Bab 3

1181 Words
Jason sudah siap pagi ini. Seperti biasa dengan seragam khas kafenya, ia menunggu pelanggan "Mas... enggak usah ditungguin gitu. Pasti pelanggan datang." Randy terkekeh sambil mengelap mesin pembuat kopi. "Iya, Ran." Jason malu, lalu ia duduk di meja bar. Berhadapan dengan Randy yang sedang beberes. "Aku seneng, kafe ini bisa berjalan dengan lancar. Makasih atas bantuannya," kata Jason pada Randy. Randi tersenyum." Pelayanan Mas ke pelanggan bagus. Terus... makanan dan minumannya juga enak. Enggak ada di tempat lain. Desainnya juga keren." "Syukurlah kalau begitu." Jason mendengar pintu terbuka. Seorang gadis cantik dan mungil masuk. Membawa tas ransel kecil dan sebuah buku besar di tangannya. "Selamat datang, Mbak," sapa Jason dengan ramah. Tak lupa senyuman pemikatnya yang membuat sebagian pelanggan kafe yang berjenis kelamin perempuan meleleh. "Hai, Mas... aku haus," katanya dengan ceria. Gadis itu memilih tempat duduk di bawah, dekat jendela. Jason menyerahkan buku menu pada gadis itu. Dengan sabar Jason menunggu. "Mas... aku bingung, nih... mau pilih yang mana. Mas aja yang pilihin," katanya dengan nada menggemaskan. Jason tersenyum."Yakin, Mbak?" "Yakin. Tapi... jangan kopi, ya... aku enggak suka," jelasnya lagi. Jason mengangguk."Kalau begitu... pilih makanannya, Mbak. Nanti... untuk minumannya saya pikirkan dulu mau rekomendasikan yang mana." "Sementara minum dulu, Mas. Mungkin... setengah jam lagi baru pesen makan. Belum lapar." "Mbak ... mau minuman panas atau dingin?" Tanya Jason lagi. "Dingin. Soalnya aku capek,Mas... abis bimbingan. Haus banget, nih." Gadis itu tertawa kecil. "Siap, Mbak. Ditunggu." Jason mengambil buku menu dari meja lalu pergi. Jason memerintahkan Tama untuk membuat minuman Fantasia Apel. Minuman yang paling ia suka. Ia ingin pelanggannya tau bahwa minuman ini begitu enak dan segar. Saat Tama mulai meracik minuman, ponsel Jason bergetar. Pesan dari Yessi.   Y : Sayang, malam ini enggak usah jemput. J : Ok.   Jason menjawab pesan Yessi dengan singkat. Mungkin saja Yessi ingin pulang sendiri atau dengan teman-temannya. Suasana malam semakin ramai. Musik semakin keras dan minuman semakin banyak dituangkan. Tiga orang wanita dengan pakaian minim duduk di meja sambil ngobrol. Meskipun harus sambil teriak-teriak. "Kasian banget, sih, lo ... katanya punya pacar CEO. Eh... enggak taunya..  CEO coffeshop." Ana tertawa diikuti oleh Lusi. "Dia beneran CEO. Tapi..  enggak tau kenapa dia itu sekarang..  aduhh enggak banget. Lo tau kan... di awal gue pacaran sama dia. Kayak nyonyah besar dong, gue." Yessi menenggak minumannya sampai habis. Ini sudah gelas ketiganya. "Sekarang... dia enggak pernah ajak lo shopping lagi, kan, ya? Gue liat ... enggak ada tas atau baju baru," kata Lusi sambil memerhatikan tubuh Yessi dari atas sampai bawah. Yessi mengangguk frustasi."Jason itu kaya... tapi, dia enggak mau keliatan kaya. Bego, kan?" Ana menepuk pundak Yessi."Lo... udah coba saran gue kemarin?" Ana memainkan matanya. Yessi memutar bola matanya dengan kesal. Rencana itu gagal."Gagal! Jason tau gue lagi masa subur. Enggak mau... ngecrotin gue di dalem." "Hebat banget, tuh cowok lo." Lusi tertawa lucu. "Udah... ah, pokoknya saat ini, gue lagi enggak mau bahas soal Jason. Besok-besok deh gue pikirin lagi. Gimana caranya upaya Jason kembali betekuk lutut kayak dulu. Sekarang... gue mau Happy." Yessi mengangkat kedua tangannya sambil berteriak. "Hai... hai, Ladies." Bang Frans, begitu biasa disapa, menghampiri mereka dengan tiga orang pria. Yessi yang sudah terlanjur frustasi, kembali meminta bartender mengisi gelasnya. "Iya, Bang?" Jawab Ana sedikit centil dengan d**a yang sedikit dibusungkan. Matanya melirik pria yang ada di hadapannya. "Mau ngenalin temen-temen aku dong... sama kalian. Yessi ke mana sih," protes Bang Frans sambil melihat Yessi yang sudah pinda ke meja bar. "Abaikan, hai... aku Lusi," kata Lusi dengan suara manis menggoda. Pria berkemeja hitam langsung menyambar tangan Lusi. Menariknya dalam pelukan. "Aku Lee. Senang bertemu denganmu," bisiknya di telinga  Lusi. Lusi menjadi mabuk kepayang mendengar suara seksi pria itu. Lee langsung pergi membawa Lusi sambil menepuk pundak Frans. Frans terkekeh."Oke... good luck." "Aku ingin mengenalnya," tunjuk Revan pada Yessi. Frans mengangguk."Pergilah hampiri dia." Revan mengangguk. Dengan santainya ia menghampiri Yessi yang tampak sedang memijit pelipisnya. "Hai... pusing?" Tanya Revan. Yessi menatap pria di hadapannya. Pria modis, rapi, wangi dan semua yang dikenakannya adalah barang mahal. Pria ini juga tampan. "Sedikit. Ehmm... kamu, yang tadi sama Bang frans, kan?" Revan mengangguk." Iya. Aku Revan." "Yessi." "Kita turun, yuk? Daripada duduk aja... kepala kamu makin pusing, loh," ajak Revan. Yessi mengigit bibirnya. Ia ragu menerima ajakan Revan. Ia teringat pada Jason. Belum habis apa yang ia pikirkan,Revan menarik Yessi begitu saja. Mau tak mau Yessi mengikuti Revan yang sudah berjalan. Ingin menghindar, namun mereka sudah sampai di kerumunan. Akhirnya sampai di arena joget. Mendadak, musik menjadi slow. Revan melingkarkan tangannya di pinggang Yessi. Wajahnya menempel di wajah Yessi. Mendadak hati Yessi deg-degan. Mereka saling bertatapan. "Kamu cantik," kata Revan. Badannya bergerak mengikuti alunan musik yang romantis. Yessi memejamkan mata, lalu dengan refleks tangannya melingkar di leher Revan. Tubuh mereka semakin rapat dan bergesekan. Revan menyimpan dagunya di pundak Yessi, kemudian mencium lehernya. Yessi bergetar, hembusan udara dari hidung Revan membuatnya merinding. Mereka terus berdansa sambil berpelukan mesra. Tangan Revan bergerak, mengusap punggung Yessi dengan erotis. "Yessi..." panggil Revan. "I... iya?" Jawab Yessi tercekat. "Tubuhmu indah sekali," bisik Revan dengan suara yang sungguh-sungguh menggoda. Tangannya terus mengusap punggung Yessi, kemudian turun ke bokongnya. Yessi menelan salivanya, sepertinya otaknya mulai terkontaminasi oleh sentuhan Revan. Biar bagaimana pun perlakuan Revan itu sangat romantis dan lembut. Jason tidak pernah memperlakukannya seperti ini. Yessi melepaskan pelukan mereka, tapi Revan menahannya. Mereka bertatapan. Wajah Revan mendekat, ia mencium bibir Yessi dengn lembut. Sangat-sangat lembut. "Bibirmu manis,sayang, seperti buah cherry," kata Revan sambil mengusap bibir Yessi. Yessi mematung, Revan kembali memeluknya dan berdansa kembali. Kali ini, Revan semakin berani, sebab tidak ada perlawanan dari Yessi. Itu artinya, Yessi menginginkan semua ini. Tangan Revan kembali mengusap punggung Yessi, kemudian turun ke b****g, lalu menelusup ke dalam dress mini Yessi. Ia meremas b****g Yessi dengan gemas. Milik Yessi terasa basah saat tangan Revan menyentuh langsung bagian dalam miliknya. Yessi memeluk Revan dengan erat, ia bersandar pada pundak Revan, mencium aroma mint yang membuatnya semakin b*******h. "Kamu... sangat indah, sayang," kata Revan. Yessi menatap Revan. Pria itu memiliki mata yang indah. Ia terhanyut di dalamnya. Bibir mereka bertemu, saling mengecup, menghisap,menjilat, dn melumat. Ciuman yang membuat seluruh tubuh bergetar hebat. Ciuman panas yang membuat mereka menginginkan lebih. Musik berakhir justru di saat nafsu mereka tengah menggebu. Sudah di ubun-ubun. Revan tersenyum menatap Yessi."Kamu... mau ngelanjutin ini?" Yessi menunduk malu."Aku... tidak tau." Revan mengangkat wajah Yessi hingga mereka bertatapan." Di lihat dari matamu... kamu sedang terbakar. Ya... kita sudah terbakar. Sebaiknya.kita pergi dari sini." "Maksud kamu?" "Kita cari tempat untuk menyelesaikan ini. Hanya ada kamu ... dan aku," bisik Revan menggoda. Tangannya membelai puncak d**a Yessi. Yessi bisa merasakan cairan miliknya keluar. Ia benar-benar sedang basah. Ia butuh Revan. Yessi mengangguk, mengalungkan tangannya ke leher Revan. Menggesekkan tubuhnya ke d**a. Ada sesuatu yang keras di bawah sana. Yessi melumat bibir Revan kemudian berbisik,"Aku siap mendesah di bawahmu." Revan tersenyum, ia langsung membawa Yessi keluar dari Bar. Membawanya ke dalam mobil. Sepanjang jalan ia tak tenang, terlebih sekarang ia bisa melihat tubuh Yessi di bawah lampu. Tangan kirinya meraba paha Yessi, sementara tangan kanannya menyetir. Yessi juga sudah terlihat tak sabar, karena Revan terus menggodanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD