily mulai paham. Apa yang dikatakan oleh pria itu. Kecelakaan yang menimpanya, memang memakan cukup banyak korban. “Itu kecelakaan!” Namun, emosi pria itu mereda malah semakin bertambah. “Kalau bukan karena kecelakaan itu, rumah sakit tidak akan focus padamu. Istriku bisa melahirkan dan kami bisa hidup dengan bahagia bersama bayi kami!” Deg! Jantung Emily berdegup. Dia pikir istri dari pria yang menyanderanya mengalami kecelakaan bersamanya. Nyatanya, karena semua dokter terfokus padanya saat kecelakaan, itulah yang menyebabkan masalah dimulai. “Jadi, apa maumu? Kau ingin uang?” “Tidak. Aku tidak bunuh uangmu. Kau harus—“ Perkataan pria itu terhenti karena merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Jangan bercanda, jelas-jelas kau yang mengemudi,” bentak Emily. Dia berpikir jika saat ini pria yang tengah bersamanya tengah menakut-nakutinya. “Aku tidak bercanda, bukan aku yang melakukannya,” ucap pria itu sambil menekan pedal rem. Dia sendiri bahkan kebingungan, dia berkali-kali mencoba merem tapi itu tidak berhasil, bukan berhenti tapi malah kecepatannya bertambah. “Lakukan sesuatu, lihat ke depan,” betak Emily. “Kalau kita kecelakaan, apa kau akan bertanggungjawab jika aku mati, huh?” Robin yang menyadari jika tidak ada yang beres dengan mobil yang tengah dibawah oleh pria itu, segera keluar dari bagasi mobil. “Sialan. Aku tidak percaya aku melakukan hal ini,” umpat Robin membuat Emily dan pria yang menyandera Emily terkejut melihat kehadiran Robin di dalam mobil. “K-kau apa yang kau–” “Hei, menyetirlah dengan benar, jika kau tidak melakukannya, kita bisa mengalami kecelakaan,” ucap Robin, dan benar saja mobil tiba-tiba tidak dapat di kontrol. “Bu—bukan aku. Aku tidak melakukan apapun!” Robin melihat ke arah luar, melihat ada sebuah pengendara motor yang tengah berada di dekat mereka. Mobil milik Emily kini menyalip mobil-mobil di depannya, raut wajahnya terlihat begitu ketakutan, ketika beberapa kali pria itu menabrak mobil yang berada di depannya ketika dia menghindar. Terjadi beberapa kecelakaan yang terjadi. Dia tidak bisa menghindar, ketika mobilnya terus saja melaju, hanya bisa membanting setir ke arah jalan, agar tidak mengakibatkan kecelakaan pada mereka. “Rem mobil tidak berfungsi,” seru pria itu penuh dengan kekhawatiran di dalamnya. “Rem mobil tidak berfungsi,” pria itu kembali mempertegas apa yang tengah dialami. Raut wajahnya terlihat sangat panik saat itu, membuat Robin pun ikut panik untuk beberapa saat. “Apa maksudmu?” tanya Robin. “Ku bilang, rem mobil tidak berfungsi,” tegas pria itu lagi. “Jangan bercanda,” sangka Robin. “Kenapa aku harus bercanda disaat seperti ini. Rem mobilnya benar-benar tidak berfungsi,” tegas pria itu sambil menginjak beberapa kali rem mobil, tetapi tidak berfungsi. Emily menjadi semakin takut, dia baru saja mengalami kecelakaan, masa harus mengalami kecelakaan lagi. Itu benar-benar membuatnya sangat frustasi. Robin begitu sigap dengan apa yang sedang terjadi, dia tengah mempelajari situasi yang tengah terjadi saat itu membuatnya melihat ke arah luar. Kini matanya terfokus pada sebuah motor yang tengah mengejar mereka. “Hei, apa anak buahmu selalu mengawalmu menggunakan motor?” tanya Robin pada Emily. “Tidak. Untuk apa memakai motor, semua pengawalku menggunakan mobil,” jelas Emily. “A-apa yang terjadi?” tanya pria yang menyandera Emily. Dia benar-benar ketakutan. “Kau ingin selamat ‘kan? Buka pintu mobil,” titah Robin tetapi pria itu menatap ke arahnya. “Kubilang buka pintu mobil,” tegas Robin lagi. Baru saja pria itu membuka pintu mobil, Robin menendangnya keluar. Pria itu benar-benar keluar dari dalam mobil, dan Robin pun mengambil alih. Robin mengambil kemudi, sambil melihat ke kaca spion mobil ada pengendara motor yang jaraknya tidak jauh dari mereka. “Sial, siapa mereka sebenarnya,” umpat Robin saat itu sambil membanting setir mobil agar terhindar dari mobil-mobil yang berada di depan mereka saat itu. “Berpeganglah dengan kuat, Em.” Robin tidak memanggil Emily dengan sebutan Nona tetapi dengan nama. Jarak motor yang dilihat oleh Robin begitu dekat. Saat itu suasana jalan raya begitu ramai, karena saat itu mulai jam pulang kantor. Cahaya lampu kendaraan saling bertabrakan dari arah berlawanan. “Sial…” umpat Robin. “Ada apa?” tanya Emily sambil melihat ke arah Robin. “Jangan mene—“ Belum selesai apa yang dikatakan Robin, mobil telah menabrak mobil yang ada di depannya. Membuat mobil yang di depannya berhenti, sedangkan mobil milik Emily tetap saja melaju, tidak bisa mengurangi kecepatan, namun kecepatan mobil tersebut makin melaju. “Ahh…” pekik Emily sambil berpegangan. Bruk! Cttt Iiikkk… Suara mobil milik Emily dengan mobil yang ditabraknya terdengar. Ada suara ban mobil tengah berhenti tiba-tiba terdengar. “Jangan khawatir, kita pasti akan selamat. Berpeganglah dengan erat,” tegas Robin. “T-tapi—” Buk! “Kubilang, berpeganglah dengan erat. Kau ini, keras kepala atau bodoh sih?” Robin menaikan satu oktaf suaranya. Robin begitu kesal, ada Emily yang tidak bisa diperingatkan. “Yak…” Emily kesal. “Berhentilah mengomel di situasi saat ini. Jika kau ingin mati jangan pernah mengajakku,” ucap Robin membuat Emily terdiam. Robin melihat ke arah belakang, samar-samar terlihat sebuah motor yang tengah mengejar mereka. Berpakaian serba hitam, wajahnya tidak terlihat karena tertutup dengan helm. “Aku melihat ada motor yang mendekat ke arah kita.” “Mereka mungkin pengawalku,” terka Emily. “Benarkah? Kurasa bukan,” sanggah Robin sambil memperlaju mobilnya, dan motor yang di belakang pun ikut melaju, mengimbangi apa yang tengah dilakukan oleh Robin. Focus Robin ada pada kemudi, ketika dia tetap menatap ke arah depan, menghindari mobil yang akan di tabraknya karena kecepatan mobil yang tidak bisa dia kendalikan. Ada sebuah tab control yang tengah di pegang oleh seorang pria di belakang pria yang tengah membawa motor. Robin sesekali melirik. “Sial, sepertinya banyak yang ingin kau mati,” umpat Robin, sambil melihat ke arah Emily. “Aarrgghh…” teriak Emily. “Apa yang kau lakukan?” tanya Emily menaikan satu oktaf suaranya, sambil berpegangan dengan erat, takut jika dia akan mengalami hal yang tidak diinginkan. “Pasang sabuk pengamanmu dengan kuat, jangan lupa berpegangan dengan erat,” Robin lagi-lagi memerintah. Walaupun Emily tidak suka diperintah, dia tetap menuruti apa yang dikatakan oleh Robin. “Hei… Apa yang kau lakukan?” tanya Emily lagi, kali ini dengan suara lebih tinggi. “Diamlah, kau tidak lihat jika kedua orang di belakang menginginkan nyawamu. Jika kau ingin selamat, maka diam. Aku akan menambah kecepatan mobil,” “Kamu gil—Aaaa…” Belum selesai Emily berucap, Robin menancap gas mobil dan melaju, dengan Robincang di jalanan. Menyalip beberapa mobil yang tengah berada di jalan. Ketika jarak mulai jauh, Robin lengah motor kembali melaju mendekat, dan makin menaikan kecepatan control membuat Robin kalang kabut untuk mengambil alih kemudi. “Tolong buka kaca jendelanya,” perintah Robin. “Tidak bisa!” “Siaaaal…” gerutu Robin. “Terus coba, aku akan mempercepat laju mobilnya,” ucap Robin. Emily hanya bisa menganggukkan kepalanya, tidak lupa tangan kanannya terus mencoba untuk membuka kaca jendela mobil. Robin melirik ke arah samping, melihat ke arah kaca spion. Bruk! Brak! Tidak terhitung, berapa banyak mobil yang ditabraknya, dan berapa kecelakaan yang terjadi di hasilkan oleh mereka berdua, tidak sedikit mobil yang saling bertabrakan satu sama lain. “Ini terlalu cepat.” “Diam, berisik amat sih. Bikin kupingku panas. Mataku belum buta,” protes Robin, nada suaranya terlihat begitu kesal, Emily hanya terdiam ketika itu juga. “Pengawalmu, sebenarnya ke mana sih? Nggak becus banget, harusnya mereka sudah menyadari apa yang terjadi padamu. Apa jangan-jangan mereka yang ingin kau mati.” Emily menatap tajam ke arah Robin, ada rasa kesal di ujung perkataan pria itu. “Jangan lupa kaca jendela tetap buka, jika masih ingin hidup,” “Apa hubungannya kaca jendela dengan hidup?” tanya Emily seketika menghadirkan sebuah sentilan di dahinya. “Bodoh…” kata Robin sambil menyentil dahi milik Emily. “Awww… Kau berani menyentil dahiku?” Emily mengusap dahi miliknya yang karena disentil oleh Robin. “Ya, bodoh tetap bodoh. Mau hidup atau enggak sih? Jika ingin hidup lakukan apa yang kuperintahkan, jika tidak, jangan salahkan aku. Aku nggak mau mati dengan Presdir sepertimu, nyulik orang seenaknya.”

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD