She's Mine

2080 Words
"s**t! Digembok, Rey!" Umpat Deny ketika sudah mendapatkan akun pria yang disinyalir sebagai Mister. Rey menjentikkan jari seakan pertanda mendapatkan ide brilian. "Gue follow dia pake akun palsu. Gue yakin dia pasti accept dan dari situ kita bisa ngelacaknya, Den." Seru Rey, yakin jika idenya akan berhasil. Setidaknya ia harus mendapatkan tempat tinggal dan seluk beluk mengenai pria bernama akun Edoardo94 itu. Deny mengangguk setuju dengan ide Rey, untuk menemukan empat wanita yang selama ini menghilang harus mengenal terlebih dahulu target, modus dan motifnya. Tanpa menunda waktu, Rey membuat akun palsu dan tentu saja dengan nama seorang wanita. Setelah selesai membuat, ia pun memfollow edoardo94 dan menanti notifikasi dan berharap Mister mengkonfirmasi secepatnya. Rey merebut ponsel dari tangan Deny yang sejak tadi hanya senyam senyum sendiri sambil memandang beberapa foto pada satu akun di i********:. "Hei!" Seru Deny bermaksud mengambil kembali ponsel dari tangan Rey tapi pria berambut gondrong itu tersenyum melihat foto seorang wanita cantik. "Wow.. cakep nih cewek! Siapa, Bro?" Tanya Rey, penasaran. Sepanjang ia berteman, Deny tidak pernah mengenalkan wanita yang menjadi kekasihnya atau sebagai gacoan.  Deny memang tampan dan sedikit genit pada wanita tapi hanya untuk menggoda atau mengusik tanpa bermaksud menjadikannya sebagai kekasih. Bahkan beberapa gadis cantik banyak yang mendekati, mengajak jalan atau kencan tapi Deny selalu menolak dengan berbagai alasan. Deny kembali merebut ponselnya. "Kepo aja, Lu." Sahutnya. Rey terkekeh lalu meledeknya. "Alah..palingan cinta pertama, Lu. Iyakan?!" Tebak Rey, yakin dari raut wajah Deny yang berubah menjadi serius. Rey bangkit dari kursi lalu membungkuk bermaksud untuk mengintip ponsel Deny lagi. "Siapa namanya? Kenalin lah.."Ledek Rey lagi tapi Deny tertawa kecil dan mengangkat dagunya. "Rahasia!" Jawab Denny, singkat. Rey mendengus. "Gak asik, Lu!" 'Ting' Rey terkejut mendengar notifikasi dari ponselnya berbunyi. Ia memeriksa ponsel ternyata notifikasi yang ia nantikan sejak tadi. "Yes! Di accept, Bro!" Ujarnya setengah berteriak. ⚫⚫⚫ Beberapa jam kemudian, Rumah Edoardo - Bogor "Kamu sudah siap?" Tanya Edo ketika membuka pintu kamar dan mendapati Mela terduduk di bibir ranjang sambil memegang ponsel. Mela memegang gaun yang baru saja ia kenakan setelah mandi. Gaun berwarna putih dengan model yang berbeda dari gaun sebelumnya. Rambutnya yang panjang ia cepol sehingga menampakkan lehernya yang jenjang. "Kenapa harus memakai gaun warna putih lagi, Do?" Tanyanya, penasaran dengan Edo yang memberikan gaun yang berwarna sama, sedangkan gaun berwarna merah itu masih tergantung dalam lemari dan tidak boleh mengenakannya sebelum Edo memberi perintah. Edo mendekati sambil tersenyum. "Karena kamu cantik dengan gaun berwarna putih." Jawabnya. Edo pun terlihat lebih tampan dengan setelan kemeja dan celana yang berwarna senada. Putih. Edo meraih ponsel dari tangan Mela. "Kamu gak boleh membawa ponsel ke bawah." Ujarnya lalu menaruh ponsel itu di atas meja hias. "Tapi, Do...aku harus kasih kabar ke orang tua aku. Mereka pasti--" "Percuma, Mel. Disini sinyal gak stabil. Aku kan sudah bilang kalau kita berada di tengah hutan. Coba lihat--" Edo berjalan mendekati jendela dan membukanya, pemandangan di luar memang remang-remang hanya disinari bulan. "Cuma pohon pinus yang kelihatan." Sambung Edo lagi. Ia mendekati Mela lalu menarik tangannya menuju ke arah pintu. "Ayo ikut aku, acara sebentar lagi dimulai." Ajak Edo dan Mela mengiyakan sambil mengikuti jejak langkah Edo menuju lantai bawah, ke sebuah ruangan yang tak pernah ia masuki. Tiba di sana Mela terkejut melihat tiga pria bule dan dua wanita berwajah oriental berdiri dari kursi menyambut kedatangan mereka berdua.  Seorang pria bule bertubuh tinggi dan tambun tersenyum lebar ke arah Mela. Ia berdecak kagum melihat kecantikan Mela yang natural berbeda dengan wanita yang pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan gaun putih itu sangat pas dikenakan pada tubuh langsingnya. "I want her, Ed.(Aku ingin dia, Ed)." Ujarnya tanpa melepaskan pandangannya dari Melani. Edo menggeleng dan masih menggenggam tangan Mela. "No. She's mine, Todd.(Tidak. Dia milikku, Todd)." Balas Edo. Ia mempersilahkan Mela duduk di sampingnya pada sebuah kursi tahta. Kelima tamu Edo kembali duduk di sisi kanan dan kiri, seperti membuat pola setengah lingkaran. Pandangan mereka tertuju pada Edo dan Mela yang terlihat seperti pasangan serasi. "Thank you guys for coming tonight. As you can see, the woman beside me is Melani Bastian. At the moment she is my lover. And of course she is not on your request list.(Terimakasih kalian sudah hadir malam ini. Seperti yang kalian lihat, wanita di sampingku adalah Melani Bastian. Saat ini ia adalah kekasihku. Dan tentu saja ia tak masuk daftar permintaan kalian)." Sapa Edo pada mereka. Sebagian tamu tertawa kecuali Toddy Simpsons, pria berkebangsaan Australia itu menyayangkan sikap Edo. Ia terlanjur tertarik dengan wanita yang baru saja ia lihat dari pada wanita sebelum-sebelumnya. Cantik, mempesona dan mempunyai nilai jual mahal. Mata Mela memperhatikan tiap wajah tamu Edo. Penampilan mereka rapi seperti pekerja kantoran yang memakai jas dan dasi. Begitu juga dengan dua wanita yang berasal dari Korea dan Taiwan. Satu hal yang tak Mela pahami, tema acara yang sedang ia hadiri kini. Bukan ia tak pahami bahasa Inggris yang baru saja Edo ucapkan tapi sebuah kalimat yang mengatakan bahwa ia tak masuk pada daftar permintaan. Sebuah permintaan yang tak ia ketahui. Setelah 10 menit Edo berbicara tak lama ia menepukkan tangannya dan sebuah pintu dari sisi lain terbuka lebar. Seorang wanita cantik memakai gaun putih berjalan ke arah mereka dan diikuti oleh seorang wanita paruh baya, Sophia. Langkah wanita cantik itu terhenti pada sebuah lingkaran di tengah-tengah mereka. Ia tersenyum memandang satu persatu tamu kecuali pada Mela. Memandang penuh dengan kebencian. "Tia Anastasia, 23 years old.(Tia Anastasia, 23 tahun)." Ujar Sophia memperkenalkan. Para tamu mengambil gambar Tia pada masing-masing ponsel mereka. Beberapa di antara mereka menggeleng pertanda tak memenuhi kriteria mereka, kecuali wanita yang berasal dari Korea dan pria tua dari Jerman. Mrs. Kim, wanita berasal dari Korea Selatan mengangkat sebuah kertas bertuliskan sebuah angka. "Ten thousand dollars from Mrs.Kim.(Sepuluh ribu dollar dari Mrs.Kim)." Ucap Sophia, kemudian ia mengangkat tangan pertanda memberi kesempatan untuk tamu lain. Mr.Jacobs dari Jerman mengangkat kertas.  "Twenty thousand dollars.(Dua puluh ribu dollar)." Seru Sophia lagi. Beberapa tamu saling berbisik sementara Mr.Jacobs yang seumuran dengan Sophia, menyeringai memandang Tia seperti seekor anjing yang bersiap menghabiskan lawannya yang sudah tersudut dan yakin memenangkan acara malam ini. Mela mengerutkan dahi menonton acara yang ia hadiri kini. Seperti sebuah acara lelang tapi barang yang di lelang adalah wanita yang berada di depannya. Tia Anastasia, yang sedari tadi mencibir ke arahnya setiap kali bertemu pandang. "Aku gak ngerti acara ini, Do." Ucap Mela, bangkit dari kursi. "Sebaiknya aku ke kamar saja." Ia mulai melangkah bermaksud meninggalkan acara itu tapi langkahnya tertahan ketika Edo menarik tangannya, walau pandangan Edo lekat pada Tia. "Tidak, Mel. Kamu harus nonton acara ini dan temani aku sampai selesai. Kalau kamu gak menuruti ucapan aku--" Ia menoleh dan menatap tajam Mela. "Besok malam kamu yang berdiri di lingkaran itu." Sambung Edo lagi dengan nada mengancam. "Apa?!" Spontan kata itu keluar dari mulut Mela karena kaget. "Thirty five thousand dollars.(Tiga puluh lima ribu dollar)." Ucapan Sophia yang lantang membuat Edo dan Mela menoleh ke arahnya. Mr.Jacobs dan Mrs.Kim menekuk wajahnya mendengar James, satu-satunya tamu yang paling muda berasal dari Perancis secara tiba-tiba memberi harga tinggi. Tangan Edo menunjuk dengan kelima jarinya ke arah James yang seumuran dengannya. "He is the winner!(Dia adalah pemenangnya)." Ucapnya, memberitahu. Mela kembali duduk dengan rasa penasaran mendengar ucapan Edo dan acara yang ada di depannya sekarang. Semua hal berkecamuk di otaknya menjadi satu, sebuah penjelasan yang ia inginkan dari Edo sekarang ! Tak lama kemudian dua orang pria bertubuh tinggi dan kekar memasuki ruangan dan menyeret Tia secara paksa menuju pintu keluar.  Tia memberontak dan berteriak ke arah Edo. "Lepasin aku! Lepasin aku, Edo! Kamu berjanji menikahi aku tapi ternyata kamu menjual aku ke bule-bule itu!" Berteriak hingga membuat Edo mengeraskan kedua rahangnya. "Lepasin, b******n!" Tia terus meronta tapi tak bisa selain mengikuti langkah kedua pria itu walau wajahnya menoleh kebelakang meminta iba dari Edo. Sayangnya Edo hanya menyungingkan senyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. James berjalan mengikuti Tia dan dua pria tadi ke arah pintu dan pergi lalu memasuki sebuah ruangan yang berada tak jauh dari sana. Tepatnya di bawah tangga. Diruangan yang serba putih dan terang dengan sinar lampu itu berdiri beberapa orang memakai pakaian serba hijau, masker dan topi, seperti rombongan dokter dan perawat yang akan melaksanakan sebuah operasi. "Lepasin aku!" Tia terus meronta dan berteriak. Ekspresi wajahnya ketakutan melihat dokter dan perawat itu bersiap-siap untuk melakukan sesuatu padanya. Sesuatu yang menyeramkan baginya. James memberi sebuah foto pada seorang pria yang disinyalir adalah dokter. "I want her to be pretty like this.( Aku ingin dia cantik seperti ini)." Pintanya, serius. Dokter mengangguk dan setuju. "We will do the best for you.(Kami akan melakukan yang terbaik untuk anda)." Dua orang perawat mendekati Tia, salah satu dari mereka membawa sebuah suntikan yang sudah diisi dengan cairan. Ia terus menjerit tapi tak bisa melarikan diri, kedua pria kekar itu masih mengapitnya dengan kuat membuat wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi ketika perawat itu berhasil menancapkan suntikan ke dalam tubuhnya. "Tidak!!" ⚫⚫⚫  Sophia menyudahi acara yang diberi nama 'Copdar with star'. Satu persatu tamu bersalaman dengan Edo dan Mela. Senyum Todd mengembang dan membisikkan sesuatu ke telinga Edo. "If you're bored, you can give her to me without this event. I will pay for whatever you want, Do. I promise!(Jika kau bosan, kau bisa memberikan dia padaku tanpa acara ini.  Aku akan membayarnya berapapun yang kau pinta, Do. Aku janji!)." Bisik Todd, meyakini Edo. Pria bule yang sehari-hari bekerja sebagai Manajer di sebuah perusahaan minyak wangi terlanjur jatuh hati pada Mela dan ingin memilikinya walau tak peduli dengan nominal dollar yang harus ia keluarkan. Edo menyunggingkan bibir dan membalas bisikan Todd. "I told you, I won't let her go to anyone. Because she's the woman i've been looking for all this time. I hope you don't expect her anymore, Todd.(Aku sudah bilang, aku takkan melepaskan dia untuk siapapun. karena dia adalah wanita yang aku cari selama ini. kuharap kau tak mengharapkan ia lagi, Todd)." Todd mencibir, wajahnya menampakkan ketidakpuasan mendengar ucapan Edo yang dinilai terlalu cepat mengambil keputusan. Ia yakin Edo akan berubah pikiran, setidaknya beberapa hari kedepan.  Mela berjalan terburu-buru menaiki tangga setelah tamu sudah pamit dan meninggalkan mereka. Ia terus berjalan sepanjang lorong dan meninggalkan Edo yang memanggilnya sambil berlari kecil. "Mela tunggu!" Panggil Edo. Mela mengabaikan panggilan Edo. 'Braak' Ia menutup pintu kamar dan berlari menuju lemari pakaian lalu membukanya dan menghela nafas kesal. Tak ada baju selain gaun putih dan merah yang ia lihat dari dalam lemari itu, bahkan baju miliknya tak ia ketahui dimana Sophia menyembunyikannya.  Mela menurunkan resleting gaunnya, ia melompat kaget ketika Edo membuka pintu. "Kamu mau ngapain?" Tanya Edo sambil berjalan ke arahnya dengan tatapan kesal. Mela kembali menutup lemari itu lagi. "Aku mau pulang, Do." Jawabnya sambil membalas tatapan Edo penuh kecewa. "Aku gak nyangka ternyata kerjaan kamu menjual orang dan kamu..aneh." Ujar Mela lagi. Edo mengepalkan tangannya sambil berjalan mendekati Mela. "Kamu tahu apa tentang aku, Mel?! Dia layak kujual karena aku punya alasan untuk itu!" Sahut Edo, memegang kedua bahu Mela sambil mengguncang-guncangkan. "Lalu apa kamu punya rencana buat jual aku juga?!" Tanya Mela, teringat ancaman yang Edo ucapkan saat menghadiri acara tadi. Ia berusaha menepis kedua tangan Edo tapi tak bisa, cengkramannya terlalu kuat. Edo mengangguk. "Jika kamu sudah gak menuruti perkataan ku."  Mela geram, ia mengangkat dagunya. "Aku ingin pulang sekarang karena aku gak mau menuruti perkataanmu, Do." Ia menantang Edo. "Tidak bisa, Mela sayang. Walaupun aku membiarkanmu pulang sendiri, mungkin gak sampai ke rumah, karena di hutan ini banyak binatang buas." Balas Edo sambil tertawa kecil. Perlahan ia melepaskan tangannya dari bahu Mela lalu duduk di bibir ranjang. "Gak ada satupun orang yang bisa keluar dari hutan ini dengan keadaan hidup-hidup kecuali dengan kendaraan. Kamu mau?" Tantang Edo membuat bulu kuduk Mela bergidik karena teringat dengan sebuah cerita misteri yang pernah ia baca. Mela menggeleng, ia tak ingin mati konyol di usia nya yang terbilang masih muda. Ia ingin merasakan sebuah pernikahan dan hidup bahagia bersama suaminya kelak, walau sempat terpikir pria itu adalah Edo. Bukan mantannya yang pernah mencampakkannya 4 tahun yang lalu. ⚫⚫⚫ Rey menyandarkan punggung dan mengangkat kakinya di atas meja sambil mengeluh kesal. "Damn! gak ada petunjuk lagi buat ngedapetin Si Edoardo94! Gimana kita bisa dapetin dia kalau dia hanya ngepost satu postingan aja! Gw sudah DM tapi gak dibales! s**t!" Keluh Rey. Deny yang duduk didepan Rey hanya menggeleng sambil memegang ponselnya. Ia bangkit dari sofa. "Sabar, Rey. Gue yakin kita pasti dapetin petunjuk dari foto itu." Ujarnya lalu berjalan menuju pantry. "Lu mau kopi gak? Gue buatin nih kalau mau." Tawar Deny, setengah berteriak ke arah Rey yang masih asik duduk di sofa. "Boleh, Den. Banyakin gulanya ya." Pinta Rey, ia melirik ke arah ponsel Deny yang menampakkan sebuah foto wanita cantik pada i********:. Rey mengambil ponsel itu lalu membaca sebuah nama wanita cantik. Ia menoleh kebelakang melihat Deny yang sedang menuang air dari dispenser. "Melani Bastian, siapa, Den?" Deny terkejut mendengar pertanyaan Rey tapi ia mencoba santai lalu menoleh ke arah Rey yang tak sabar menanti jawaban darinya. "Dia…" "Mantan cewek gue."                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD