01. First Day as Dara
Sudah makan malam, ucapan selamat tidur dari Mama dan Papa pula sudah bergema. Kanina meletakkan kaca matanya diatas nakas, nampaknya ia sudah siap melanglang buana ke dunia mimpi.
Selimut tebal abu-abu Kanina tarik sedikit hingga batas d**a, ia menarik napas panjang lalu merebahkan tubuhnya menghadap jendela.
Hhh
Sangat nyaman.
Di luar masih hujan tapi suasananya menenangkan, Kanina suka. Itu seperti lagu penghantar tidur yang tenang, kata orang itu adalah relaksasi penenang jiwa dan agaknya gadis itu setuju mengingat suara hujan kadang-kadang membuatnya terlelap panjang sampai lupa kalau ia adalah makhluk Bumi yang besok harus menghadapi bermacam drama kehidupan.
"Kanina?"
Merasa dipanggil cepat-cepat sang pemilik nama menoleh, memakai lagi kaca matanya lalu melirik pintu kamar. Kanina langsung mendapati sesosok wanita berambut hitam sebahu, tengah berdiri di ambang pintu menatapnya hangat. "Iya, Ma. Kenapa?"
"Besok Mama sama Papa pergi pagi-pagi banget. Makanan yang tadi Mama masak sengaja dilebihin supaya bisa kamu pake sarapan besok. Nanti jangan lupa dipanasin, ya?"
Hanya anggukan kecil yang jadi jawaban Kanina. Sementara Mama di sana tampak tersenyum, kembali menutup pintu sembari berucap, "Jangan begadang. Besok sekolah."
"Iya, Ma."
Bersamaan dengan suara sayup - sayup langkah kaki Mama yang semakin menjauh, kembali gadis itu merebahkan tubuhnya, kali ini menatap langit-langit kamar yang.. hhh.. tak ada menarik-menariknya sama sekali.
Ngomong-ngomong soal begadang. Kalau boleh cerita sedikit, beberapa hari ini Kanina lagi suka baca salah satu novel yang dibawa paman dari Bali. Sebenernya bukan hal yang spektakuler karena membaca secercah kisah romansa picisan khas anak muda memang sudah terjadi sejak lama.
Judul buku itu adalah "Dara and Her Destiny." Ya, biasa saja. Kalau dari judulnya, paling hanya kisah anak muda yang saling tertarik satu sama lain kemudian jatuh cinta dan menyatakan perasaan masing-masing. Dari kisah itu kemudian diluar sana para anak muda menyebutnya takdir.
Agak menggelikan tapi Kanina ingin memberi tahu bahwa kisah Dara dan Arvel benar-benar manis.
Kanina ingin seperti itu. Sejujurnya sudah hampir tiga tahun ia mengenyam bangku SMA bahkan sebentar lagi akan naik tingkat menjadi mahasiswa tapi tak ada satu pun kisah yang bisa dia ceritakan nanti di masa tuanya.
Tentang jatuh cintanya di masa SMA atau bahkan hanya sekedar cerita bahwa ia disegani banyak siswa.
Pahit nyatanya Kanina hanya seorang siswi pemalu yang hobi duduk di pojok kantin dengan kedua kuping yang disumpal earphone.
Kanina payah.
Nggak gaul.
Begitu cap yang Kanina beri pada dirinya sendiri. Mau menolak pun begitu faktanya, sudah mutlak. Tapi kalau boleh meminta, ia ingin hadiah ulang tahunnya yang ke tujuh belas diberi hadiah spesial dari Tuhan.
Hadiah menjadi Dara barang hanya sehari saja. Kanina penasaran bagaimana rasanya menjadi primadona sekolah, disegani banyak orang dan dicintai seorang Arvellanka Zardana.
Pasti menyenangkan.
Tuh kan! Kanina jadi senyum-senyum sendiri. Jangan sampai gila betulan, kasihan Papa. Beliau susah payah banting tulang demi memberi Kanina makanan yang sehat tapi anaknya malah gila gara-gara sepenggal novel picisan.
Ah! Sudahlah Kanina.
Pergilah tidur dan kejar tujuan yang sebenarnya. Siapa tahu besok-besok mendapatkan Arvel dalam mentuk nyata.
Amini saja dulu, karena di dunia ini tidak ada yang tak mungkin.
Ya, tak ada yang tak mungkin.
Iya 'kan?
"Dar! Dara?! Bangun Dar! Fino tanggung jawab nih cewek gue pingsan!"
"Aduh, Vel. Gimana nih?"
"Gue nggak mau tau ya. Kalo dirongseng, lo harus siapin dana."
"Dih! Mana ada rongseng-rongsengan?! Orang si Dara pingsan karena bau sepatunya si Ucup."
"Lah? Kok gue?"
"Iya kan sepatu lo bau bangke."
"Menih, jahat pisan sia maneh. Orang tadi Dara smaput gara-gara kena bola basket lo. Nggak usah pitnah spatu gue ya lo Mukidin."
Fino? Dara? Ucup? Siapa?
Aduh! Berisik.
Suara sayup-sayup pertengkaran kini semakin terdengar jelas bersamaan saat mata Kanina menangkap langit-langit ruangan yang terang menderang.
Ada rasa pusing yang menggorogoti kapalanya. Bersama ringisan menahan nyeri, pelan-pelan gadis itu bangun lalu mendudukkan dirinya.
Ia penasaran, ada apa ini? Ramai sekali.
Tunggu sebentar! Ini di mana?
Perasaan tadi Kanina baru aja bergulat dengan selimut abu-abu kesayangannya. Kok tiba-tiba bisa sampai di sini?
Ini bukan kamar Kanina.
"Dara! Lo gak apa-apa? Mana yang sakit? Nggak ada yang sakit 'kan?" Kanina lagi-lagi dibuat bingung ketika salah satu dari tiga pemuda di sampingnya tampak agresif meraih wajahnya yang kecil lalu menghadapkannya ke kiri ke kanan seolah memastikan.
Sempat ada jeda sedikit sebelum pemuda itu berbalik badan menghadap pemuda lain di belakangnya. Rambutnya agak keriting dengan kulit yang tampak lebih putih. "Ucup, tanggung jawab, kemancungan idung pacar gue berkurang lima senti meter."
Merasa itu adalah dirinya, Kanina spontan menyentuh hidungnya.
Perasaan aman-aman aja, nggak ada yang kurang.
"Bukan gue Vel, sumpah! Lo liat sendiri kan Fino yang timpukin Dara."
"Tapi liat tuh, gue tau betul idung Dara kayak idungnya Stephanie Poetri. Coba lo perhatiin berkurang lima senti meter." Lagi-lagi orang yang ditunjuk pemuda itu --Kanina-- menyentuh hidungnya lagi.
Ini ada apa sih?
"STOPP!!!"
"Kalian siapa? Gue di mana?"
Setelah hening yang cukup panjang. Bukannya mendapat jawaban, Kanina malah disambut suara nyaring pemuda agresif tadi. Laki-laki berseragam putih abu-abu dengan dua kancing paling atas yang dibiarkan terbuka itu berteriak kencang bahkan sempat menciptakan dengingan di telinga Kanina. "UCUUUP TANGGUNG JAWAB!! CEWEK GUE LUPA INGATAN!!"
••••
"Dara sepertinya harus dibawa ke rumah sakit, soalnya efeknya sudah separah ini."
Bu Lena, petugas yang bertanggung jawab di UKS langsung menyarankan langkah awal untuk Pak Ardan, wali kelas gadis yang mereka sebut Dara.
Bagaimana tidak? Setahu mereka Dara baik-baik saja, tapi tiba-tiba tidak ingat siapapun. Bu Lena meyakini terjadi cedera serius di kepala Dara. Jadi tidak ada opsi lain selain membawa Dara ke Rumah Sakit.
"Iya Pak. Kasian Dara." Sambung Pemuda tadi, nampaknya belum mau beranjak dari UKS.
"Kalian ngapain masih di sini?" Ucap pak Ardan, ketiga pemuda itu malah cengar cengir, "Nungguin Dara, Pak." Jawab salah satunya. Siapa namanya? Fino?
"Balik ke kelas sekarang! Biar Dara jadi urusan Bapak."
"Tapi Pak, Dara kan--"
"Pacar kamu?"
"Tuh! Bapak tau." Sahut Arvellanka Zardana. Ya, itu nama lengkap yang terpampang di name tag kemeja sebelah kiri dadanya. Pemuda bersuara berat namun nyaring itu lantas memasang senyum melirik Dara yang malah menatap dirinya dengan tatapan heran bercampur aneh.
"Ada-ada saja macam sinetron India. Balik ke kelas sana!"
"Tapi Pak--"
"Nggak ada tapi-tapian. Bocah edan! Sini! Ikut Bapak!"
Sebelum hilang di antara pintu UKS, Arvel yang kerah bajunya diseret Pak Ardan sempat-sempatnya berteriak, "DARA, TUNGGU AKU KEMBALI!!"
Yang langsung dijawab pak Ardan, "Tunggu aku kembali ndasmu! Ngadi-ngadi segala bocah!"
Sementara itu, di sini orang yang diteriaki malah tampak linglung. Masih tak mengerti situasi di depan matanya.
Dara?
Kanina hanya tahu nama itu lewat dua jenis hiburan yang pernah ia lihat. Tokoh di film Dua Garis Biru dan salah satu tokoh novel yang beberapa hari ini dibaca Kanina.
Namanya Dara Arunika Ratu. Gadisnya seorang Arvellanka Zardana.
Jadi siapa dia sebenarnya? Kanina atau Dara