Bab. 3 Elise Rose

1119 Words
Elise berdiri di tengah keramaian kelab malam Nebula, matanya terbelalak melihat pemandangan yang begitu berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Gadis itu merasa canggung dan sedikit kaku, terutama saat melihat orang-orang berbusana glamor dan seksi sedang menari di lantai dansa. Sambil memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan, Elise mendengar suara dari seorang pria muda yang mendekatinya, "Elise, kamu harus segera mengantarkan pesanan ke kamar VIP. Dan, kamu juga harus mengganti busanamu. Aku punya beberapa pilihan yang mungkin cocok untukmu." Elise memandang pria tersebut dengan wajah cemas, "Maaf, saya sebenarnya hanya menggantikan teman saya malam ini. Saya tidak terbiasa dengan semua ini." cicit nya. Pria itu tersenyum ramah, "Santai saja, Elise. Aku akan membantumu. Pergi ke ruangan ganti dan pilihlah pakaian yang menurutmu nyaman. Aku akan menunggumu di sana." Elise mengangguk, masih terlihat ragu. Namun, dia merasa lega karena ada seseorang yang bersedia membantunya. Dalam hatinya, Elise berharap semuanya akan berjalan lancar. Elise memasuki ruangan ganti dengan hati-hati, merasa sedikit canggung dengan semua pakaian yang terpampang di sana. Setelah memilih busana yang sedikit lebih seksi, dia keluar dari ruangan ganti. Mark, pria yang memanggilnya tadi, sekaligus pengurus klub malam Nebula, seketika terkejut melihat pemandangan indah yang terpampang di depan matanya. Pria itu tersenyum lebar, "Elise, kamu terlihat sungguh menakjubkan! Kamu malah jauh lebih cantik dari Grace," Elise tersenyum malu, "Terima kasih, Mark. Aku tidak terbiasa dengan pakaian seperti ini, tapi sepertinya untuk malam ini, aku tidak punya pilihan," ujar Elise. Mark mengangguk, "Menurutku, kamu terlihat hebat. Oh!, Grace mengirimkan fotomu padaku sebelumnya. Dia bilang kamu akan menggantikannya malam ini. Dia tidak salah, kamu memang luar biasa," kata Mark sambil terus memuji kecantikan dan kemolekan tubuh Elise. Elise terkejut karena Grace juga ternyata mengirimkan fotonya pada pria ini, tapi juga merasa senang. "Terima kasih, Mark. Aku harap aku bisa melakukannya dengan baik malam ini." Mark memberikan senyuman tulus, "Tentu saja, Elise. Aku yakin kamu pasti bisa. Sekarang, ayo kamu segera mengantarkan pesanan ke kamar VIP." Mark mengajak Elise ke bar di mana bartender sudah menyiapkan dua botol sampanye di atas nampan. "Antarkan pesanan ini ke 'The Presidential suite' kemudian kamu segera pergi dari sana. Karena tamu VIP yang menyewa kamar itu tidak suka dengan kehadiran para waitress," kata Mark, memberikan instruksi pada Elise. Sepertinya Mark sudah sangat mengenal setiap tamu VIP yang berlangganan di klub malam itu. "Duh! Belum saja aku sampai di sana, sudah gemetaran saja ini," batin Elise yang merasakan telapak tangannya sudah berkeringat dingin dan kakinya juga sudah mulai gemetaran. Mark yang menyadari hal itu, menepuk lembut pundak Elise. "Di sini, santai saja. Aturannya di tempat seperti ini, kamu harus pintar dalam bergaul. Hindari masalah dan mundur jika kamu merasa perlu," wejangan berharga dari Mark terdengar sederhana namun bisa menyelamatkan nyawa. “Baiklah, aku permisi,” ucap Elise setelah merasa yakin. Elise berjalan melewati lantai dansa. Tak sedikit p****************g yang menggoda dan mengajak Elise untuk menari bersama mereka, namun Elise hanya menanggapi dengan senyuman. Beberapa menit kemudian, gadis cantik itu akhirnya tiba di hadapan kamar yang dimaksud. Ajudan yang berjaga di depan kamar VIP lantas membukakan pintu ruangan setelah Elise memberikan kode yang tadi diajarkan oleh Mark. Seketika, Elise sangat kaget saat melihat tamu yang harus dilayani malam itu. ‘Tuan Adrian!’ desis Elise di dalam hatinya. “Nona Elise Rose!” gumam Adrian sambil menatap lekat pada wajah Elise. “Apakah nona juga salah seorang waitress Nebula?” tanya Adrian penasaran. Elise masih ingat pesan dari Mark, ‘harus pintar dalam bergaul’. Sambil tersenyum, ia menjawab, “Maaf tuan, malam ini adalah shift pertama saya di klub malam ini,” seraya meletakkan dua botol anggur merah di atas meja di hadapan pria tampan itu beserta dua tamunya. Tiba-tiba Brak! "Tuan Frost!" teriakan Simon memecah hening, ekspresinya penuh kecemasan. "Ada apa, Simon?" tanya Adrian. “Di luar—” Dorr! Dorr! Belum sempat Simon menjawab, dua pria berpakaian hitam masuk dengan gerakan lincah. Mereka melepaskan tembakan dengan cekatan, menghantam dinding dan mengirim pecahan kaca berserakan di udara, membuat situasi mendadak kacau dan mencekam. Dalam sekejap, situasi semakin parah dengan terjadinya baku hantam di antara orang-orang Adrian dengan beberapa pria bertubuh kekar yang terus berdatangan. Elise, yang berusaha menenangkan diri sambil mencari peluang untuk kabur, tanpa sengaja melihat Adrian yang masih terduduk di atas sofa. Darah segar mulai mengalir dan membasahi telapak tangan pria itu yang sedang menutup luka tembak di bagian d**a kirinya. “Ayo, ikut denganku,” desak Elise, suaranya tertutup oleh dentuman tembakan yang terus bergema. “Jangan ikut campur, Elise! Sekarang kamu pergi!” desis Adrian dengan napas terengah-engah. “Bodo amat! Apakah tuan mau menunggu mati di sini?” balas Elise sarkastis, tak terpengaruh oleh kekacauan di sekitarnya. Pria itu mencoba menolak, namun Adrian seakan terhipnotis dan membiarkan Elise membawanya keluar dari kamar VIP itu. “Ayo!” desakan tegas dari Elise, yang dengan susah payah berhasil menggandeng Adrian, membawa pria itu keluar dari kekacauan yang sungguh mengerikan ini. “Iya ampun! Di luar juga sepertinya sedang terjadi bentrokan! Ada apa ini?” gumam Elise yang tidak tahu harus kemana. Mendadak otaknya tidak bisa bekerja.. “Ayo, bawa aku kesana,” titah Adrian menunjukkan lorong yang menuju ke pintu belakang klub itu. “Jangan!” sanggah Elise, “tempat yang kita kira aman, itu belum tentu aman,” ujar Elise dengan nada penuh ketegangan. “Maksud kamu?” “Tempat teraman adalah tempat yang dianggap paling berbahaya! Kita akan melewati kekacauan itu dan aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit,” jawab Elise penuh percaya diri, matanya memancarkan tekad yang kuat. Sementara Elise dan Adrian berusaha melarikan diri dari klub malam yang tiba-tiba menjadi tempat kerusuhan, di suatu sudut lain di kota yang sama... “Om Lucas De’ Rose, nyali kalian ternyata besar sekali, karena seenaknya mengganti calon pengantinku?” desis seorang pria dengan tatapan tajam sambil memainkan pistol di tangan kanannya. Membuat Lucas, pria paruh baya itu berkeringat dingin, wajahnya berubah pucat. “Maaf, tuan muda Dominic.” Dorr! Sebuah tembakan dilepaskan oleh pria tampan itu pada salah seorang bawahan Lucas, membuat pria malang itu menggelupur dan tewas di tempat. Tidak ada yang berani menjerit dan mengangkat wajah, khawatir akan menjadi mangsa amukan Dominic yang selanjutnya. “Ku beri kalian peringatan! Aku akan menghabisi seluruh keluarga De’Rose jika yang berdiri di altar suci bersamaku nanti bukanlah Elise Rose!” ancaman Dominic sukses membuat Lucas dan Mary menelan kasar ludah mereka. “Baiklah!” “Tuan Dom, lapor!” ucap salah seorang ajudan Dominic yang baru saja berlari masuk dari arah luar mansion De’Rose. Dominic, pria tampan yang berusia 30 tahun, memberikan kode agar ajudannya mendekat. Tanpa membuang waktu, bawahannya mendekat dan membisikkan sesuatu yang rahasia di kuping Dominic, membuat pria itu tersenyum penuh kemenangan. “Bravo!” ucapnya kemudian melangkah pergi dari dalam mansion itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD