Membebaskan diri

2069 Words
Pagi itu datang dengan cepat, tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 09.45, Astri sudah bersiap didalam kamarnya dengan tas yang akan ia bawa, sementara teman sekamarnya Julia telah pergi untuk masuk kedalam kelas pagi. Kini Astri tengah duduk diatas kursi kerja yang dapat berputar seraya mengayunkan kedua kakinya, matanya melirik keseluruh penjuru kamarnya, mengingat-ingat tata letak kamar yang akan ia rindukan. Merasa bosan karena harus menunggu, akhirnya ia berdiri dan membuka kembali lemari pakaian miliknya dengan tanpa tujuan. Ia mengacak-acak seluruh pakaian yang ia miliki, dan saat Astri sibuk dengan beberapa pakaiannya yang berserakan, handphone yang sengaja ia taruh diatas meja mulai berbunyi kencang. “Oh tidak!” maka dengan tergesa-gesa ia memasukkan seluruh pakaian yang ia keluarkan tadi kembali kedalam lemari tanpa dilipat. “Halo...” Astri menyapa orang yang menelphone nya, terdengar suara helaan dari seorang pemuda ditelinganya. “Dari mana saja? Kau telat mengangkat panggilan!” tegur seseorang yang Astri yakini suara itu milik Luis, ia memutar kedua bola matanya seakan teman-temannya akan melihat hal tersebut. “Hanya telat beberapa detik saja!” bela Astri pada dirinya sendiri, ia mengenakan jaket pinknya dan menyambar tas yang sudah ia siapkan. Ia berdiri didepan pintu kamarnya, bersiap pergi meninggalkan kamarnya. “Sudahlah, sekarang dengarkan aku!” kini Rio berucap serius membuat Astri terdiam untuk mendengarkan, “Kalian pergilah menuju Aula A lantai dasar sekarang, ingat! Agar selalu terhubung dengan sambungan telphone ku!” Astri mengambil Wireless Earphonenya dan menyelipkan benda tersebut di telinga kanan, dan masukkan handphone miliknya kedalam saku jaket dengan tujuan agar tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa ia tengah berbicara melalui sambungan telepon dengan seseorang. “Oke, aku akan mulai keluar kamar.” Ucap Jina dari sambungan mereka, Astri pun mulai melangkah keluar kamar miliknya dengan gugup. “Ingat kawan, jangan terlihat mencurigakan! Kalian cukup berbisik “No” untuk bahaya atau penolakkan dan “Sip” untuk aman atau persetujuan, oke?” “Sip!” bisik Jina, Luis dan Astri bersamaan. Saat diluar kamar, Astri melirik beberapa orang yang terlihat tidak peduli padanya, penampilan para murid disekolah ini memang terlihat berbeda-beda sehingga tidak ada yang curiga dengan penampilan Astri kali ini. ia menekan tombol lift di lantai miliknya dan pintu lift lantai 59 pun mulai terbuka. Astri dengan segala keyakinannya serta kegugupannya menekan tombol A dengan sidik jarinya menuju Aula. “Oh, no!” terdengar bisikan Jina yang terkesan panik, Astri sedikit terkejut dan khawatir dengan temannya tersebut beberapa pikiran buruk tiba-tiba saja terlintas dikepalanya yang membuat ia semakin gugup sendirian didalam lift tersebut. “Ada apa Jina?” suara Rio terdengar sama paniknys, Astri terdiam dan sebisa mungkin untuk tidak terlihat mencurigakan didalam lift ketika beberapa orang masuk dari lantai lainnya. “It’s Ok, hah~” terdengar bisikan lega dari Jina, membuat Astri menghela nafasnya yang sempat tercekat. Pintu lift mulai terbuka, Aula besar itu terlihat begitu ramai oleh murid yang berlalu lalang. Astri melangkah keluar dan berusaha berbaur disana seraya melirik kearah kiri kanan, mencari keberadaan temannya yang lain. “Teruslah bersikap seperti biasa!” mendengar peringatan itu Astri mengelurkan handphone nya dan berpura-pura memainkan benda tersebut, ia berjalan tanpa arah mengelilingi Aula yang besar itu dan mendekati pintu D dengan perlahan. Terlintas dipikirannya mengenai kedua temannya yang tidak kunjung terlihat, terlalu banyak orang disana bagaimana jika mereka tidak bertemu?. Kriiiinggg! Sirine kebakaran terdengar begitu jelas membuat seluruh murid panik, dan pintu-pintu besar itu mulai terbuka lebar Astri sedikit terkejut dengan hal tersebut. “Terbang!” teriakan Rio terdengar, Astri tahu itulah aba-abanya. Maka ia segera berlari kerah pintu D, namun berkali-kali ia tertabrak murid-murid yang panik karena posisinya saat ini berada di tengah jalan menuju pintu F. Astri tetap berusaha berlari kearah pintu D meskipun desakan menuju pintu F semakin kuat, ia melihat Jina telah berlari kearah pintu itu dan semakin membuatnya berusaha berlari menuju tempat tersebut. “Jina!” Astri berteriak ketika tubuhnya terdorong kearah pintu F, Jina menghentikan langkahnya dan melirik kebelakang. Melihat Astri yang melambaikan tangan padanya, meminta bantuan. “Astri?” Jina hendak berbalik melawan arus untuk membantu Astri, namun saat ia hendak melangkah sebuah suara menghentikannya. “Teruslah berlari! Jangan berbalik, Mata elang masih memantau gerak-gerik kalian!” ucapan Rio tersebut membuat Jina meneruskan langkahnya menuju pintu D dengan berat hati, Astri masih kesusahan dengan desakan orang-orang panik itu. Namun, sebuah tangan besar menariknya dengan kuat kearah pintu D, Astri jelas kenal dengan tangan ini. “Luis!” Astri sangat senang karena lelaki itu membantunya disaat yang tepat, senyum merekah dibibir Astri ketika ia menyadari genggaman Luis begitu kuat membantunya. “Teruslah berlari!” ucap Luis pada Astri yang dijawab dengan sebuah anggukkan, keduanya berhasil melewati arus manusia yang berlari menuju pintu F dan terus berlari kearah pintu D. “Arah jam 10! Disana ada gudang penyimpanan barang usang, pergilah kebelakangnya.” Luis dan Astri yang telah berhasil keluar melalui pintu D mengangguk bersamaan dan berlari kearah gudang yang dimaksud, jauh didepan sana mereka melihat Jina yang terlebih dahulu berlari kearah tempat tujuan. Astri, Jina dan Luis kini terdiam terengah-engah menatap pagar raksasa yang rusak membentuk sebuah lubang yang cukup besar. Ini sangat diluar nalar ketiganya, sebuah lubang dapat terbentuk merusak pagar pembatas yang terbuat dari besi sekuat beton tersebut. Apa yang dilakukan oleh Bima dan Rio sehingga pagar ini dapat rusak? Pikir Astri. “Kami sudah berkumpul didepan pagar rusak!” ucap Luis memberi kabar pada Rio yang entah dimana, ia menghampiri pagar tersebut dan memperhatikan detail kerusakannya. “Bagus! Pergilah keluar terlebih dahulu, aku dan Bima akan menyusul kalian. Sewalah kamar hotel atau tidak sebuah resort yang lumayan jauh dari tempat ini!” ucapan Rio membuat ketiganya saling bertatapan heran. “Lalu bagaimana dengan kalian berdua?” Astri bertanya, ketika dirinya tidak mau jika tidak ada kejelasan mengenai nasib kedua temannya tersebut. “Sudah ku katakan, cepat kalian keluar dan sewalah sebuah kamar atau resort yang jauh dari sini! Atau tidak semua rencana kita sia-sia!” jawaban penuh penekanan dapat mereka dengar dari suara Rio, mereka terdiam menanggapi hal tersebut. “Kami akan menyusul kalian, percayalah kami akan berhasil!” sebuah suara yang tidak pernah ketiganya dengar sejak pagi tadi kini terdengar jelas. “Bima?!” ketiganya memanggil lelaki tersebut, seakan sebelumnya ia telah menghilang entah kemana. “Ikutilah rencana ku, dan kita akan bertemu saat jam 9 malam. Beritahukan saja keberadaan kalian pada kami nanti, kita akan putus panggilan ini setelah kalian berhasil keluar.” Ucap Rio menerangkan rencana selanjutnya, kemudian meutuskan sambungan telepon tersebut. “Kalau begitu akan ku pesan kedaraan!” Jina membuka handphone nya dan segera memesan kendaraan untuk ketiganya pakai. Astri mengangguk pada Jina dan Luis, kemudian ia melangkah keluar dari wilayah sekolah. Kini ketiganya berada disebuah pertigaan jalan yang cukup jauh dari blok sekolah mereka, menunggu sebuah kendaraan yang dipesan oleh Jina beberapa waktu yang lalu. Astri menatap kosong kearah jalan, sambungan telphone mereka dengan Bima dan Rio telah terputus setengah jam yang lalu saat ketiganya berhasil keluar dari sekolah. Luis berjongkok disampingnya seraya meminum sebuah minuman kaleng yang ia beli disebuah mesin penjual tadi, sementara Jina berjalan mondar-mandir dihadapan keduanya dengan gelisah. Sebuah mobil silver tanpa driver menghampiri ketiganya dan berhenti, Jina mengangguk kemudian membuka pintu mobil itu. “Ayo!” ucapnya, Astri masuk terlebih dahulu kemudian Luis mengikutinya. Jina menutup pintu bagian belakang itu dan berjalan kearah depan untuk duduk didepan disamping kemudi tanpa driver. “Selamat datang, silahkan tekan tombol hijau pada aplikasi ponsel anda!” sebuah mesin bersuara memberi perintah pada Jina, setelah Jina mengikuti perintah itu mobil tersebut mengunci seluruh pintunya. “Terimakasih! Halo Jina, namaku adalah Space apakah benar tujuan anda menuju Resort Travel?” pertanyaan terucap oleh sebuah suara yang bukan suara robot ataupun mesin, itu suara customer service yang melakukannya dari jarak jauh. Kendaraan dengan driver otomatis ini dijalankan dari jarak yang jauh, dengan pelayanan khusus yang dilakukan oleh kolaborasi antara mesin dan customer service. “Benar.” “Baiklah, silahkan nikmati perjalanan anda dan jika ada keluhan tekan saja tombol hijau pada aplikasi ponsel anda. Jika ingin berhenti sejenak anda bisa menekan tombol merah yang tersedia disamping pintu, dan mobil akan kembali berjalan otomatis ketika anda menekan tombol hitam pada kemudi. Terimakasih!” suara tersebut menghilang setelahnya dan mobil mulai berjalan menuju tempat tujuan. “Resort Travel?” Astri yang belum mengetahui tempat seperti apa yang akan ia kunjungi bertanya pada perempuan yang duduk didepan, “Ya, resort itu berada di perbatasan wilayah Kota. Perlu waktu satu jam untuk sampai kesana.” Jina memutar kursi yang ia duduki kearah belakang, sehingga ketiganya kini saling berhadapan. Sebuah meja berbentuk bulat otomatis keluar dari bawah tak lama setelahnya kursi milik Astri dan Luis terpisah membuat ketiganya mengelilingi meja itu, ini seperti sebuah rapat meja bundar yang diadakan diatas kendaraan. Sekali lagi seluruhnya sudah terbilang canggih, apapun bisa terjadi saat ini. Sekalipun rapat didalam mobil tanpa pengemudi seperti sekarang, dan Astri selalu merasakan semua fasilitas teknologi canggih ini yang tentu saja tidak gratis. “Satu jam?” Luis terkejut ketika ia sadar dengan jawaban yang Jina berikan tadi, “Kita tidak mempunyai pilihan lain Luis, Bima dan Rio mengatakan tempat yang jauh dari wilayah sekolah. Itu berarti mereka mempunyai firasat bahwa pihak sekolah akan mencari keberadaan kita saat ini!” jelas Jina panjang lebar, Luis terdiam tidak ingin memperpanjang masalah kecil tersebut bersama kedua wanita ini. Astri hanya terdiam menatap kearah belakang tidak menghiraukan permasalahannya kini, ia hanya berharap akan keberhasilan kedua temannya yang lain yang mungkin saja tengah mendapat banyak rintangan disana. “Ayo Bima! Aku sudah memesan kendaraan.” ajak Rio ketika memastikan ketiganya telah pergi dari wilayah sekolah, namun Bima justru menghalangi tubuh Rio yang akan pergi dari kamar itu. Ia menatap teman sekamarnya itu dengan heran, Rio dan Bima memang roommate sejak pertama menginjakkan kaki disekolah ini hingga tak aneh jika keduanya selalu kompak dalam merencanakan atau mengerjakan sesuatu. “Lihat apa yang Julia lakukan!” Bima menunjuk layar transparan berukuran besar yang terbagi menjadi beberapa kotak kecil yang tersebar dikamar mereka, itu adalah rekaman cctv langsung yang terpasang diseluruh sudut sekolah. Penyadapan ilegal adalah keahlian Rio dan Bima jadi tidak sulit untuk mereka mengetahui apa yang terjadi disekolah itu selama ini. Dilayar tersebut, Julia masuk kedalam ruang ketua kedisiplinan. Rio dan Bima segera memakai Earphone dan mendengarkan pembicaraan yang Julia dan ketua kedisiplinan lakukan. “Jadi apa inti dari hal yang ingin kau katakan Julia?” suara ketua kedisiplinan kini terdengar ditelinga keduanya, layar virtual besar yang menunjukkan berpuluh-puluh kotak kecil kini menjadi satu kotak besar memperlihatkan Julia dan Ketua kedisiplinan yang tengah berbincang dalam ruangan. “Saya merasa tingkah Astri sedikit aneh, tadi malam ia mengemasi barang-barangnya dan ia membuat sebuah video yang menunjukkan beberapa kerusakan alam saat ini.” Mata Bima menyipit, sementara Rio segera mengambil tas kecil dan memasukkan beberapa remote juga beberapa buah benda yang mempunyai berbagai bentuk berwarna merah dari atas kasurnya. “Benarkah begitu? Berarti alarm kebakaran itu sebuah pertanda buruk?” Ketua kedisiplinan mulai curiga dengan kejanggalan yang terjadi hari ini dimana alarm kebakaran yang berbunyi namun tidak ada api yang menyambar satu bangunan pun disekolah itu. “Hawk! Telusuri siapa saja yang tetap berdiam dikamar mereka saat peringatan kebakaran terjadi?!” sebuah komputer otomatis tanpa user menampakan beribu-ribu layar cctv dan berhenti memperlihatkan keadaan kamar Rio dan Bima saat ini. “Rio Ayo!” Bima segera menyambar tas miliknya dan segera berlari keluar kamar begitu melihat ketua kedisiplinan berdiri dari duduknya, Rio segera mengikutinya dari belakang. Mereka berjalan cepat diantara murid-murid yang berlalu lalang dan berbelok kearah kiri saat lorong kamar-kamar tersebut terbagi menjadi sebuah perempatan, namun keduanya terhenti saat melihat puluhan anggota kedisiplinan tengah berlari kearah mereka. Segera dengan cepat Rio dan Bima memutar badanya dan berlari sekencang-kencangnya menjauh dari anggota kedisiplinan yang mengejar dibelakang. “Bima kanan!” Rio berteriak saat keduanya akan melewati pintu tangga darurat yang berada disebelah kanan, Bima mengangguk dan membuka pintu tersebut. Rio mengeluarkan dua buah kotak kecil dari tasnya, masih dengan berlari menuruni tangga. Rio menekan tombol yang tersedia dimasing-masing kotak tadi, kemudian kotak itu melebar dan menjadi sebuah papan seluncur yang cukup besar, Rio mengangguk senang karena barang yang ia beli dengan harga tinggi tersebut ternyata benar-benar bekerja disaat yang tepat. Anggota kedisiplinan mengejar mereka di belakang, terdengar beberapa teriakan yang memerintahkan keduanya untuk berhenti. Rio melirik kearah anggota itu, kemudian ia memberikan satu papan seluncur kepada Bima “Kerja bagus!” Bima segera menggunakan papan itu dikakinya dan berseluncur dengan mulus diatas tangga berbentuk spiral tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD