Bab. 2 Dia bukan ibuku!

1061 Words
Quantum Dynamics Adrian meletakkan bunga yang baru saja dibelinya seharga lima puluh ribu dolar di atas penjuru kanan meja kerjanya, menatap dengan tatapan sulit dimengerti. "Tuan Frost, ada hal yang perlu saya laporkan," celetuk Simon dengan wajah serius dan tegang. "Katakan, Simon," pinta Adrian, menatap tepat pada netra kembar bawahannya itu. "Vincenzo ditemukan tewas di wilayah Fontana," lapor Simon. Adrian menatap Simon dengan ekspresi serius, matanya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Kita telah menjaga perdamaian dengan Fontana selama beberapa tahun," Adrian menjeda sejenak sebelum melanjutkan, "Apa yang kamu ketahui tentang insiden ini, Simon?" "Informasi yang saya dapatkan masih sedikit, tuan Frost. Tetapi suasana tegang di luar sana semakin buruk," jawab Simon terus terang. Adrian mengangguk perlahan, ekspresinya menunjukkan ketidakpuasan. "Kita harus bertindak cepat sebelum situasi semakin memburuk. Panggil Angelo dan Teresa ke sini. Aku akan mengadakan pertemuan empat mata dengan mereka nanti malam di klub Nebula," titah Adrian, menyebut nama salah satu klub malam yang begitu populer di tengah kota San Fransisco. "Baik, tuan!" jawab Simon, lantas melakukan perintah sang tuan. "Dominic Barzini! Apa yang kau rancang? Apakah ini genderang perang yang kau tabuhkan?" gumam Adrian dengan nada pelan. Sorot matanya mencuat tajam, dengan rahang yang mengeras sempurna. … Mansion De’ Rose Elise melangkah pelan masuk ke dalam mansion yang sudah sekian lama ditinggalkannya. Hari ini, gadis cantik itu harus kembali karena ayahnya, Lucas De’ Rose, mengancam akan menghancurkan kuburan ibunya jika Elise menolak perintah. “Akhirnya kamu datang juga,” ucap suara yang menyambut kedatangan Elise. "Andai saja papa tidak mengancamku, aku tidak akan pernah sudi untuk kembali lagi ke mansion ini," jawab Elise cepat dengan nada yang bergetar, menahan emosinya. Beberapa menit berlalu. Terlihat seorang wanita paruh baya melangkah turun dari anak tangga terakhir dan berjalan dengan langkah arogan sebelum berhenti tepat di depan Elise. Wanita paruh baya itu adalah Mary Anne, ibu tiri Elise. Sambil menyilangkan kedua tangan di bawah dadanya, Mary berkata, “Elise, kamu sadar bukan, tindakanmu yang keluar dari mansion De’Rose itu sama saja dengan kamu mencoreng nama baik keluarga besar De’Rose?” dengan tatapan sinis. “Aku tau itu,” jawab Elise santai. “Sekarang katakan, apa yang kalian inginkan dengan mengundangku ke sini?” tanya gadis cantik itu tidak sabar. “Bagus kalau kamu sadar,” kata Mary sambil melangkah beberapa langkah. “Konsekuensinya, kau harus menerima jika Grace yang akan menikah dengan Dominic dengan identitas nona muda De’Rose.” Elise tertawa terbahak-bahak sehingga sudut matanya berair. “Silahkan saja, ambil tuan muda Dominic, nyonya besar De’Rose,” ujar Elise di sela tawanya yang masih tersisa. “Aku masih bisa hidup tanpa mengandalkan harta dari pria kaya-raya!” sarkas gadis itu lagi, mengundang amarah Lucas. Plak! Satu tamparan keras pria paruh baya itu layangkan sehingga mengenai pipi kanan Elise, membuat wajah putih bersih itu terbuang kesamping. “Jaga bicaramu Elise! Mary tetap ibu mu, meskipun sekedar ibu sambung!” ucap Lucas dengan nada bergetar, menahan emosi yang membuncah di d**a. Elise meraba pipinya yang terasa perih. “Dia istrimu Lucas De’Rose, bukan ibuku!” ucap gadis itu dengan tatapan tajam. “Aku sudah memenuhi semua kemauan kalian, mulai detik ini jangan pernah mengganggu hidupku lagi,” desis gadis itu sambil menatap satu persatu wajah di depannya. “Belum lagi Elise!” ucap satu suara cempreng yang baru saja masuk dari pintu masuk utama. “Ingat! Kau harus menggantikan aku di Nebula malam ini. Jika tidak, maka jangan salahkan aku jika menghancurkan toko bunga jelekmu itu!” ancam Grace. Tak menggubris ucapan Grace barusan, Elise menapak laju meninggalkan mansion De’ Rose, wajahnya mencerminkan emosi yang rumit. Kebencian, dendam, dan sakit hati semua menjadi satu. Setiap langkah terasa berat, seolah beban masa lalu dan rasa sakit menuntun setiap gerakan kakinya. Meskipun penuh emosi, langkahnya tetap mantap, melangkah maju tanpa menoleh lagi ke belakang. “Jika suatu saat kita bertemu lagi, kita akan menjadi orang asing yang saling tidak mengenal,” gumam Elise, ucapannya ditujukan buat sang papa yang lebih memilih keluarga barunya ketimbang Elise putri kandungnya sendiri. “Elise, kamu baik-baik sajakan?” tanya Anya, sahabat baiknya Elise yang sedari tadi menunggu di luar mansion. Sambil mengulas senyum, Elise menjawab, “Aku baik-baik saja Anya, ayo kita kembali ke toko,” ajak Elise sambil menggandeng tangan Anya berjalan menuju mobil yang terparkir di bahu jalan. “Mau apalagi mereka memintamu kembali ke mansion ini?” tanya Anya setelah keduanya duduk dengan nyaman di dalam mobil. “Mereka mau Grace yang menggantikan aku menikah dengan Dominic,” jawab Elise cepat. "Dasar manusia serakah!" Anya meluapkan emosi dengan memukuli gagang setir mobilnya. "Aku tidak masalah, asal saja mereka berhenti untuk mengganggu kehidupanku." "Lalu bagaimana dengan ancaman Grace? Apakah kau akan menurutinya Elise?" tanya Anya, menoleh sekilas pada sahabatnya sebelum menyalakan mesin mobil dan meluncur laju meninggalkan perkarangan mansion De' Rose. “Aku akan tetap pergi ke Nebula nanti malam,” jawab Elise mantap. "What!" "Aku pergi bukan karena aku takut dengan ancaman Grace, aku pergi karena aku memang butuh uang untuk mengembalikan uangnya CEO Quantum itu, dan mengambil kembali bungaku," jelas Elise dengan panjang lebar. Anya tampak menarik napas lega. "Aku masih punya sedikit tabungan, nanti kita gabungkan saja semua uangnya dan kamu temui segera tuan Adrian di kantor," saran Anya membuat Elise terharu. "makasih Anya, kamu itu sahabat terbaik yang aku punya." lirih Elise dengan tatapan berkaca-kaca. Setelah diskusi yang panjang, Elise dan Anya setuju untuk menggabungkan uang mereka, memutuskan untuk menemui Tuan Adrian di kantornya. Sementara itu, di tempat lain, Adrian tengah bersiap-siap untuk pertemuan penting di klub Nebula bersama para petinggi organisasinya. Ketika Elise dan Anya tiba di kantor Adrian, mereka melihat Tuan Adrian sedang berbicara dengan seseorang yang tidak mereka kenal di lobi, terlihat sangat serius. "Simon!" teriakan nyaring dari Elise menarik perhatian pembantu pribadi Adrian. Dengan langkah buru-buru, Simon datang menghampiri Elise. "Ada perlu apa, Nona Elise, sehingga datang mencari saya di kantor?" tanya Simon dengan tatapan aneh. "Aku mau bicara dengan Tuan Adrian, apakah bisa?" "Maaf, tuan sedang sibuk, dan nona bisa datang di lain waktu." "Tapi..." "Elise, kamu sebentar lagi harus masuk kerja. Udah ga punya waktu," Anya menginterupsi pembicaraan Elise dan Simon. "Astaga... Iya sudah, aku akan datang besok saja," pungkas Elise. Simon hanya mengangguk kemudian membungkukkan tubuhnya, mengantarkan kepergian Elise dan Anya. Di sisi lain kota, sebuah mobil hitam berhenti di depan mansion De' Rose. Seseorang keluar dari mobil itu, langkahnya mantap, dan tatapannya penuh dengan tekad yang membara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD