Not Me but Him

1959 Words
"Mantan cewek lu?!" Tanya Rey, tak percaya. "Kenapa lu bisa putus sama dia? Lu selingkuh?" Deny menyungingkan senyum sambil membawa dua cangkir kopi lalu menaruhnya di atas meja. "Gak. Gue gak selingkuh tapi dia salah paham ke gue. Intinya dia merasa kecewa karena gue gak bales wa, nelpon dia dan ngerasa gw sudah cuekin dia." Terang Deny dengan wajah sedikit melas mengingat Mela yang pernah menjadi kekasihnya empat tahun yang lalu. "Lu gak ada kepikiran buat balikan lagi sama dia? Atau masih kontek-kontekan? Bukan stalking pake akun palsu kayak gini." Tanya Rey lagi sambil mengangkat ponsel Deny lalu menaruhnya di atas meja lagi. Deny tertawa kecil, mengingat yang ia bisa hanyalah stalking atau memakai akun palsu untuk mengetahui kabar tentang Mela. Ia memang masih mencintai dan berkeinginan untuk kembali menjalin kasih tapi meragukan jika Mela akan menerimanya lagi seperti dulu, walau setelah putus dengannya tak menjalin hubungan dengan wanita manapun hingga sekarang. "Kita lihat saja nanti." Ujarnya, pasrah. ⚫⚫⚫ "Kamu sudah janji mau antar aku pulang setelah acara ini, Do. Lagi pula aku sempat lihat masih ada mobil didepan rumah kamu dan aku bisa numpang sama mereka." Ujar Mela duduk di bibir ranjang bersama Edo. Edo tertawa kecil. "Maaf kalau aku sudah bohongi kamu, Mel. Sejujurnya aku gak mau kamu pulang dari sini."  "Apa?!" Tanya Mela, spontan. "Ya. Aku gak ingin kamu pergi dari sini karena--" "Kamu mau jual aku kayak cewek tadi?! Cewek yang bilang kalau kamu janji mau nikahin dia?!" Potong Mela, wajahnya terlihat khawatir akan mengalami hal yang sama seperti Tia. Menjadi korban human trafficking. Edo bangkit lalu berjalan menuju jendela sambil memandang sinar bulan yang semakin terang. Ia membukanya sehingga angin sejuk memenuhi ruangan. "Aku akan nikahi kamu disini, Mel." Balas Edo membuat Mela kembali tercengang tak percaya mendengar ucapannya yang terlalu cepat mengambil keputusan. Bagaimana tidak, di hari pertemuan mereka lalu menjalin kasih dan kini Edo mengajaknya menikah. Seperti ada sesuatu yang salah dengan pikiran Edo ataupun cara ia menjalani hidup. Pria yang ia anggap adalah sosok yang sempurna ternyata tak lain adalah seorang kriminal dan.. mungkin masih banyak kejahatan Edo lainnya yang tak Mela ketahui. Saat ini Mela hanya ingin pergi dari sana secepatnya walau tidak menutup kemungkinan melarikan diri dari Edo ! "Apa kamu bilang ke semua cewek seperti itu? Memberi janji bahwa kamu akan nikahi mereka?" Edo tertawa lagi dan makin tertarik pada wanita yang masih terduduk disana. "Tidak juga. Aku pastikan kamu yang terakhir, Mel." Pandangan Edo berubah menjadi serius. Ia beranjak dari jendela lalu berjalan mendekati Mela, memegang ujung dagunya dan membisikkan sesuatu. "Kamu--" Ucapan Edo terhenti. Tiba-tiba tubuhnya jatuh berlutut, kedua tangannya menutupi telinga dan berteriak seperti kejadian tadi siang. "Aaakh--" Ia berteriak, wajahnya memerah seperti merasakan kesakitan. Mela mengguncang-guncangkan kedua bahu Edo walau wajahnya panik takut sewaktu waktu Edo melukai tubuhnya. "Sadar, Do!" Pintanya setengah berteriak. Edo menepis lalu bangkit dan mendorong tubuh Mela sehingga membuatnya terbaring di ranjang. Ia merangkak dan mendekati sambil menyeringai. "Aakh! Lepasin, Do!" Mela meronta sambil berusaha menepis tangan Edo yang berusaha melucuti gaun dari tubuhnya. 'Brett' Gaun Mela robek tepat di bagian dadanya.  Edo tersenyum lebar, tatapannya seakan siap melahap Mela dan takkan membiarkan Mela lolos kali ini. "Lepasin aku, Do!" Mela terus memohon agar Edo segera sadar. Ia tahu saat ini bukanlah Edo yang sesungguhnya dalam tubuhnya tetapi Edo yang 'lain'. Edo yang bengis seperti serigala yang kelaparan. Dengan deru nafas yang saling berkejar-kejaran,  "Aku takkan melepaskanmu, Nona. Karena kau bisa membuatku bangkit dari tubuh ini." "Apa maksudmu?!" Potong Mela cepat sambil menutupi dadanya dengan kedua tangan yang menyilang. "Keperawananmu..aku menginginkannya." Sahut Edo, gembira.  "Aku gak ngerti maksudmu, lepasin aku, b******n!" Umpat Mela sambil berteriak dan berharap seseorang bisa menolongnya saat ini, setidaknya Sophia. 'Brett' Edo kembali merobek gaun itu hingga ke pinggang. Ia pun dengan cekatan membuka kemeja putih sambil menyeringai memandang Mela yang terdiam. Tak lagi berteriak. Mela hampir berdecak kagum melihat tubuh Edo yang sempurna. d**a yang bidang dan perutnya yang six pack membuatnya terpesona, bahkan sebuah tato bergambar naga yang melekat di d**a kanannya terukir indah disana. Mela menggelengkan kepala dan berusaha untuk tetap sadar agar tidak terhanyut dengan pesona Edo. Ia harus mempertahankan keperawanannya yang selama 24 tahun ini ia jaga sekalipun orang itu adalah Edo. Edo mendekati lalu mencengkram kedua tangan Mela. Berulang kali ia menelan air liur melihat sebagian p******a Mela yang menggoda dari balik kedua tangan Mela yang menutupinya.  Ia mencium bibir Mela tapi sayangnya wanita itu mengatupkan bibir dan membuang wajah. Edo tak menyerah, bibirnya hinggap dan menciumi leher Mela hingga membuat Mela mendongak karena merasa kegelian. "Aku mohon lepasin aku, Do.." Pinta Mela lagi tapi perlahan-lahan deru nafasnya menjadi cepat ketika bibir Edo mengarah cepat ke p******a. Tiba-tiba Edo terdiam saat melihat Mela hanyut dalam cumbuannya, wanita itu tak lagi meronta dan berteriak. Ia hanya diam dan menggigit bibir bawahnya bahkan sesekali desahan keluar dari mulutnya. Mela membuka kedua matanya dan mendapati Edo tengah menatapnya lekat. Tak tersenyum seperti tadi. "Kamu kenapa? Kenapa baju kamu sobek seperti itu?" Tanya Edo seakan tak mengetahui hal yang sebenarnya terjadi. Dari wajahnya terlihat sejuta pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Mela melihat wanita yang berada di bawah tubuhnya hampir dalam keadaan topless. Mela mendorong Edo lalu menutupi dadanya dengan menyilangkan kedua tangannya. "Apa kamu gak ingat? Kamu mau memperkosa aku, Do! Dan sekarang kamu nanya dengan santai dan tanpa rasa bersalah. Jangan bilang kamu amnesia!" Ujar Mela dengan nada kesal. Lagi-lagi ia merasa Edo kembali dengan jiwa yang berbeda. Edo yang ia kenal pertama kali, bukan monster yang baru saja akan memperkosanya. Edo bergeming tak lama ia bangkit dari ranjang menuju lemari baju dan mengambil gaun putih lain yang masih tergantung di sana.  "Pakailah." Pintanya sambil menyodori gaun putih model lainnya. Mela mengambil cepat dan bangkit dari ranjang. Ia berdiri membelakangi Edo lalu mengganti dengan gaun baru. Edo berdiri terdiam memandangi Mela sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. Ia tak menduga jika hampir memperkosa Mela saat tak sadarkan diri. Edo lainnya hampir menguasai tubuhnya dan tak bisa kembali lagi. Sebuah peristiwa yang ia rasakan sejak berusia 15 tahun. Bukan ia tak pernah berusaha untuk mengobati penyakit yang ia derita itu tapi memang tak dapat disembuhkan. 'Kepribadian ganda' itulah yang di ucapan psikiater beberapa tahun lalu mengenai penyakit yang ia derita selama 10 tahun terakhir ini. Ia tak bisa mengontrol perbuatan dan pikiran ketika Edo yang lain menguasai tubuhnya. Baginya saat itu ia berada di sebuah ruangan sempit yang gelap, sunyi dan dingin. Ketika ia berhasil kembali tubuhnya terasa lelah dan terkadang merasakan sakit. Entah apa yang telah diperbuat oleh Edo yang lain sehingga harus terlanjur menjalani profesi sebagai kriminalitas dan ia terpaksa melanjutkannya. Seperti yang baru saja terjadi. Edo yang lain hampir saja memperkosa Mela karena mengetahui jika wanita itu masih suci, tidak seperti keempat wanita lainnya. Terkadang ia berdialog dengan Edo lainnya di bawah alam sadarnya. Pria itu mengaku bernama Leon dan ia adalah wujud dari keinginan Edo yang tak bisa ia penuhi, Edo yang lemah. Untuk itulah Leon mengambil alih tubuh Edo ketika tak mampu mengendalikan suasana. Leonardo, Si bengis. Mela membalikkan tubuhnya setelah selesai mengenakan gaun yang baru. Tatapannya terlihat kesal dan penuh kecewa menatap Edo yang sejak tadi bergeming menatapnya. Ia berjalan menuju meja rias dan mengambil tas dan menyandangkannya. "Antar aku pulang sekarang! Aku ingin pulang, Do!" Pinta Mela menatap tajam Edo yang masih berdiri dengan posisi yang sama saat melintasinya. "Maaf aku tak bisa, Mel." Jawab Edo sambil menarik lengan Mela dan membuatnya berhenti melangkah. Mela mencoba menepis genggaman Edo. "Aku gak mau berada disini lagi, Do! Terutama didekat kamu yang aneh!" Sahut Mela masih berusaha untuk melepaskan genggaman Edo tapi sulit, terlalu kuat. Edo menatap tajam. "Itu bukan aku! Tapi Leon." Ujarnya memberitahu. Mela mengerutkan dahi tanda tak paham. "Leon? Siapa dia?" "Disaat aku kasar dan berubah menjadi jahat dialah Leon. Bukan aku." Edo melepaskan genggamannya. "Dia sewaktu-waktu bisa muncul melalui tubuh aku, Mel. Dialah yang melakukan semua kejahatan yang sudah kamu ketahui. Human trafficking. Semua ulah dia dan aku yang harus--" "Melanjutkannya? Dengan sadar kamu sudah menjual wanita itu didepan mataku, Do. Bukan pria yang bernama Leon itu." Potong Mela. "Dan sekarang kamu menuduh itu semua adalah perbuatan Leon?!" Mela tertawa kecil Edo yang menampik semua perbuatan jahatnya dan menyalahkan si pria yang bernama Leon. "Jangan bilang kau mempunyai kepribadian ganda, Do." Tuduh Mela sambil tertawa. Edo mengangguk. "Itu benar seperti yang dikatakan oleh psikiater padaku, Mel. Kau bisa menilai sendiri aku dan dia berbeda. Apa aku pernah memukulmu? Maksudku ketika aku menjadi Edo." Tanya Edo dan Mela menggeleng walau terlihat ragu. "Itu karena Leon yang melakukan semua. Dia menyukaimu karena kau masih suci. Dan aku---" Edo berjalan selangkah mendekati dan menggenggam tangan Mela lagi dengan tatapan serius. "Takkan membiarkanmu keluar dari rumah ini." ⚫⚫⚫ Jeslyn duduk melipat dua kakinya sambil bersandar di dinding. Suara tetesan air dari kran yang bocor dan tikus yang sesekali melintasinya sambil berdecit adalah pemandangan sehari-hari yang ia lihat seminggu terakhir. Satu persatu kawannya pergi meninggalkannya di kerangkeng sendirian.  Ia teringat Lala dan Dian meninggalkannya beberapa hari yang lalu dengan cara tragis. Dua orang bule membeli mereka untuk dijadikan p*****r di sebuah klub malam ternama di Amerika. Karena tak ingin menjadi p*****r, Dian mengambil pistol dari saku jaket lalu menembak mati salah satu pria bule pemilik pistol tersebut. Aksi Dian terhenti saat akan menembak pria satunya lagi ketika timah panas Edo berhasil mengenai kepalanya.  Dian tewas mengenaskan sementara Lala dan dirinya hanya mampu berteriak melihat kawan mereka tewas. Tidak sampai disitu, jasad Dian yang bersimbah darah dibawa ke sebuah ruangan untuk dilakukannya sebuah operasi. Bukan operasi untuk menghidupkannya kembali melainkan mengambil organ tubuhnya yang layak untuk di jual pada pasar ilegal di negara lain. Walaupun sudah tak bernyawa tetap saja mempunyai nilai jual tinggi itulah yang  Mister lakukan terhadap tawanannya. Dengan iming-iming akan menikahi pada awal perjumpaan tapi faktanya dijadikan tawanan untuk dijual kepada pria dan wanita asing dari negara lain. Nasibnya memang tak seburuk Lala yang berhasil,dibawa bule itu dan dijadikan p*****r. Tapi ia pun tak bisa bernafas dengan lega selama masih  terkurung di kerajaan Mister. 'Braak'  Jeslyn menoleh ke arah pintu ruangan yang terbuka. Tak lama terlihat Sophia berjalan membawa nampan berisi makan malamnya. Sophia memberi nampan itu melalui tempat biasa, dari bawah kerangkeng.  Mela mendekati dan menerimanya sambil menatap Sophia yang dingin. "Apakah Tia baik-baik saja?" Tanyanya, ia membutuhkan jawaban agar mengetahui bahwa kawannya dalam keadaan lebih baik dari pada Lala dan Dian. Sophia menyunggingkan bibir. "Tentu saja. Dia akan lebih cantik dari sebelumnya dan nasibnya lebih beruntung dari pada Lala dan Dian." Sahut Sophia seakan merasakan sebuah kemenangan karena berhasil menjual Tia dengan harga tinggi. Jesyln terdiam, tak mengerti. "Apa maksudmu? Lebih cantik? Apa dia--" Di ruangan lain Dokter berbicara dengan James setelah menyelesaikan operasi sedangkan Tia masih terbaring tak sadarkan diri karena efek dari suntik bius. "Can i take her today?(Apakah aku bisa membawanya pergi hari ini juga?)." Tanya James sembari melihat wajah Tia yang masih di perban. Dokter menggeleng. "No. You can bring it tomorrow afternoon and the recovery of her face takes a long time ... about a week. (Tidak bisa. Kau bisa membawanya besok siang dan masa pemulihan wajahnya memakan waktu yang lama...sekitar seminggu)." "What?! (Apa?!)." James terkejut karena tak sejalan seperti rencana yang sudah dirancang selama ini. Membawa Tia pergi menuju Perancis. James menghembus nafas dengan berat karena terpaksa menerima dan menjalankan perintah dokter demi terlaksananya satu tujuan. Menjadikan Tia sebagai kekasih lalu menikahinya. "Alright, I'll be patient to take her away from here.  I entrust everything to you, doc. (Baiklah, aku akan bersabar untuk membawanya pergi dari sini. Aku percayakan semua padamu, dok)." Ucap James, pasrah. ⚫⚫⚫ "Den, sini deh." Panggil Rey mengarah pada Deny yang berdiri di balkon sambil memandangi pemandangan Jakarta di malam hari. Deny berjalan menuju Rey yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel. "Ada apa?"  Rey menyodori ponsel dan memperlihatkan sebuah gambar seorang gadis cantik sedang selfie di tengah-tengah hutan pinus. "Coba lu tebak dimana si Siska dalam foto ini?" Tantang Rey. Deny mengerutkan dahi dan memegang dagunya sambil berpikir. "Pohon pinus? Hmm… " Ia mengambil ponsel dari saku celana lalu membuka i********:. Sebuah akun yang memberinya sebuah petunjuk keberadaan pria pemilik akun edoardo94. Sebuah foto yang memperlihatkan pemandangan yang sama. Rey mengintip ponsel Deny lalu mereka saling berpandangan dan tersenyum lebar. "Bogor!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD