BR#2

1092 Words
                Rose menghela nafas panjang, menatap kembali foto-foto yang tertempel di dinding. Rasanya ada yang tidak asing, ingatan-ingatan yang buram membuat Rose seperti orang bodoh selama ini. “Sepertinya ada yang sudah menyembunyikan sesuatu? Tapi.. apa?” lirih Rose.                 Rose mengambil langkah menuju jendela, menatap ribuan bunga yang menghitam, memang aneh setiap bunga itu di cabut dan di bawa menjauh dari tempat ini mereka akan kembali berwarna cerah bukan hitam seperti ini. “Siapa mereka yang ada dalam memoriku? Kamu tau Lucy?” tanya Rose yang membuat sebuah bayangan hitam keluar dari bawah telapak kakinya.                 Bayangan hitam yang saat ini mencari tempat gelap untuk menunjukan jati dirinya, seekor serigala putih dengan bulu halus dan mata merah menyala, serigala yang sekarang menatap tepat di manik mata Rose. “Kamu akan tau, tapi bukan saat ini,” jawab Lucy yang membuat Rose mendesah pasrah.                 Lagi-lagi itu jawaban yang di lontarkan oleh Lucy dan Joe, sebenarnya apa yang mereka sembunyikan? Semua menjadi runyam, membuat Rose sulit untuk bergerak bebas. “Tapi Lucy, semua memori itu membuat aku seperti orang bodoh, seolah menjadi pembatas untuk aku bergerak. Aku ingin tau Lucy, apa yang sebenarnya terjadi?” geram Rose yang membuat Lucy mengehela nafas pasrah, ini yang ia khawatirkan selama ini, sifat Rose yang menyebalkan kembali berulah di saat yang tidak tepat seperti ini, sekarang bukan . “Jika kamu tau, kamu akan apa Rose? Membuat keadaan menjadi lebih baik?” Serigala putih itu mendecih, menatap sebal ke arah Rose yang menggeram dan membuang muka. “Setidaknya aku tidak seperti orang bodoh yang hanya bisa dilarang ini dan itu.” Rose mengucapkannya dengan pelan, mengehela nafas panjang dan menatap ke arah seriga putihnya. “Kadang aku bingung Lucy,” lirih Rose, “sebenarnya aku siapa? Kenapa ada kamu Lucy, kenapa aku harus berdiam di tempat yang jauh dari hiruk piruk kehidupan yang lain, kenapa?”                 Seolah ada beban berat, Rose menyimpuhkan dirinya di lantai, hawa dingin seolah menjadi pendukung kondisi saat ini, langit tiba-tiba berubah menjadi gelap pekat, suara petir mulai bersahutan dari arah luar. “Rose bangun, kendalikan diri kamu.” Lucy berjalan ke arah Rose, mengangkat lengan Rose dengan kepalanya, tapi semuanya hanya sia-sia, tubuh Rose sama sekali tidak bergeming dengan tindakan Lucy, membuat Lucy kalang kabut saat ini. ‘Kumohon kalian kemari, ini akan berbahaya..’ lirih Lucy pada dirinya, kembali ia coba membuat Rose kembali sadar dengan dirinya tapi nihil. “Nona... nona... apa anda baik-baik saja? Nona...” teriakan dari arah pintu membuat Lucy menghela nafas panjang. “Masuk Joan... masuk...” teriak Lucy dengan tubuh yang semakin melemas. Suara yang ia keluarkan tadi seolah bukan apa-apa, hanya angin lewat dalam kondisi seperti ini.                 Gedoran dari arah pintu masih terdengar dengan jelas, teriakan masih saling bersahutan. Tapi, semua hanya suara yang sayup-sayup bisa terdengar oleh Rose dan Lucy, karena sekarang tubuhnya memilih untuk menyerah dengan keadaan. ‘kumohon, bantu Rose kembali..’ batin Lucy sebelum tubuhnya berubah menjadi bayangan dan kembali menyatu dengan tubuh Rose yang sudah tidak sadarkan diri. ****                 Perasaan Joan menjadi tidak tenang saat Nancy dan Ken sudah pergi dari hadapannya, langkah kaki yang seharusnya berjalan ke arah ruang tamu harus terhenti saat angin yang berembus berbeda dari biasanya. Angin yang sama dengan yang biasa ia rasakan saat Rose bersama dengan kelompok mereka, suasana Rose yang buruk dan perasaan yang dulu hancur. “Ini perasaan saja atau memang ada yang berbeda?” ujar Joan yang berjalan ke arah jendela, menatap cuaca yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi gelap. “Joan bodoh...” satu pukulan melayang tepat di perut Joan membuat tubuhnya terhuyung sesaat. Joan mengernyit, “apa maksud kamu hah? Tiba-tiba datang dna memberikan sambutan pukulan? Kamu gila?”                 Joan memegang perutnya yang terasa mati rasa, pukulan Kevin tidak bisa dianggap main-main, apalagi jika kondisinya sedang kacau, semua yang terkena pukulannya hanya akan menjadi mati rasa untuk waktu yang tidak bisa disebut sebentar. “Cukup Ken.. Joan sepertinya tidak tau apa-apa, jadi cukup bersikap bodoh di kondisi kita saat ini” suara Nancy terdengar bersama dengan Nancy yang datang bersamaan dengan kabut tipis putih. “Ada apa Nancy? Apa ini tentang Rose?” tanya Joan yang diangguki oleh Nancy. “Kita harus segera pergi ke tempat Rose, perasaanku udah gak enak dari tadi. Kamu liat di luar? Cuaca yang sama seperti saat Rose kecewa dulu Joan, dan.. penglihatanku tadi, kondisi Rose sudah memburuk.” Jelas Nancy yang membuat Joan menggeram dan berlari ke arah ruangan yang saat ini sedang Rose tempati.  ‘kumohon bertahan Rose, bertahan demi kita..’ ucap Joan dalam hati.                 Joan menghentikan langkahnya saat berada di hadapan pintu kayu hitam. Nafas Joan memburu sedangkan matanya menatap nanar pintu di hadapannya. Satu tepukan membuat Joan mengalihkan pandangannya, kedua kornea mata Joan menangkap sosok Nancy yang tersenyum menenangkan dan Ken yang menatap datar ke arahnya. “Kamu panggil Rose, kalau misalnya kita yang memanggil, yang ada gak bakalan bener, malah nambah kekacauan.” Joan hanya mengangguk. “Nona... nona... apa anda baik-baik saja? Nona...” teriak Joan dari arah luar tapi yang terdengar hanya suara bisikan lirih. “Kita dobrak aja?” tanya Kevin yang diangguki oleh semua.                 Joan berjalan mundur dan mencoba mendobrak pintu di hadapannya, tapi hasilnya nihil, pintunya engga untuk terbuka membuat Joan mendesah pelan. Lagi, Joan mencoba untuk mendobrak dan hasilnya sama, malah tubuhnya terhuyung beberapa meter dari sebelumnya. “Masih sama ternyata,” gumam Ken yang menatap kegiatan Joan yang seperti orang bodoh. “Mau berapa kali kamu dobrak? Pintunya tidak akan terbuka sama sekali.” Ujar Ken yang menahan tubuh Joan yang akan mencoba mendobrak pintu itu kembali. “Nancy kamu coba untuk membuka pintu ini dengan mantra yang ribet itu, sedangkan aku dan Joan akan mencoba untuk mendobrak pintu bersamaan. Gak boleh ada yang egois di sini, semua harus bersamaan, sesuai hitunganku.” Nancy mengangguk dan mencoba menfokuskan dirinya, tapi.. “Sebentar..” suara lelaki tua menghancurkan fokus Nancy, Ken, dan Joan. “Joe?” ucap Nancy saat membalikan badannya.                 Lelaki tua yang sekarang membawa keranjang berisikan mawar-mawar hitam yang mulai melayu, tersenyum ke arah mereka bertiga. Membuat Joan mendesah pelan dan membantu Joe membawa keranjang itu. “Apa kalian akan datang hanya dengan tangan kosong? Bawa ini.” Joe menyerahkan keranjang tersebut kepada Joan. “Satu hal yang jangan pernah kalian lupakan, Rose memang menyebalkan, maksudku, aku sudah bersama dia sejak p*********n awal dulu, tapi yang aku tau, dia tidak akan pernah melupakan bunga kesayangannya.” Tutur Joe yang diangguki oleh mereka bersama. “Joe lalu sekarang?” “Nancy gunkana mantramu, Joan taburkan bungan mawar yang layu itu di sekitar pintu, dan kau Ken dobrak pintu saat aku sudah menghitung sampai 5. Kalian faham?” “Oh iya, jangan ada yang membawa tubuh Rose dari tempat ini kecuali aku? Mengerti?” “Kenapa?” selak Ken dengan nada kesal. “Ingat, Rose memiliki serigala yang dalam keadaann tidak sadar akan membunuh siapapun yang mengganggunya? Bau yang dia kenali hanya aku selama ini, terutama di penciuman Lucy.”                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD