Bab 1

1017 Words
Sabtu, - Juli 2007. "Aduh ... Aduh ..." seorang gadis berambut hitam panjang tergerai meringis kesakitan. Ia baru saja terjatuh di tengah lapangan sekolah ketika hendak mengambil tas sekolahnya yang bertumpukan dengan tas siswa dan siswi baru di sekolah ini. Indira baru saja menyelesaikan upacara penerimaan siswa baru di tahun ini. Memilih untuk masuk ke sebuah SMK teknik terbaik di provinsi, ia harus bersaing dengan banyak anak dari kota yang berbeda. "Kamu nggak apa-apa?" tanya seseorang yang tengah mengulurkan tangan ke arahnya. Indira mengangkat wajahnya, ia melihat wajah orang yang berusaha untuk membantunya berdiri. Ia tersenyum simpul mengabaikan uluran tangan itu, berusaha untuk bangun sendiri dan berlalu pergi meninggalkan lelaki yang ia tahu juga murid tahun ajaran baru. Bodohnya Indira, ia memilih untuk menolak uluran tangan tersebut dan pergi.  Bergegas mengambil tas sekolah dan pergi berjalan menuju gerbang untuk bertemu dengan teman-temannya dari SMP yang sama. Indira sama sekali tidak memerhatikan jika tas yang ia bawa bukan miliknya, tidak ada yang berbeda rasanya. "Kamu coba jadi cewek beneran, Ra," ucap Noni, salah satu sahabatnya sejak SMP. Keduanya sekelas ketika berada di kelas 9 SMP, dan kebetulan mengikuti ekstra kulikuler yang sama, yaitu seni tari. Bahkan tak jarang keduanya mengikuti perlombaan melukis yang sama, karena memiliki minat dan bakat yang sama.  Gadis yang terlihat sedikit tomboy itu hanya menunjukkan cengirannya tanpa menjawab sama sekali. Ia terlihat memeriksa pesan singkat di ponselnya, berniat ingin meminta sang ayah untuk menjemput. Tetapi sepertinya ia harus berjala kaki, karena jarak rumah dan sekolah cukup dekat. "Warnet, yok!" ajak Indira pada Noni dan Sea, yang juga sahabatnya sejak SMP. "Eh, iya. Aku mau nonton SUJU juga, jadikan sudah," ucap Sea bersemangat. Akhirnya ketiga sahabat itu berjalan kaki menuju sebuah warnet tidak jauh dari sekolah. Biasanya mereka akan menghabiskan waktu dengan menuntun video musik boyband kesukaan mereka. Dan tak jarang Indira mengambil foto-foto artis Korea, menyimpannya di dalam disket untuk dilihat di komputer rumah. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dan uang saku pun telah habis untuk terus menambah waktu berslancar di warnet. Ketiganya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, dan Indira masih belum menyadari jika salah membawa tas. Semua itu karena ia meletakkan ponsel dan uang sakunya di dalam kantong seragam sekolahnya. Sesampainya di rumah ia bercerita pada sang Mama jika melihat lelaki tampan seangkatan dengannya. Biasanya Indira tidak begitu perhatian dengan lawan jenis di sekitarnya, mungkin karena kebiasaannya berganti lelaki yang disukai setiap seminggu sekali. Dasar mata keranjang. "Kak, dompet HP kamu mana?" tanya Mama yang menanyakan dompet ponsel kesayangan putrinya, berwarna putih dengan kepala Hello Kitty. Indira yang tengah meminum s**u dingin menoleh, ia menunjuk tasnya dengan bibir. Tetapi kemudian merasa ada yang aneh, karena buku yang dimilikinya berbeda dengan buku di dalam tas tersebut. "Yah! Tas Kakak ketukar, Ma! Ih, gimana? Jengkelnya," keal Indira menyadari jika tasnya tertukar dengan milik murid lain. "Kamu gimana, sih, Kak? Ceroboh banget, masa tas sendiri sampai ketukar?" "Kenapa ini?" tanya Papa yang baru saja pulang dari proyek. "Anakmu nih kelakuannya. Masa iya tas sekolahnya ketukar sama punya orang lain, aduh, cari loh itu Senin sampai ketemu," ucap sang Mama sambil berlalu menuju kamar. Tidak ada yang bisa Indira lakukan selain menunggu sampai hari Senin tiba, karena bagaimanapun juga ia tidak suka tas orang ini. Ditempeli macam-macam, dan ini miliki siswa laki-laki yang di tidak tahu siapa. Sampai hari Senin tiba, dan dengan setia Indira berdiri di depan gerbang sekolah menunggu orang yang kiranya memakai tas yang sama dengannya. Sampai akhirnya dia melihat siswa laki-laki bertubuh kecil dan berkulit sedikit gelap memakai tas yang sama dengannya. "Eh, itu tas aku, ya?" tanya Indira ketika menghampiri laki-laki itu. "Iya. Ketukar nih," jawabnya sambil melepaskan tas itu dari bahunya. "Makanya kalau ngambil tas itu diperhatikan dulu, punya kamu atau bukan. Jangan asal ambil saja, bikin repot," ketus Indira ketika bertukar tas dengan laki-laki yang ternyata berasal dari kelas yang sama dengannya. Setelah kejadian memalukan tas tertukar itu tidak ada hal yang menarik lagi di kehidupan bersekolah Indira, semuanya terasa sama saja. Ia tidak bisa menjadi terlalu dekat dengan teman-teman sekelasnya, karena ia bukan tipe orang yang bisa bersikap ramah. Terlalu sering menjawab ketus setiap pertanyaan, membuatnya tidak begitu disukai. Jumat, - Agustus 2007 Untuk bisa sampai ke sekolah, sehari-harinya Indira selalu berjalan kaki dari rumah menuju sekolah. Dan ia juga harus melewati sebuah Masjid besar tidak jauh dari rumahnya. Hari ini adalah hari Jumat, dan waktunya bagi laki-laki Muslim untuk menjalankan kewajibanya sholat Jumat. Masjid begitu penuh, Indira berjalan tepat di samping Masjid dengan rambutnya yang setengah basah.  Jantungnya seperti berdebar, entah apa penyebabnya, tetapi seperti ada yang berbisik untuk membuatnya memalingkan wajah ke arah Masjid. Dengan rasa penasaran dengan apa yang akan ia temukan di sana, Indira berpaling dan tatapannya bertemu dengan sorot mata tajam nan indah. Setidaknya itulah kesan yang ia dapatkan dari lelaki yang waktu itu ia tolak uluran tangannya. "Ya Allah ... Aku lihat malaikat turun di Masjid," gumam Indira dengan wajah meronanya sambil kembali berjalan melewati Masjid. Ia tidak menyangka jika akan bertemu dengan lelaki itu lagi, dengan seragam pramuka yang membalut pas di tubuhnya. Bahkan kacamata yang membingkai indah di wajahnya pun tidak luput dari perhatian Indira. Harinya berubah menjadi merah jambu, ia merasa senang karena memutuskan untuk pergi sekolah lebih awal. Karena murid kelas 10 biasanya sekolah siang, dan ia datang lebih awal karena ingin mencontek PR Matematika dari temannya. "Gila! Aku lihat cowok ganteng banget," ucap Indira ketika memasuki kelas yang hanya ada 5 orang temannya yang sednag mengerjakan PR. "Di mana, Ra?" tanya Felly yang langsung berdiri dari duduknya begitu mendengar Indira menyebutkan ada laki-laki tampan. "Di Masjid. Kayak malaikat, ganteng banget," Indira terlihat berbunga-bunga. "Ah, paling lama seminggu naksirnya. Nanti lihat yang ganteng lagi, juga bakalan heboh," cibir Tri yang kebetulan sudah berteman dengan Indira sejak SMP. "Nggak deh, ini seriusan aku naksir. Harus cari tahu siapa namanya kalau gitu," ucap Indira sambil duduk dan mengeluarkan buku PR dari dalam tas. Pada akhirnya hari itu telah berhasil membuat Indira yang selalu heboh, jutek, dan tomboy menjadi gadis manis dan lebih tenang. Ia memotong rambut panjangnya, membuat poninya menjadi lebih pendek, dan menggunakan jepit rambut kupu-kupu ke sekolah. Sungguh perubahan yang menggelikan menurut teman-teman dan sahabatnya dari SMP. Mengapa Indira bisa berubah sampai seperti itu? Sehebat apa pengaruh lelaki yang namanya belum diketahui itu pada gadis yang biasa dijuluki sebagai preman itu?

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD