Isma masih terduduk di depan cermin, ia melihat pantulan dirinya dan menatap wajahnya lekat-lekat, berusaha menelaah wajahnya sendiri. Perasaannya, masih bergejolak, ia tidak boleh mengambil keputusan yang gegabah, ia harus memastikan semuanya. Tak lama, lamunan Isma buyar saat mendengar ketukan dari Sahila, ia pun langsung tersadar kemudian bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamar. “Ada apa?” tanya Isma. “Nyonya, apa Anda ingin memakan sesuatu? saya akan menyiapkannya sekarang?” tanya Sahila, setelah ia mandi, Ia memutuskan untuk menyiapkan makan malam bagi Isma, ia tidak ingin terlambat dan ia lebih memilih menyiapkan makanan dari sore. Isma tampak terdiam, kemudian ia melihat wajah Sahila lekat-lekat membuat Sahila mengerutkan keningnya dengan tata