Menghindari anggota kedisiplinan

1630 Words
Bima dan Rio menjauh dengan cepat dari kejaran anggota kedisiplinan berkat papan seluncur canggih tersebut. Namun keduanya tahu, tidak semua anggota kedisiplinan mengejar mereka. Pasti beberapa dari yang lain menggunakan lift yang berjalan lebih cepat dan bersiap menghadang mereka di Aula A nanti. “Rio, tongkat pemukul!” ucap Bima, tanpa banyak bertanya Rio melemparkan sebuah benda berbentuk tabung merah yang ia keluarkan dari saku jaketnya. Bima menekan tombol yang tersedia disana, dan tabung tersebut memanjang menjadi tongkat pemukul baseball ditangannya. Pintu yang ada didepan keduanya terbuka, dan benar saja beberapa anggota kedisiplinan menghadang mereka. Bima bersiap dengan tongkatnya, saat anggota kedisiplinan didepan merentangkan tangan mereka. Ia ayunkan tongkatnya, memukul beberapa anggota kedisiplinan itu sehingga terjatuh. Namun salah satu anggota berhasil meraih tas milik Rio dan ikut berseluncur diatas papan yang Rio injak. Bima melemparkan tongkat itu tepat mengenai anggota kedisiplinan hingga terjatuh, Rio tertawa sedikit kencang sementara Bima hanya terkekeh puas dengan lemparannya. “Kuyakin  mereka menunggu kita di Aula A!” ucap Rio kembali serius dengan keadaan saat ini, “Aku juga berkeyakinan demikian, kalau begitu kita keluar di Aula B bagaimana?” tawar Bima, Rio terlihat sedikit berpikir. “Aula B berada satu lantai diatas Aula A! Jadi bagaimana caranya kita keluar dipintu D jika kita berada di Aula B?” tanya Rio, Bima tersenyum dengan sangat samar hingga senyuman tersebut tidak dapat dilihat oleh Rio. “Kita terjun didaerah pintu keluar D!” Rio terkejut dengan rencana gila yang Bima usulkan untuk mereka, “Terjun dengan jarak satu lantai tidak akan membuatmu mati Rio.” Belum juga Rio membuka mulutnya untuk memprotes, Bima sudah berkata demikian dan membuatnya menghela nafas dengan berat.  “Setidaknya itu akan membuat beberapa tulangmu patah!” Bima kembali terkekeh kecil, ia mengetahui resiko itu namun apa hal yang harus mereka lakukan lagi selain mengambil resiko yang tinggi tersebut? “Tidak ada cara lain, kita harus mengambil resiko ini Rio. Atau tidak kita berdua akan tertangkap pihak sekolah dan akan dihukum karena telah melakukan penyadapan cctv, perusakan pagar pembatas, membuat alarm kebakaran palsu dan menyerang anggota kedisiplinan dengan tongkat baseball.” Penjelasan panjang Bima membuat Rio mau tidak mau harus setuju dengan rencana gila tersebut, karena hal yang mereka lakukan telah sepenuhnya melanggar aturan sekolah. Jadi lebih baik ia mengambil resiko dari pada ia harus menyerahkan diri dan dihukum, belum lagi rencana yang teman-temannya buat untuk menyadarkan dunia akan gagal jika ia menyerah saat ini. Pintu bertuliskan huruf B terlihat didepan mata, maka Bima membelokkan papan seluncurnya dan membuka pintu itu, membukakan jalan untuk Rio dan dirinya. Saat ini mereka masih berseluncur diatas papan tersebut, mereka berseluncur di lantai Aula B sehingga orang-orang yang berlalu lalang di Aula tersebut mau tidak mau harus membukakan jalan untuk keduanya agar tidak terabrak. Sebuah kaca besar yang memperlihatkan pemukiman warga berdiri kokoh dihadapan keduanya, Bima menadahkan tangan kanannya pada Rio yang berseluncur disampingnya. Tau akan hal itu Rio menyambutnya dengan sebuah tepukkan kemudian menggenggamnya dengan erat, tangan kiri Bima segera meraih sebuah bola besi yang terpajang sebagai hiasan diruangan itu ketika ia melewatinya. Setelah jaraknya dan kaca besar tersebut cukup dekat, Bima melemparkan bola besi itu kedepan. Bola itu menghantam kaca jendela dengan kencang sehingga suara pecahan kacanya menggema di Aula B. Rio menutup matanya ketika Papan seluncur mereka tidak berhenti menuju jendela tersebut setelahnya ia merasakan ketegangan ketika terjun dari Aula B keluar Aula A pintu D, persis seperti apa yang direncanakan sebelumnya. Hataman keras terjadi antara tembok lapangan itu dengan kedua tubuh pemuda ini, Rio terjatuh berguling kedepan sementara Bima tersungkur kesamping. “Itu mereka?!” terdengar suara teriakan dari salah satu anggota kedisiplinan, Bima segera menoleh kebelakang melihat pintu gerbang D ternyata telah terbuka dan beberapa anggota kedisiplinan sudah berjaga disana. “Sial!” Bima segera bangkit dari jatuhnya, mengambil tas yang terlepas dari tangannya dan berlari menghampiri Rio yang masih duduk kesakitan. “Mereka dibelakang!” teriaknya pada Rio, pemuda itu melirik kearahnya dan membulatkan kedua matanya. “Ayo!” Bima telah mendahuluinya, Rio segera bangkit dengan terburu-buru dan berlari kearah dimana keduanya merusak pagar. Anggota kedisiplinan semakin dekat, tentu saja lari para anggota itu lebih kencang dari keduanya karena keduanya baru saja mengalami kesakitan akibat terjun dari lantai dua. “Kami perintahkan agar kalian berhenti dan menyerahkan diri!” teriakan dari salah satu anggota terdengar ditelinga keduanya, gudang itu sudah berada dekat dengan mereka. Tidak terlalu banyak berfikir dan keduanya hanya fokus pada berlari menuju pagar yang rusak agar bisa pergi dari sana. Bima dan Rio berhasil keluar dari sekolah namun masih dalam pengejaran anggota kedisiplinan, keduanya masuk kedalam pemukiman yang terbilang padat dan banyak kelokan disana. Itu adalah kesempatan bagi keduanya untuk bersembunyi, dan terpilihlah sebuah gang kecil untuk mereka. Rio dan Bima terdiam menahan suara helaan nafas mereka, langkah para anggota kedisiplinan terdengar melewati tempat dimana Bima dan Rio bersembunyi. “Hhh...” nafas Rio dan Bima terengah-engah ketika anggota kedisiplinan melewati mereka, tanpa membuang waktu keduanya beranjak meninggalkan tempat persembunyian tadi. Bima melirik was-was kekiri dan kekanan, memastikan tidak ada anggota kedisiplinan disana. Kemudian tatapannya terkunci pada sebuah toko baju yang ada di kanan jalan, ia segera menarik Rio yang tetap berjalan kearah depan. “Menghindar lebih baik!” ucapnya pada Rio yang sempat terlihat heran, namun kemudian Rio mengangguk paham dengan maksud temannya yang ternyata mengusulkan untuk mereka berganti pakaian.   Kini Bima telah mengganti pakaiannya yang sebelumnya hanya memakai kaos berwarna biru tua dengan Jeans, sekarang ia menggunakan jaket denim dengan penutup bagian kepala dan jeans hitam lengkap dengan masker yang ia kenakan. Sementara Rio yang sebelumnya memakai jaket silver dan skinny jeans berwarna hitam, kini memakai kaos hijau tua berlengan panjang dan jeans berwarna navy, ia memakai topi hitam untuk menutupi rambutnya serta sebuah kacamata besar berwarna untuk menutupi matanya. Pakaian elektronik, pakaian khusus yang didesign untuk berganti style baju dengan cepat memang sudah banyak digunakan. Namun, harganya sangat mahal dan hanya orang dengan kekayaan yang sudah mencapai langitlah yang bisa membelinya. Maka opsi pakaian dengan bahan plastiklah satu-satunya yang menjadi alternatif masyarakat, mengingat kain dan benang sudah tidak diproduksi lagi. Ya... karena semua orang tahu pohon kapuk, kupu-kupu sutra, ataupun bahan penghasil benang lainnya yang terdiri dari tumbuhan dan hewan semakin berkurang keberadaannya. Seorang yang keduanya kenali sebagai anggota kedisiplinan berlalu begitu saja melewati mereka tanpa curiga sedikitpun, dan disaat itulah keduanya yakin bahwa mereka telah berhasil dalam penyamaran ini. “Kendaraan yang kupesan akan kemari, bagaimana?” tanya Rio meminta persetujuan dari Bima saat keduanya berdiri disebuah jalan besar samping supermarket. Setelah berhasil menghindari anggota kedisiplinan keduanya memutuskan untuk membeli minuman, menghilangkan dahaga setelah berlari tadi. “Baiklah kita tunggu disini!” Bima setuju dengan usulan Rio, selain karena rasa lelah yang dialaminya, menunggu disini pun tidak akan membuat mereka tertangkap karena tidak ada yang mengenali keduanya saat ini. Tidak terlalu lama menunggu, mobil dengan kapasitas dua kursi datang dan berhenti tepat didepan keduanya. Bima dan Rio tanpa menunggu apapun lagi segera masuk kedalamnya. Rio yang memegang kemudi kini, sedangkan Bima duduk dikursi yang tersisa. Sebuah tombol merah menyala didepan desk mobil tersebut, Rio menekan tombol itu dan mesin mobil kembali menyala. “Selamat datang Rio, ini adalah layanan dari Car Station. Apakah anda ingin mengemudikan mobil secara manual?” tanya seseorang yang suaranya muncul dari sebuah benda yang mirip dengan speaker, mobil ini berbeda dengan mobil yang dipesan Jina. Karena mereka berdua menggunakan aplikasi pelayanan yang berbeda. “Ya saya akan menjalankan mobil secara manual!” jawab Rio, pilihan dari penyewaan kendaraan adalah menyetir mobil secara manual yang tidak akan diketahui kemana tempat tujuan sang pengemudi, atau dengan mobil otomatis yang akan memberikan informasi kepada pihak sekolah jika mereka mencari tempat tujuannya saat ini. “Bisa kami lihat Izin mengemudi anda?” tanya customer service itu, Rio mengeluarkan surat Izinnya dan menempelkannya pada layar yang tersedia diatas kepalanya. “Baiklah, silahkan mengemudi dengan nyaman. Pastikan anda tidak mengantuk dan mengkonsumsi minuman keras ataupun obat-obatan, jika terjadi sesuatu yang mencurigakan mobil akan berhenti dengan sendirinya. Terimakasih!” Rio mulai melajukan kendaraan itu berkeliling untuk beberapa kali didaerah kota, untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya. Bima mengambil ponselnya dan menghubungi ketiga teman mereka yang lain, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Rio pun terlihat sedikit lelah mengemudikan kendaraan selama dua jam, ini adalah bagian dari rencana dimana keduanya sengaja membuat bingung pihak sekolah yang bisa jadi sedang mencari mereka. “Ini aku, bagaimana keadaan kalian?” Rio melirik Bima dengan ujung matanya, ia juga ingin mengetahui bagaimana keadaan teman yang lainnya. “Syukurlah, aku dan Rio akan segera menemui kalian. Dimana posisi kalian saat ini?” tanya Bima, Rio kembali menatap jalan ketika mengetahui teman-temannya dalam keadaan baik. Ia kembali fokus pada jalan dan menunggu alamat tempat tujuan mereka. “Baiklah, sampai jumpa disana!” Bima menutup sambungan telephonenya dan menatap Rio. “Perbatasan wilayah Kota, Resort Travel!” ucapnya, Rio mengangguk dan segera mempercepat laju kendaraan yang mereka gunakan kearah perbatasan kota.   Astri, Luis dan Jina duduk diluar kamar resort yang mereka pesan, ketiganya menunggu setelah mendapat kabar dari Bima bahwa ia dan Rio akan segera datang menemui mereka. Namun, sudah lebih dari satu jam mereka terdiam dikursi itu dan sudah berulang kali Astri menuangkan teh kedalam cangkirnya agar terisi penuh tetapi kedua orang itu tidak kunjung datang. “Apakah mereka baik-baik saja?” Jina mulai khawatir ketika jam menunjukkan pukul 8.30, Astri melirik jam elektronik yang berdiri diatas meja didalam sana ketika mendengar hal tersebut. “Masih ada waktu 30 menit lagi untuk menginjak jam 9 Jina, aku yakin Bima dapat menepati janjinya.” Luis kembali menenangkan keduanya, walaupun hanya Jina yang membuka suara namun raut kekhawatiran dari wajah Astri tidak dapat disembunyikan. Kini hanya Luis yang dapat dan harus dapat menenangkan kedua gadis itu, sebab jika ia ikut panik seperti keduanya hal yang buruk mungkin saja dapat terjadi.  To be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD