BAB 1

1124 Words
Beberapa tahun sebelumnya... Wanita itu mempercepat langkahnya. Sembari memperhatikan jam di tangan kiri, dia terus berlari menuruni anak tangga. Mempunyai pekerjaan baru tiga hari yang lalu belum membuatnya beradaptasi dengan baik. Terlebih dirinya harus tidur hingga larut malam hanya untuk menyelesaikan pekerjaan. "Aduh," pekik Kailen. Tubuhnya reflek membungkuk. Sebelah tangannya mengelus pergelangan kaki kiri yang terkilir. Kailen menegakkan tubuhnya. Dengan menahan rasa sakit di sekitar pergelangan kaki, dia kembali melanjutkan langkahnya. Dirinya benar-benar tidak boleh terlambat satu detik pun hari ini. Kailen menaiki sebuah bus menuju kantornya, MHC. Perusahaan industri yang bergerak di bidang Houseware itu berdiri kokoh ditengah kota Los Angeles. Sembari menunggu sampai di tempat tujuan, Kailen membuka tas. Dia mengambil buku catatan dari dalam tas lalu membukanya. Dengan teliti Kailen mengecek ulang jadwal bosnya. Setelah merasa sudah mengingatnya, Kailen memasukkan buku catatannya kembali. Membutuhkan waktu sampai lima belas menit untuk bus yang ditumpanginya sampai di depan gedung perusahaan MHC. Sepanjang jalan Kailen memperhatikan keadaan luar. Dirinya masih belum percaya menjadi seorang sekretaris pemilik perusahaan. Ini adalah pengalaman pertamanya hingga seringkali dia melakukan kesalahan. Dan tentu saja, semua kesalahannya tidak pernah luput dari gertakan Adam Miller. Kailen bangkit berdiri saat bus berhenti di halte yang dekat dengan tujuannya. Dia pun berjalan keluar untuk turun dari bus. Kantor MHC berada di seberang jalan sehingga Kailen harus menyeberang terlebih dahulu. Tanpa membuang waktunya yang sangat berharga, Kailen berlari masuk ke dalam gedung pencakar langit itu. Dia menaiki sebuah lift bersama rekan kerjanya yang lain. Dan tujuan Kailen di lantai lebih tinggi dibanding karyawan lain yang berada satu lift dengannya. Sampainya di lantai dua puluh, Kailen keluar dari lift. Dia segera menyiapkan secangkir kopi lengkap dengan kudapan favorit bosnya. Lima menit kemudian Kailen sudah siap dengan nampan berisi secangkir kopi dan sepiring kue kering. Kailen masuk ke dalam ruangan bosnya yang terletak tepat di samping meja kerjanya. Kailen membuka pintu, dia berjalan menuju meja kerja yang bertuliskan nama Adam Miller, Wakil Ketua. Diletakkannya nampan tersebut di atas meja. Kailen segera menata beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Adam. "Kau harus datang lebih pagi. Bila perlu sebelum matahari terbit." Kailen tersentak. Dia hampir menumpahkan secangkir kopi. Tubuhnya berputar menghadap sosok pria yang berdiri tegap di hadapannya. Sorot mata yang tajam lebih dari cukup mengintimidasi dirinya. Kailen menundukkan kepala sejenak sebelum akhirnya menatap wajah bosnya. "Selamat pagi, Sir," sapa Kailen. Suaranya sedikit bergetar akibat rasa terkejut. "Maafkan saya, Sir. Saya akan mengusahakan untuk datang lebih pagi," sambungnya dengan senyuman. Tersenyum adalah satu hal yang wajib dia lakukan. Sebenarnya Kailen merasa tidak senang untuk melakukan satu hal itu yang menjadi tuntutan pekerjaannya. Adam mengabaikan salam dari Kailen. Dirinya berjalan melewati Kailen dan duduk di kursinya. Kailen pun memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah Adam. "Itu beberapa berkas yang harus Anda tandatangani, Sir. Saya juga sudah menyiapkan jadwal untuk Anda dapat mengunjungi pabrik," lapor Kailen. "Jam berapa kita akan pergi ke pabrik?" tanya Adam tanpa menoleh ke arah Kailen. Seketika dirinya dihipnotis oleh setumpuk berkas hingga membuatnya bersikap seolah tidak ada orang lain di hadapannya. "Pukul sembilan sampai pukul sebelas. Setelah mengunjungi pabrik, Anda ada jadwal makan siang bersama Mr. Cullen di restoran Macepion," jawab Kailen. "Macepion?" Adam mengernyitkan keningnya. Dia melirik ke arah Kailen hingga membuat Kailen merasa bingung. Apa ada yang salah dengan jawabannya? Bola mata Kailen bergerak gusar menyadari tatapan bosnya. "Kau bahkan tidak bisa mengucapkan nama restoran favorit Mr. Cullen dengan benar?" Adam berucap dengan nada yang terdengar mencemooh Kailen. "Memang sejak awal kau tidak bisa bekerja dengan baik," sindir Adam. Dirinya kembali berfokus pada berkas-berkas itu. Kailen menggigit bibir. Dia menundukkan kepala mendengar sindiran Adam. Kailen menyadari jika sejak awal dirinya tidak pernah cocok menjadi seorang sekretaris. Tapi jika memang seperti itu, kenapa dirinya yang tidak mempunyai pengalaman sama sekali justru menjadi sekretaris Adam dalam perusahaan itu. "Apa tidak ada jadwal apapun sebelum jam sembilan?" Adam kembali bertanya. "A-ada, Sir. Jam—" Jawaban Kailen terpotong oleh suara gubrakan meja. Sontak tubuh Kailen terlonjak kaget. Bahkan kedua matanya memerah menahan airmata yang hampir memenuhi pelupuk matanya. Kailen mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia menatap cemas bercampur takut. "Sudah berapa kali aku katakan padamu untuk melaporkan jadwalku dengan benar! Seharusnya kau melaporkan jadwalnya dari urutan jam yang benar! Kau bahkan belum lancar berbicara. Tidak ada seorang sekretaris yang berbicara gagap sepertimu!" Kailen menarik napasnya dalam-dalam saat suara Adam justru melengking masuk ke dalam gendang telinga. Jari-jari tangannya saling meremas satu sama lain. Dia harus menenangkan dirinya, menguatkan kedua mata untuk tidak menangis di hadapan bosnya. "Maafkan saya, Sir. Saya tidak akan me—" "Mengulangi kesalahan, lagi? Sampai kapan kau akan berhenti mengatakan itu, heh? Kau memang tidak becus bekerja." Adam memberi jeda pada ucapannya saat menatap Kailen yang menundukkan kepala. Seolah mengatakan tidak berani menatap wajahnya. "Laporkan jadwalku dengan benar," suara Adam sedikit pelan dari sebelumnya. Kailen terdiam sejenak. Perlahan kedua matanya menatap Adam yang sedang berkutik dengan pekerjaannya. "Pukul tujuh tiga puluh menit Anda akan menghadiri rapat di ruang auditorium, pukul sembilan hingga sebelas siang Anda mengunjungi pabrik, pukul dua belas Anda makan siang bersama Mr. Cullen di Machepion. Pukul dua siang ada pertemuan dengan Mr. Xing, beliau akan datang kemari. Pukul tiga lebih tiga puluh menit, diperkirakan Mr. Dawson akan sampai di bandara, Anda harus menjemputnya dan langsung mengadakan pertemuan penting di restoran makanan Itali. Pukul—" Kailen menghentikan penjelasannya saat melihat Adam mengangkat sebelah tangannya. "Kosongkan jadwalku dari setelah pertemuan dengan Mr. Dawson." "Tapi, Sir—" "Kau atur ulang jadwalku. Aku ada urusan penting nanti sore." "Baik, Sir," Kailen menjawab pasrah dengan senyum yang ketara dipaksakan. "Kembali ke mejamu," perintah Adam. Kailen menundukkan kepala sejenak, lalu mengucapkan salam sebelum melenggang meninggalkan ruangan Adam. Pintu ruangan itu tertutup. Kailen mendesah kasar. Langkahnya tertuju ke arah meja kerja miliknya. Dia duduk di sana. Tidak ingin mendapat bentakan dua kali di pagi hari, Kailen segera berkutik dengan pekerjaannya. Dia mulai mengatur ulang agenda Adam dari pukul enam sore hingga sepuluh malam. "Selamat pagi, Mr. Laurent. Saya ingin menginformasikan jika Mr. Miller tidak bisa bertemu dengan Anda sore nanti," ucap Kailen di telepon. Dirinya menampakkan senyum meskipun tahu jika lawan bicaranya tidak melihat senyumnya. "Saya akan mengatur ulang jadwal pertemuan Anda dengan Mr. Miller." Kailen diam sejenak untuk mendengar ucapan lawan bicaranya, "Baik Sir. Pertemuan Anda dengan Mr. Miller akan dilaksanakan besok pukul sebelas siang." Pena dalam genggaman jari Kailen mulai bergerak, menuliskan agenda baru untuk besok. "Maaf Sir, pukul sembilan pagi Mr. Miller ada acara opening cabang perusahaan Ourano Corp. Jadi beliau tidak bisa menolak undangan acara opening tersebut." Kailen tersenyum lebar saat Mr. Laurent bersedia bertemu pada pukul sebelas siang. Dia pun segera mengakhiri panggilan telepon itu setelah mengucapkan salam. Saat Kailen hendak menghubungi kolega bisnis yang lain, dia melirik ke arah interkom yang berbunyi. "Kopimu terlalu manis. Buatkan aku kopi yang baru."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD