Bab 5

1073 Words
Saat itu menjadi permasalahan di dalam kekuatan perjalanan diri ini sampailah perlahan, kalau kejadian salah satu hubungan yang terjadi. Monalisa berharap Hardian bisa menjadikan dirinya seorang ratu. "Kak... " Erlangga memanggilnya dengan suara lantang. Monalisa menoleh kearah sumber suara saat itu menjadi, adiknya dari tadi menunggu terlalu lama dan saat itu menjadi permasalahan pada diri ini, kalau saat ini menjadi kekuatan tanpa ada batasnya. "Iya, tunggu... " Monalisa menjawab dengan suara lantang. Dari kejauhan Hardin melihat Monalisa dan Erlangga berbincang, tak sengaja pandangan Erlangga beralih kepada pria muda. "Kak, bukannya itu Hardin pacar kakak?" Erlangga bertanya sambil menoleh. Hardin menyadari hal itu kalau Monalisa melihatnya dan sampai saat ini telah banyak di lakukan demi mendapatkan kemudahan. Monalisa memicingkan matanya dan saat itu menjadi perubahan di dalam diri ini berjalan sampai yakin juga, dia hanya memandang sedih saja. "Sudahlah, jangan di bahas lagi aku." "Tapi kak dia melihat kita berdua di sini. Pasti kau sangat senang jika melihat dia ada di sisimu." Erlangga bertanya begitu sangat penasaran dan saat itu menjadi beberapa keadaan telah menjadi keadaan ini. Monalisa sama sekali tak menggubris apa yang di katakan oleh Erlangga karena semuanya bisa di lakukan sampai mendapatkan kebahagiaan diri menjadi satu sama lainnya. Di hati Monalisa merasakan hal yang tidak biasanya juga. Kalau sekarang telah banyak di sampaikan sedemikian rupa, Erlangga bingung dengan apa yang di rasakan kakaknya dan saat ini telah menjadi harapan tersendiri dan semuanya bisa berjalan dengan baik. Monalisa langsung menaiki motor adiknya dan akhirnya melaju kencang kendaraan itu. "Monalisa, aku tahu ini sudah berapa kali aku harus menyakiti kamu dan sampai semakin mendalm pun perjuangan kamu seperti sia-sia saja." Hardin Tak seperti dulu lagi hanya mengharapkan apa yang akan di lakukan sampai mendapatkan sesuatu yang terbaik juga. Monalisa terdiam sejenak dan dia melihat adiknya sudah tak berbicara lagi, rasa hatinya semakin membuat perubahan pada diri masing-masing. Secara dia memikirkan kejadian yang ada setiap kekuatan juga.  "Kak, kau benar-benar tenang hari ini? Aku tahu Kakak kasih sangat begitu sakit menderitanya dan mengungkapkan sebuah kenyataan yang ada dan harapan itu berjuang satu sama lain,  ungkapan lainnya adalah sebuah kekuatan di dalam sebuah kenyataan yang ada Entah mengapa Harapan itu sampai saat ini detik ini telah membuat kekuatan menjadi satu saja.  Entah apa yang akan di katakan saat ini, perjalanan diri semakin hari membuat diri telah menjadi satu. Kalau sekarang Hardin banyak berharap telah berada sampai titik puncaknya. " Kenapa dia bisa tiba-tiba sikapnya menjadi dingin?! Apa hal tadi membuatnya semakin tidak baik di dalam diri ini, sampai detik ini pun perjalanan kisah cinta mereka pun seperti tak ada artinya lagi. " Hardin merasakan ada yang berbeda dengan memang saat itu terjadi hal yang sangat tidak mengenakkan, hardin merasa tidak peduli lagi harus bagaimana menanggapi nya dan menjadi sebuah kekuatan pada dirinya masing-masing setiap permasalahan akan terus berjalan dengan baik pula. Indah itu dulu yang dirasakannya begitu sangat berbeda harapan demi harapan menjadi sebuah ketenangan diri masing-masing. Monalisa berusaha untuk tegar menghadapi sikap Hardian pria yang dirindukan saat ini, Entah mengapa saat itu perjuangannya seperti sia-sia saja bertahun-tahun yang menunggu akhirnya rasanya begitu menyakitkan seperti hari ini.  "Suatu permasalahan di setiap beban menjadi nyata, aku paham semuanya akan bisa berubah di setiap permasalahan akan menjadi nyata satu persatu perjuangan hidup akan berakhir begitu dan tanpa dirasakan harapan akan menjadi sebuah titik terang dalam kehidupan Monalisa hardin menjadi satu-satunya milikmu.  Monalisa sudah terbiasa memimpikan Hardin dan bergumam seperti ini setiap harinya jika mata gadis itu mulai terpejam. Dia kembali ke masa lalu, dimana Hardin yang duduk di kelas 7 selalu mendapat perhatian kelas. Dia siswa yang tampan, berkulit putih dengan tubuh yang profesional. Di mata Monalisa tidak ada yang kurang dari Hardin, dia benar-benar pria idaman. Sebenarnya Monalisa dan Hardin tinggal di lingkungan yang sama, perumahan yang paling elit di kota. Hanya saja Hardin baru pindah dari London dan akhirnya menetap di swiss saat memasuki kelas 7. Sikap Hardin yang dingin membuat Monalisa penasaran. Dia adalah gadis yang sangat ceria dan selalu ingin mendapatkan apapun yang dia mau. Hingga akhirnya Monalisa bertekad untuk membuat Hardin bicara padanya. Untuk pertama kali setelah kelas mereka satu kelas, Monalisa yang di kenal cantik, pintar dan supel memberanikan diri menyatakan cinta pada Hardin. “Hardin, aku akan jadi pacarmu.” Pemuda tampan yang sangat sibuk membaca buku itu mengangkat wajahnya melihat Monalisa yang kini tersenyum. Rambut yang panjang sampai hampir pinggang, mata yang bulat, dengan kulit seputih kapas membuat siapa saja yang melihat Monalisa akan jatuh hati. Belum lagi dia adalah golongan orang elit yang ada di kota. Siapa yang tidak ingin memiliki Monalisa! Tapi semua itu berbeda dengan Hardin, dia tidak berniat melakukan apapun. “Apa kau tak salah bicara?! seharusnya gunakan kalimat tanya. Bukankah orang-orang bilang kau siswi tercerdas di sekolah ini?!” Monalisa menelan saliva, ternyata Hardin sangat kasar. Wajahnya saja yang tampan dan berkharisma. Namun mulutnya pedas bagaikan cabai rawit. “Maaf, Hardin apa kau mau jadi pacarku?!” “TIDAK MAU.” Hardin menjawab begitu cepat hingga Monalisa rasanya bisa berhenti bernapas. Dia bukan marah karena Hardin menolaknya, tapi karena Hardin tidak berpikir lagi sebelum menjawab seolah dia memang sudah menyiapkan jawaban ini sejak lama. “Kenapa tidak mau?!” “Karena kita tidak saling mengenal.” Monalisa mengepalkan tinju, wajahnya mengkerut dan alisnya hampir saja menyatu. “Kita tetangga dan aku sudah hampir satu tahun jadi teman sekelasmu. Apanya yang tidak saling mengenal? Kenapa mengatakan hal buruk! Jika tak suka, harus ada alasan yang tepat.” Hardin tidak menjawab, dia langsung pergi begitu saja. “Hardin.” Tanpa sadar Monalisa berteriak dan dia membuka matanya. Semua lampu di kamar hotel itu sudah hidup, dan jendela juga sudah di tutup. Itu tandanya sekarang sudah malam. Seluruh tubuh Monalisa sakit karena berjam-jam dia tidur di lantai. Monalisa memang sangat suka sekali tidur jika senggang, jika dia mulai memejamkan mata maka akan sangat sulit membangunkannya. Mata Monalisa menatap ke arah Hardin. Dia masih sibuk dengan laptop yang kini ada di hadapannya. Monalisa melihat ponsel dan ternyata ini pukul dua siang! Hanya saja sepertinya sedang hujan deras dan langit begitu gelap. Makanya semua lampu di kamar hidup. Apa dia tak makan siang? Aduh aku lapar sekali. Apa aku harus mendekatinya lagi? OH Hardin kenapa kau membuat aku seperti ini?! Monalisa menggigit bibirnya, dia takut di sembur oleh Hardin dengan kalimat pedas atau hanya di diamkan begitu saja seperti tadi. Monalisa bingung, harga dirinya sungguh tidak ada lagi saat ini. Hardin benar-benar membuatnya seperti makhluk transparan yang tidak terlihat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD