Bab 13 : Kecurigaan Julius

1055 Words
“Kenapa kau diam?” tanya Julius saat Erika tampak terdiam ketika ia membahas anak. Sebenarnya Julius sudah agak mulai bertanya-tanya, ada yang lain dengan Erika, ketika ia sedang membahas anak. Ia bisa melihat raut wajah istrinya berubah ketika ia membahas soal anak. Wanita ini selalu tampak aneh ketika ia membahas soal anak. Padahal, Erika sudah berjanji akan memberikan Julius anak ketika mereka sudah menikah sah secara negara. Erika tersadar, kemudian ia berbalik lalu menatap Julius. Sebisa mungkin ia berekspresi tenang agar tidak mencurigakan. Perlahan, Erika menggerakkan tangannya, kemudian mengelus pipi Julius. “Aku juga berharap benihmu segera tumbuh, rasanya menyenangkan membayangkan bagaimana anak kita akan bangga mempunyai ayah sepertimu, dan aku juga tidak sabar untuk memamerkan anak-anak kita, mereka pasti akan sangat lucu.” Julius tersenyum saat mendengar untaian-untaian kata yang di ucapan Erika, kemudian ia mengecup bibir istrinya. sekilas. Seperti biasa, ketika Erika bermulut manis, rasa ragu dan curiga yang bersemayam di d**a Julius hilang seketika, karena istrinya mampu meyakinkannya. Erika bangkit dari berbaringnya, kemudian disusul Julius yang juga ikut bangkit. Tubuh mereka sama-sama polos, karena mereka baru saja melakukan hal yang seharusnya mereka lakukan, dan setelah itu, Erika pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sedangkan Julius menunggu Erika dan berencana bergantian dengan istrinya. 10 menit berselang, akhirnya Erika keluar dengan pakaian yang rapih sama seperti tadi, dan sekarang, giliran Julius yang masuk ke dalam kamar mandi. Setelah Julius masuk ke dalam kamar mandi, ponsel Erika berdering, satu panggilan masuk dari seseorang. Erika merogoh tasnya, kemudian ia mengambil ponsel, lalu melihat siapa yang menelponnya. Mata Erika membulat saat melihat siapa orang yang menelponnya, ia melihat ke arah kamar mandi dan memastikan bahwa Julius masih lama berada di sana, setelah itu, Erika pun langsung mengangkat panggilan tersebut. “Hallo, bagaimana pekerjaan kalian? tanya Erika ketika sudah mengangkat panggilannya. Ia berbicara sambil berbisik-bisik. Sesekali ia melihat ke arah kamar mandi, karena takut Julius keluar dari sana. “Apa kalian berhasil menabraknya? Bagaimana mungkin kalian gagal!" ucap Erika dengan sedikit mengeraskan suaranya, ia terlalu terkejut saat anak buahnya mengatakan bahwa anak buahnya gagal menabrak Naysila. “Ya sudah. Aku akan menelponmu nanti!” balas Erika, rahangnya mengeras saat mengetahui bahwa anak buahnya gagal menabrak Erika. Ya, Erikalah yang menyuruh orang untuk menabrak Naysila, tentu saja karena Erika masih kesal pada Naysila. “Siapa yang menelponmu sayang?" tiba-tiba terdengar suara Julius dari arah belakang, membuat tubuh Erika diam menegang. Jantungnya berdegup sangat kencang, ia takut Julius mendengar percakapannya. “Sayang!” panggil Julius lagi, Erika menoleh kemudian tersenyum. “Ah, dia temanku yang menawarkan berlian padaku, aku bilang, aku akan membelinya nanti karena aku sudah membeli tas,” jawab Erika dengan nada sendu, ia merubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi sedih membuat Julius percaya. “Kau ingin berlian itu?” tanya Julius membuat Erika mengangkat kepalanya. Lalu menatap Julius dengan tatapan penuh harap “ Tapi kan, aku sudah membeli tas kemarin. Jadi aku rasa aku bisa menundanya bulan depan!” dusta Erika padahal jelas-jelas Ia sedang berharap Julius memberikan lagi uang padanya. “Belilah, Aku akan mengirimkan uangnya ke rekeningmu,” ucap Julius lagi, seketika Erika menghampiri Julius lalu berhambur memeluk suaminya, tentu saja ia tersenyum, senyum yang sangat mengembang, karena ia mendapatkan uang lagi dari Julius.. “Ya, sudah ayo kita pulang, aku ingin beristirahat di rumah!" ajak Julius Erika pun mengangguk, Lalu setelah itu mereka pun keluar dari ruangan Julius. •••• “Ibu, ini rumah siapa? kenapa rumah ini besar sekali?" tanya Calista saat mereka sampai di depan rumah isma. Hari ini adalah hari pertama kali Sahila bekerja di rumah Isma. Sebenarnya tadi pagi Sahila sudah bekerja dan membereskan pekerjaannya, dan ketika siang hari, Sahila menjemput Calista serta membawa, pakaian mereka, karena Isma menyuruh ia dan Sahila tinggal di rumahnya “Ini rumah majikan ibu, nanti kau harus sopan dan jangan membuat nyonya marah!” kata Sahila. “Nyonya?” tiba-tiba gadis itu terdiam, saat Sahila menyebut nyonya pada Isma. Setidaknya ia mengerti bahwa sekarang sang ibu menjadi pembantu. Padahal dulu ketika di rumah sang ayah, Sahila lah yang dipanggil nyonya oleh pembantunya. Sahila mengelus rambut Calista. “Seharusnya, kita harus bersyukur karena ada yang memberi ibu pekerjaan dan kita tidak perlu tinggal di kosan itu lagi dan kau juga bisa sekolah,” jawab Sahila yang menenangkan Calista, karena ia mengerti apa yang dipikirkan oleh gadis kecil itu. Calista pun mengangguk. “Baiklah, ibu menurut,” jawab Calista, wajahnya kembali semangat dan kemudian mereka pun masuk sambil menggeret koper. “Nyonya, ini putri saya!” kata Sahila, Calista menuduk hormat lalu menghampiri Isma dan mencium tangan wanita paruh baya itu, membuat Isma tersenyum. “Kau begitu manis, siapa namamu?” tanya Isma, ia memandang Calista lekat-lekat.. “Aku Calista, nyonya,” jawab Calista dengan sopan. “Nama yang cantik,” jawab Isma membuat Calista kembali tersenyum dan mengucapkan terima kasih. ”Pekerjaanmu sudah beres, jadi kau bisa pergi dan beristirahat di kamarmu!” kata Isma pada Sahila. Sahila pun mengangguk. “ baik nyonya. Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan sesuatu,” ucap Sahila, setelah itu ia pun pamit pada Isma dan mulai berjalan ke kamarnya ••• “Wah, ibu, benarkah ini kamar kita?” tanya Calista, wajahnya berbinar saat melihat kamar sang ibu. Bagaimana tidak, kasurnya adalah kasur yang empuk berbeda dengan kasur di kosan yang ia tempati kemarin. Sahila menoleh ke arah Calista, lalu tersenyum saat melihat ekspresi putrinya yang tampak bahagia. Hanya melihat ranjang yang nyaman saja, Calista sudah senang dan itu membuat Sahila bersyukur. Setelah melihat-lihat ke sekitarnya, Calista pun langsung berlari dan meloncat ke arah ranjang, gadis kecil itu langsung berbaring lalu mengusap-ngusap ranjang yang ia tempati dan benar saja ranjang itu begitu lembut dan empuk. “Wah, ibu aku akan tidur nyenyak di ranjang ini!” kata Calista dengan riang, ia seperti mendapat mainan yang ia suka. Sahila terkekeh saat melihat respon Calista, kemudian ia menyimpan koper lalu ia pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sebelum menyiapkan makan malam untuk Isma. •••• Isma masuk ke dalam kamar, kemudian ia mendudukkan dirinya di meja rias. Ia menatap wajahnya dari pantulan cermin. Tiba-tiba ia memegang dadanya yang terasa sesak. Bahkan, rasanya ia kesulitan untuk bernapas. “Apakah mereka adalah ....” Isma berbicara dengan lirih, matanya berkaca-kaca, ia seperti dengan merasakan rasa sakit dan pedih yang luar biasa, itu semua karena ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD