Bab 2

1000 Words
"Kenapa, sih? Pasti ada sesuatu, nih makanya pulang lama," kata Lusi. Yessi menjentikkan jarinya."Iya, donk! Kali ini... aku enggak bakalan lepasin dia." Ana terkekeh. "Jadi, ceritanya... lagi jatuh cinta, nih?" Yessi mengangguk pasti."Iya... aku jatuh cinta padanya...."Wanita itu berteriak senang. "Ya ampun ini anak." Lusi geleng-geleng kepala. "Enggak usah senengan deh. Kita bete tau nungguin lo pulang. Kan udah janji mau ngumpul. Gak enak gue cancel sama Abang Frans." Ana mendadak bete. Yessi mencubit pipi Ana dengan gemas."maaf, deh. Oke ... besok gue balik cepet." "Bener, ya! Awas kalau lo pacaran lagi!" Ancam Ana. Yessi menunjukkan senyum malaikatnya, lalu masuk ke kamar. Ana dan Lusi pun kembali ke kamar. Yessi meletakkan tas di atas nakas, kemudian merebahkan tubuh di atas kasur kecilnya. Terbayang kejadian beberapa menit yang lewat, saat ia nekad mencium Jason. Yessi hampir gila saat mengingatnya kembali, sebab pikirannya langsung menjurus ke hal yang lebih jauh lagi.   ** Suasana butik sudah mulai sepi. Seluruh karyawan mulai membereskan barang-barang yang berantakan ulah pembeli. Tapi, pembeli adalah Raja. Orang yang datang ke butik Rila bebas mencoba product Riri selama tidak merusaknya. Eve menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ada di foto Booth. Tempat itu biasanya digunakan pelanggan setia Rila untuk berfoto usai mereka membeli product Rila. "Kalau sudah beres semua, kalian boleh pulang." Eve mengibaskan rambutnya, mengelap keringatnya dengan tisu. "Mam ... aku pulang dulu," pamit Yessi, salah satu karyawan di sini. Tugas Yessi adalah melayani pelanggan. Eve melirik sekilas."Ya." Eve memang kurang suka dengan Yessi, tidak tau kenapa pikiran negatif terus ada di pikiran Eve saat melihatnya. "Enggak dijemput Jason, Pik?" tanya Eve. Sebenarnya ia malas berbasa-basi dengan Yessi, tapi dia adalah pacar Jason. Jason adalah keluarganya, paling tidak ia harus memiliki rasa hormat pada pacar Jason. Eve tidak bisa membayangkan kenapa Jason bisa jatuh cinta pada Yessi. Bukan karena Yessi hanya seorang karyawan butiknya, tetapi karena Eve merasa ada sesuatu yang tidak baik pada Yessi. Hanya saja ia sulit membuktikannya, ditambah Jason cinta mati pada gadis satu itu. Eve memanggilnya Upik abu, karena berpacaran dengan seorang Jason. "Enggak tau, Mam," jawab Yessi pelan. Pintu butik terbuka. Eve mendelik kesal."Pasti bakalan nonton drama, deh," gumamnya malas. "Hai, sayang," sapa Jason sambil memeluk Yessi dengan erat. "Enggak usah pelukan depan gue!" omel Eve. "Diem, lu, Van. Pacar gue juga." Jason mengusap puncak kepala Yessi dengan penuh kasih sayang. Sontak hal itu membuat karyawan wanita yang lain iri dengan keberuntungan Yessi. "Ya sudah, cuss pulang. Antar dia sampai depan kostan. Jangan diapa-apain anak orang," celoteh Eve. "Baiklah... kami pergi dulu, dahhh." "Mam, pulang dulu," ucap Yessi sebelum Jason menarik pundaknya dan membawanya pergi. Eve mendengus kesal. Sudah hampir sebulan ini hatinya mendadak dongkol melihat kemesraan mereka. Dia tidak rela kalau Jason mendapatkan wanita yang tidak baik, apalagi memanfaatkan kekayaan keluarga Morinho. "Mam, semuanya udah beres," kata Friska sambil memijit pundaknya. Begitu juga yang lain, ada yang duduk di lantai sambil memijit betis, dan ada yang sampai tiduran karena kelelahan. "Waduh... sampe segitunya, ya, capek banget? padahal anggota sudah ditambah," ucap Eve sedikit terkejut. "Ya nambah satu, kan, anak baru. Masih belum lancar dan paham," balas Dio. "Ya, kan lumayan... dia bantu bungkus, bantu bawain baju ke ruang ganti." Eve membantah. "Iya, sih, Mam... cuma tadi kita sedikit kewalahan ngelayanin Ibu-ibu dari Gardenia. Mereka serombongan," jelas Friska. "Kamu, kan cuma kasir,Fris... kenapa capek?" Eve mengibaskan rambutnya kembali. "Soalnya, Yessi bolak-balik ngilang. Jadi, terpaksa aku ikutan ngelayanin, Mam." Friska mengucapkan itu dengan pelan dan ragu. "Ngilang kemana?" "Enggak tau. Dikit-dikit pamit ke toilet. Kita cek di toilet gak ada, tau deh ngapain tuh anak," kata Dio. "Kita juga mau marah... enggak enak,Mam, kan bukan hak kita." Gea yang sedari tadi diam sambil memijit betisnya ikut angkat bicara. "Marahin aja. Kalian, kan sesama karyawan, saling mengingatkan. Kalau saya tau..  saya pites itu anak," omel Eve emosi. "Ntar, Mami dimarahin Pak Jason, loh," kata Friska. "Enggak peduli. Harus profesional, dong! kalian juga... harus tegas sesama karyawan. menyetarakan kewajiban. Nanti saya protes."Wajah Eve sudah seperti ibu tiri yang sedang marah. "Kamu lama banget sih, sayang," protes yessi saat mereka sudah keluar dari Butik. "Maaf... tadi aku bantuin Randy dulu  banyak pelanggan datang,"jelas Jason sambil berjalan menuju parkiran. Langkah Yessi terhenti."Kamu naik motor siapa?" "Motor Randy. Kamu, kan minta dijemput cepet. Kalau naik mobil harus muter lagi. Kasian kamu udah nunggu lama." Jason menyerahkan helm pada Yessi. "Kan, deket, jas. Enggak bakalan lama juga, sih." "Ya sudah... yang penting aku sudah di sini. Kamu jadi... ke rumah temen kamu?" Yessi menggeleng. "Enggak. Aku capek pengen istirahat." Jason menstarter motor, Yessi naik. Jason segera melajukan motornya menuju kost-an Yessi. Sepanjang jalan Yessi hanya terdiam, begitu juga dengan Jason. "Dah." Yessi melambaikan tangan setelah meletakkan helm di spion motor. Jason menstandarkan motor, lalu mengejar Yessi. "Kamu kenapa?" "Pikir aja sendiri. Capek ah jelasinnya. "Yessi berjalan lagi. "Ya sudah... maaf. Aku pulang, ya." Jason kembali ke motor. Darah yessi mendidih. "Jason!" Jason tersentak. "Iya, kenapa?" "Kamu enggak ngerti perasaan aku," kata Yessi kesal. "Enggak ngerti gimana, Yessi? Aku ada salah apa sama kamu?" Jason menangkup wajah yessi. "Kamu udah enggak ada waktu buat aku, jas.  Kamu sibuk ngurusin kafe kamu!" Kata Yessi sedikit keras. "Sayang... kafe itu sumber pencarian aku. Di sana aku ngasilin duit, buat kita nanti," jelas Jason. Yessi mengangkat kedua tangannya. "Kenapa kamu enggak balik kerja di kantor aja, sih,kayak dulu. Ngapain kamu jualan gitu." "Aku memang kerja di kantor, sayang. Tapi, enggak setiap hari. Aku ke sana hanya di saat aku dibutuhkan. Untuk mengisi waktu luang... aku buka kafe." Jason menjelaskan dengan sabar. "Jas... hubungan kita sudah berjalan enam bulan." "Aku tau... kita mau nikah,kan?" Yessi mengangguk. "Aku enggak yakin sama kafe kamu, Jas. Gimana kalau enggak berjalan dengan semestinya?" Jason terkekeh, mengecup bibir Yessi sekilas."Kamu jangan khawatir. Aku udah mikirin semuanya." "Jason...." panggil Yessi. "Iya?" "Ayo ke kamarku." Yessi langsung menarik Jason. Jason bingung, mengapa Yessi menariknya begitu saja. Sesampai di kamar, Yessi langsung mengunci pintu. Tanpa berkata apa-apa, Yessi melumat bibir Jason. Jason sedikit kaget, namun setelah itu ia membalasnya. Kelamaan ciuman mereka saling menuntut.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD