2. Tawaran Menjadi Bodyguard

1222 Words
Robin tengah berada di sebuah lokasi terpencil di tengah hutan untuk latihan menembak. Ia fokus membidik target di depannya dan menarik pelatuknya dengan mantap. Suara letusan senjata menggema di sekitar lokasi latihan. Tiba-tiba, ponsel Robin bergetar dan mengalihkan perhatiannya. Ia melihat pesan masuk dari Jason, pelatih dan mentor sekaligus teman satu-satunya di dunia pembunuhan ini. Pesan itu berisi permintaan agar Robin segera kembali ke kota karena Jason ingin membicarakan tugas baru. Robin menghela nafas panjang, ia tahu betul bahwa ketika Jason meminta untuk bertemu, itu berarti ada tugas penting yang harus dilaksanakan. Ia menutup ponselnya dan melihat target latihan yang telah hancur di hadapannya. Dengan rasa lega, Robin mengumpulkan senjata dan peralatan latihan, lalu menuju ke mobilnya. Ia memacu mobilnya ke arah kota dengan cepat, tak sabar untuk mengetahui tugas apa yang akan diberikan oleh Jason. Sampai di apartemen Jason, Robin langsung masuk dan menemui temannya itu di ruang tamu. Jason menyambutnya dengan senyum ramah, tapi Robin tahu betul bahwa di balik senyum itu, ada tugas berbahaya yang menanti."Siapa targetku selanjutnya? Tanganku sudah gatal ingin membunuhnya sekarang juga," ucap Robin tak sabaran. "Sabarlah sebentar Robin. Ini bukan tugas untuk membunuh seseorang," jawab Jason. "Jadi?" Robin mengerutkan kening. Dia biasanya ditugaskan untuk membunuh seseorang berdasarkan target yang diberikan oleh Jason karena Robin adalah seorang pembunuh yang sangat profesional. Bahkan, banyak orang yang menggunakan jasanya. Mereka ingin menggunakan jasa Robin karena dia sangat pandai menutupi jejaknya. Sementara polisi tidak mencium baunya sama sekali. "Ada tugas baru, Robin. Kali ini agak berbeda dari yang biasanya. Klien kita adalah seorang artis terkenal, tapi sayangnya dia buta," kata Jason serius. “Artis buta?” Robin berpikir sesaat dia semalam mendapatkan tawaran untuk menjadi bodyguard juga. Emily adalah artis terkenal yang kehilangan penglihatannya setelah mengalami kecelakaan mobil. Dia awalnya kesulitan beradaptasi dengan keadaan barunya dan merasa putus asa. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, Emily bertekad untuk tidak menyerah dan mulai belajar hidup dengan keadaannya yang baru. Dia belajar teknik-teknik baru untuk mengelola kebutuhan sehari-harinya dan mulai mengenal dunia melalui suara, bau, dan sentuhan. Emily tetap melakukan pertunjukan yang luar biasa dan menjadi inspirasi bagi orang-orang yang mengalami kesulitan serupa. Kehilangan penglihatannya bukanlah akhir dari hidupnya, melainkan awal dari perjalanan baru yang menuntunnya pada pencapaian yang luar biasa dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Robin langsung terkejut dan memandang Jason dengan tatapan tidak percaya. “What? Kamu bercanda kan?" "Tidak, Robin. Aku serius. Ini adalah tawaran pekerjaan yang sangat menarik dan bergengsi. Kita akan mengawal artis buta yang sangat terkenal di dunia hiburan." Robin masih terdiam, tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Dia masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Are you serious, Jason? Don't joke with me, ok?" gerutu Robin menghina. Jason menganggukan kepala, membenarkan. “Cih. Aku tidak sudi. Aku menjadi pengawal seorang wanita? Apa yang akan mereka katakan tentangku, seorang pembunuh profesional menjadi pengawal.” Robin benar-benar menolak mentah-mentah tawaran yang diberikan Jason untuknya. "Dengarkan penjelasanku dulu." "Tidak. Aku menolak. Berikan tugas ini pada orang lain. Aku tidak ingin mengkhawatirkan seorang wanita. Apakah kau meremehkan kemampuan saya?" tanya Robin sambil mengangkat alis. "Aku tidak bermaksud begitu, Robin. Aku memberimu tugas ini karena aku percaya pada kemampuanmu, Robin," jawabnya, menjelaskan kesalahpahaman Robin kepadanya. "Serahkan tugas itu pada Rendra. Aku benar-benar sedang tidak mood," kata Robin malas. Serius, seorang pembunuh profesional bagaimana dia bisa merawatnya? Sungguh lelucon yang tidak menyenangkan pikirnya. “Yah Robin. Saya mempercayakan tugas ini padamu. Tolong pertimbangkan kembali semua ini." Jason menepuk pundak Robin dan meninggalkannya sendirian di sana. Robin terlalu malas untuk memikirkannya. Dia sama sekali tidak tertarik dengan tugas konyol yang diberikan Jason kepadanya. Robin melanjutkan latihan menembaknya. Dia tidak ingin memikirkan apa yang seharusnya tidak dia pikirkan. Langkah kaki seseorang mendekati Robin. Orang ini dengan kuat menepuk pundak Robin. Dengan gerakan cepat, Robin berbalik dan meraih lengan pria itu, menekuk lengannya ke belakang. "Astaga! Lepaskan aku!" Dia berteriak. "Latihan lebih banyak lagi." Robin dengan kasar melepaskan tangan pria itu. "Mengapa kamu begitu kasar, sih." Dia memegang tangan yang sepertinya telah dipelintir oleh Robin. "Kamu lemah," ejek Robin. "Sangat bangga. Jangan menyombongkan diri," katanya masam. "Aku pantas mendapatkan kebanggaan karena itu sesuai dengan kemampuan saya," kata Robin dengan bangga. "Um… terserah kamu. Jason menyuruhmu makan siang segera," kata pria itu. “Pergi dulu. Aku akan segera menyusul." Robin kembali ke latihannya. Dia mulai fokus pada satu titik dan kemudian menarik pelatuk pistolnya ke sana. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan lagi. "Aku ingin makan sebelum makan siang.” Pria itu menjauh dari Robin. “Tunggu Rendra.” Robin menghentikan pria itu untuk pergi. "Ada apa?" Rendra bertanya dengan malas. "Kamu benar-benar menyukai seorang wanita?" tanya Robin, masih fokus pada senjata yang dipegangnya. Sepertinya dia menembakkan peluru ke pistol favoritnya. "Tentu saja. Saya orang biasa. Bagaimana mungkin aku tidak menyukai seorang wanita. Pertanyaanmu sangat aneh," jawab Rendra dengan nada suara. "Kalau begitu kau harus melakukan tugasku," kata Robin serius. "Bagus. Saya sudah memiliki pekerjaan lain. Ayo kita lakukan,” Rendra menolak dengan tegas. "Saya tidak yakin apakah kau akan menolak misi ini." Robin terus fokus pada latihannya. "Apa maksudmu?" tanya Rendra bingung. "Jason menugaskanku untuk menjadi pengawal seorang wanita yang sangat cantik. Maukah kamu menerimanya?" tanya Robin, berbicara kepada pria itu. Robin juga tidak tahu apakah dia cantik atau tidak. Karena Robin tidak pernah bertemu dengannya. Katakanlah seorang wanita cantik karena dia seorang wanita. Toh, dia mengatakan itu agar Rendra menerima tawaran itu. "Kamu pikir aku semudah itu dibodohi?" Rendra hanya menunjukkan wajah sinis. "Mengapa aku harus mengkhianatimu? Itu tidak baik untukku. Kamu bukan korban yang baik. Kamu harus tahu itu." "Tidak apa-apa, akui saja. Aku yakin wanita itu pasti sangat jelek. Itu sebabnya Kau tidak mengambil tugas ini. Dengar, aku hanya menyukai wanita cantik dan seksi. Tidak semua wanita. Saya seorang pria pemilih. Anda mendengarnya,” kata Rendra puas. "Apakah kamu pikir kamu tampan?" Robin membalikkan tubuhnya ke arah Rendra. Dia bahkan memiliki senyum mengejek di wajahnya. “Tentu saja. Kalau saya tidak tampan, wanita cantik tidak akan mendekati saya,” jawab Rendra sambil tersenyum. “Jangan lupakan Rendra. Kau pernah menerima cinta dari seorang wanita. Bahkan Anda siap untuk bersujud di hadapannya. Sejauh yang kutahu, pria tampan tidak pernah memohon cinta seorang wanita, melainkan mengaguminya dan memohon cinta pria tampan. Benar ‘kan, Rendra?" tanya Robin tajam. "Sial! Jadi maksudmu kamu laki-laki tampan?” Wajah Rendra langsung memerah karena marah. "Tentu saja. Karena aku tidak pernah memohon cinta wanita mana pun. Apalagi aku harus meminta cinta seperti milikmu." Robin sengaja menimbulkan harga diri Rendra. "Apa aku harus memberimu pujian?" "Aku tidak meminta dan tidak membutuhkannya," jawab Robin samar. “Jangan bangga dulu. Kenapa? Karena tubuh kau tidak pernah menikmati tubuh wanita. Aku lebih suka bertanya daripada menikmati setelah itu. Tanganmu hanya bisa menyentuh pisau dan senjata dibandingkan denganku. Sedih banget,” Rendra tersenyum menanggapi sifat konyol Robin sekarang. "Pernahkah kau mendengar pepatah? Barang murah sangat diminati dan mudah didapat oleh semua orang. Adapun produk mahal, mereka tersembunyi dengan baik dan asli. Faktanya, hanya orang-orang khusus yang dapat menyentuhnya. Ingat! Menyentuhnya saja tidak; memiliki mereka . Jadi kau bisa berpikir betapa istimewanya aku." Robin tersenyum penuh kemenangan. "i***t!" Rendra melemparkan wajah Robin. "Dengar, aku masih menghormati Jason. Kalau tidak, aku akan mematahkan lenganmu ini tanpa ampun. Mengerti!" Robin cepat-cepat menjabat tangan Rendra. "Awasi saja, kau. Aku akan kembali ke sana!" Setelah mengatakan itu, Rendra pergi, meninggalkan Robin di halaman belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD