DEF 2

1164 Words
Ernest melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Ernest sangat khawatir sampai jam segini Fredella belum pulang juga kerumah. Mana lagi handphone Fredella tidak aktif. "Bang, Della kok belum pulang ya. Gimana kalau kita cari aja."ajak Ernest pada Darwin yang sedang asik bermain game. Darwin menghentikan bermain game lalu melirik ke arah Ernest. "Della belum pulang? Kenapa lo baru ngomong sekarang." "Ya gue pikir Della udah kabarin lo atau mamah gitu. Soalnya hp Della ga aktif gue udah telepon juga." "Ah adik kecil kita itu selalu aja buat kita khawatir. Yaudah lo tanyain mamah gih."suruh Darwin. "Emang mamah dimana?"tanya Ernest santai. Darwin memutar mata malas mendengar pertanyaan adiknya ini. Seperti tidak tahu saja kelakuan Arsen yang sering mengurung Clorinda di kamar. "Kamar. Paling juga lagi olahraga sama papah."jawab Darwin malas. "Olahraga apaan bang jam segini?"tanya Ernest polos. Darwin benar-benar seperti sedang di uji kesabarannya oleh Ernest. Mengapa ia bisa memiliki adik yang kadang lemot seperti ini. "Olahraga ranjang. Dimana papah tuh naikin mamah dan aduhay asiknya."jawab Darwin tanpa rasa malu. "Yaudah yuk bang kita olahraga ranjang juga, kata abang asik. Kan bagus buat kesehatan bang."ajak Ernest sangat bersemangat. Darwin membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Yang benar saja adiknya ini mengajak untuk olahraga ranjang bersama. Memangnya Darwin mau bermain pedang-pedangan apa jika olahraga ranjang bersama dengan Ernest. Memikirkan itu saja sudah membuat Darwin bergidik ngeri. "Udah deh ! Mending lo tanya mamah, Della ngabarin ga mau pulang jam berapa. Kalau belum kabarin kita cari."ucap Darwin serius. Ernest mendengus sebal. Ernest beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar Clorinda dan Arsen yang berada tak jauh dari ruang tamu. Sesampainya di depan kamar kedua orang tuanya. Ernest mengentuk pintu kamar kedua orang tuanya sedikit keras, tapi tak ada jawaban dan respon sama sekali. Ernest mencoba menempelkan telinga, bahkan seluruh tubuhnya ke pintu untuk bisa mendengar apa yang sedang di lakukan oleh kedua orang tuanya. Ernest mengerutkan dahinya, samar-samar ia mendengar suara-suara desahan yang ia yakini itu suara mamahnya. "MAMAH, PAPAH ! ERNEST GAK TAU KALIAN LAGI NGAPAIN, CUMA ERNEST MAU TANYA DELLA KABARIN MAMAH GA KALAU PULANG NYA TELAT."teriak Ernest di depan pintu kamar kedua orang tuanya. "BENTAR ERNEST ! PAPAH BELUM KELUAR NIH, KAMU 10 MENIT LAGI BALIK LAGI KESINI."teriak Arsen keras dari dalam kamar. Ernest menghembuskan nafas berat, ia pun berbalik dan berjalan kembali menuju ruang tamu lalu duduk di sofa. "Lo kenapa?"tanya Darwin bingung. "Masa papah suruh gue 10 menit lagi balik lagi kesono. Katanya papah belum keluar, emangnya papah mau keluarin apaan sih sampe harus nunggu 10 menit."ucap Ernest bete. Darwin tertawa keras setelah tahu mengapa Ernest cemberut seperti ini. "Masa gitu aja lo gak tau sih. Kita udah SMA tau, lo setidaknya ngerti hal dasar gituan. Masa harus gue ajarin sih." Tiba-tiba seseorang menjewer telinga Darwin dari belakang membuat Darwin meringis kesakitan. "Woy jangan main jewer dong, lo mau gue ha---"ucapan Darwin terputus saat melihat Natasha menatapnya tajam. "Jangan kontorin otak adik kamu Darwin ! Cukup otak kamu yang ga suci lagi. Nenek engga suka tau."ucap Natasha datar. "Nenek sejak kapan disini?"tanya Darwin menunjukkan wajah polosnya. "Sejak negara jomblo gagal move on."jawab Natasha seenaknya. "Nenek lepasin dong. Kan nenek udah baik keriput lagi."ucap Darwin polos. Natasha menjitak kepala Darwin sedikit keras dan menatap Darwin kesal. "Enak aja bilang nenek lu keriput. Gini-gini suka perawatan ke salon, tadi aja gue abis main kuda-kudaan sama kakek lu. Berarti gue masih menarik tau ! " Ernest cekikikan melihat Darwin mendapatkan jitakkan dari neneknya. Sebenarnya Ernest juga tidak menyadari kehadiran Natasha, namun Ernest baru saja mengingat jika Natasha dan Vanno menginap di rumahnya. "Eh bentar keknya ada yang kurang."ujar Natasha sembari memandang sekitar dan baru menyadari kalau Fredella tidak ada disini. "Della kemana kok ga ada?"tanya Natasha selidik kepada Darwin dan Ernest. "Aaa..nnuuu anuu nek."ucap Ernest gugup. "Anu apaan? Anu-anuan. Mending cepet kalian ngomong deh."ucap Natasha tak sabaran. "Gini nek, tadi Della pas pulang sekolah bilang ada urusan jadi Della nyuruh kita pulang duluan."kata Darwin jujur. Natasha mengeluarkan ponselnya dari dalam saku baju tidurnya lalu menelpon seseorang untuk memastikan keberadaan Fredella. "Halo bu Yanti, Della ada disana ga?" "......" "Oh udah pulang ya, yaudah makasih ya bu."  Natasha memutuskan panggilan telepon sepihak. Natasha memijit pelipisnya kemana lagi cucu perempuannya ini, Natasha tahu jika Fredella memiliki jiwa sosial yang tinggi namun jangan membuat orang dirumah khawatir pikirnya. "Nenek, gimana kalau kita cari Della aja."ajak Ernest. "Yaudah ambil kunci mobil sana."perintah Natasha. Ernest mengangguk, ia pun mengambil kunci mobil di laci nakas. Natasha dan Darwin berjalan keluar rumah duluan, di ikuti oleh Ernest dari belakang. Langkah Ernest terhenti saat melihat tas milik Fredella ada di kursi santai teras rumah. Ernest melirik sekitar namun tidak menemukan adanya Fredella. "Bang ini kan tas Della."ucap Ernest sambil mengangkat tas milik Fredella. Darwin yang sedang bersandar di pintu mobilnya lalu melirik ke arah Ernest. Yang di pegang Ernest adalah tas milik Fredella namun kemana adik perempuannya itu. Darwin pun mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah dan terkejut mendapati Fredella sedang tertidur diatas atap rumahnya. "DEK KAMU NGAPAIN TIDUR DI GENTENG GITU."teriak Darwin khawatir. Fredella perlahan membuka matanya. Jujur saja Fredella masih merasakan kantuk, bahkan matanya enggan terbuka. Namun teriakan dari Darwin sedikit mengganggu acara tidurnya. Fredella beranjak dari tidurnya lalu menatap Darwin datar. "Apaan bang? Della lagi tidur tau." "Turun dek."pinta Darwin memelas. Fredella mengangguk malas lalu melompat turun dari atas atap rumah, untung  Darwin dengan sigap dapat menangkap tubuh Fredella. Kemudian Fredella pun turun dari gendongan Darwin. Sedari tadi Natasha memandang Fredella tajam seperti ingin memakannya. Mengapa Fredella membuat orang khawatir saja dengan melompat dari atap rumah. "Della kamu ini cucu monyet apa manusia sih? Kenapa juga kamu tidur di genteng gitu."tanya Natasha datar. "Cucu monyet. Kan neneknya aja monyet kekinian."jawab Fredella sambil tersenyum menyebalkan. Fredella melangkah masuk ke dalam rumah. Natasha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, memang jika acara tidurnya Fredella di ganggu. Cucu perempuannya itu pasti akan menjadi orang yang menyebalkan, padahal biasanya Fredella selalu datar-datar saja. "Nenek, Della kenapa sih?"tanya Darwin sedikit bingung. "Tau ah. Mungkin Della kena rabies, dia kan cucu nya monyet."ucap Natasha ketus lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Ernest berjalan menghampiri Darwin yang masih berdiri di dekat mobil, lalu Ernest menepuk bahu Darwin. "Bang, sejak kapan Della punya penyakit rabies?"tanya Ernest polos. "Mana gue tau, coba deh lu tanyain tuh sama rumput yang bergoyang."ujar Darwin melangkah masuk ke dalam rumah. Ernest menatap kepergian Darwin sambil menggaruk tengkuruknya yang tidak gatal. Apa dirinya harus mencoba bertanya pada rumput yang bergoyang agar penasarannya hilang pikirnya. Ernest berjongkok,  kemudian menatap rumput- rumput yang tumbuh di halaman depan rumahnya. "Hey rumput, sejak kapan adik gue kena rabies? Please jawab yah biar rasa penasaran gue hilang nih"tanya Ernest polos. "Ernest, cepet masuk. Jangan kaya orang gila ngomong sama rumput gitu."teriak Natasha yang berdiri di depan pintu Ernest menatap ke arah Natasha. "Iya nenek."jawab Ernest sedikit keras. Ernest kembali menatap rumput sambil mengerucutkan bibirnya. "Rumput, lo gausah jawab pertanyaan gue ya. Gue gamau di kira gila gara-gara ngomong sama lo." Setelah berbicara itu Ernest berdiri lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD