1. Pertemuan pertama

1259 Words
Author pov* Mokpo, Akhir musim semi.... Seorang gadis dengan seragam SMU berjalan di sebuah gang kecil. Suasana jalan itu sepi. Beberapa toko kecil di sisi kanan jalan pun sudah tutup. Ia terus berjalan menyusuri jalan itu sampai ke sebuah belokan. Gadis itu berhenti melangkah, saat dilihatnya segerombolan pemuda yang tak jauh didepannya. 'Apa aku lewat jalan memutar saja?', Batin gadis itu seraya mengeratkan pegangan pada tas punggungnya. 'Tapi itu terlalu jauh.' Beberapa dari pemuda itu terlihat sedang merokok dan yang lainnya tampak memegang botol yang gadis itu tebak adalah botol minuman keras. Menghembuskan nafas perlahan dan kembali melangkahkan kakinya, "aku hanya lewat dan hanya perlu mempercepat langkahku", gumamnya pada diri sendiri mencoba membangun keberanian. Dengan langkah lebar dan pandangan lurus ke depan, gadis itu berusaha melangkah melewati para pemuda nakal itu. Semakin dekat, cengkeraman kedua tangannya di disi kiri dan kanan tasnya semakin erat. Dia menundukkan kepala. Berjalan cepat hingga seorang dari gerombolan itu meneriakinya. "Hei,kau!" Gadis itu reflek menoleh. Berhenti sejenak, kemudian kembali melangkah dengan cepat. "Hei, kau tuli?!", teriak seorang pemuda mabuk yang kini mengejar langkah sang gadis. "sombong sekali," timpal yang lain. Tiga pemuda menyusul langkah gadis itu, seiring langkahnya yang kian cepat kini setengah berlari. "Kemarilah!" Seorang pemuda yang tengah merokok berhasil menarik tas punggungnya. Kemudian yang lain meraih lengan kiri gadis itu hingga membuat sang gadis tak bisa melangkah. Kini ia dikelilingi enam pemuda yang memandangnya dengan nakal, membuat gadis itu berkeringat dingin. "Lepaskan aku!" Teriaknya seraya menghempaskan tangan yang mencengkeram lengan kirinya. "Hahaha...", mereka tertawa seolah gadis di hadapan mereka itu sebuah lelucon. Gadis itu mulai ketakutan,nafasnya semakin memburu. Matanya sudah berkaca-kaca. Hatinya mengatakan ingin segera berlari dari sana, tapi kakinya tak mampu bergerak selangkahpun. "Menjauhlah dariku!". Ia memberanikan diri berteriak lagi. Berusaha menyingkirkan dua orang di sisi kiri dan kanannya. Tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding. "Kenapa terburu-buru,manis?", sambil mencolek dagu gadis itu. "Lepaskan!", teriaknya saat lengan kanannya ditarik dengan kasar. "Aku ingin segera pulang. Aku mohon lepaskan aku...". Kini air matanya tak terbendung lagi. "Ha ha ha...". Mereka kembali menertawai gadis itu. "Menyingkirlah, jangan ganggu aku..!" , teriaknya seraya memberontak. "Aku mohon... Lepaskan aku," dia semakin terisak. "Lihatah, dia manis sekali. Bahkan saat sedang menangis" "Ha ha ha..." Tawa mereka semakin pecah, begitupun tangis gadis itu. "Tolong..." nyaris tak terdengar.Rasa putus asa kini menghinggapi hatinya. 'Ya Tuhan, tolong aku. Aku mohon...', doa nya dalam hati. 'Datangkanlah seorang penyelamat untukku'. Tak henti hentinya ia merapalkan do'a. Menundukkan kepala, memandang kedua kakinya. Berpikir cepat, lalu berusaha melawan dengan tendangan. Tapi itu tidak berhasil. Hanya tertawaan yang kembali ia dengar. "Jangan ganggu dia!" Suara lantang seorang pria memecah tawa riuh dan isak tangis di jalan kecil itu. Para pemuda itu menghentikan tawanya. Begitupun dengan sang gadis yang kini menghentikan tangisnya. Ada perasaan lega dihati gadis itu setelah mendengar seseorang yang datang. Suasana hening sejenak. Semuanya melihat ke arah seorang pria yang entah siapa dia. Berjalan mendekat, kedua tangannya masuk ke dalam saku hoodie hitam yang ia kenakan. Wajahnya tak terlihat jelas karena tertutup masker hitam. Kini pria itu sudah berada ditengah-tengah mereka. Menatap pemuda yang mencengkeram lengan si gadis. Lalu dengan sopan mencoba melepaskan tangan itu. "Lepaskan tanganmu dari kekasihku" Ucapan pria itu sontak membuat gadis itu mengangkat wajahnya. Perasaan lega yang sempat ia rasakan kini berubah menjadi keterkejutan. "Tolong jangan ganggu kekasihku kalau tidak ingin ku beri pelajaran." ucapnya sambil merangkul gadis itu, meremas sedikit pundaknya. Gadis itu sepertinya mengerti maksud dari sang pria. "Maafkan kami,hyung. kami hanya bercanda" kilahnya. (hyung=panggilan kakak dari pria untuk pria) "Pulanglah, aku tau sebagian dari kalian masih pelajar. Dan aku juga tau beberapa orang tua kalian" Para pemuda itu mundur satu persatu, perlahan menjauh. "Mari kita pulang, chagi" (Chagi/chagiya = panggilan sayang untuk kekasih) Sang gadis hanya mengangguk kaku. Tak mampu berkata-kata. 'Terimakasih Tuhan, terimakasih', batinnya penuh rasa syukur. Adegan klasik memang. Seperti di drama yang pernah ia tonton. Atau seperti di novel novel yang pernah ia baca. Seorang pria menolong seorang gadis yang di ganggu pria pria nakal atau penjahat. Dia tersenyum, larut dalam pemikirannya sendiri. Namun, seketika senyuman itu memudar ketika menyadari lengan seorang pria yang tak di kenalnya itu masih merangkulnya, padahal mereka sudah berada jauh dari para pemuda tadi. Dan kini mereka sudah keluar dari gang kecil. Gadis itu menggerakkan bahu kirinya berusaha menyingkirkan lengan itu. "Aku bukan orang jahat," ucap pria itu sambil menurunkan tangannya dari pundak sang gadis. Kini mereka berhadapan di bawah penerangan lampu jalan. Pria itu menurunkan tudung hoodienya, kemudian membuka masker hitamnya. Menatap gadis itu dengan senyuman. Gadis dihadapannya terdiam sejenak,menatap sang pria. Ya Tuhan, malaikat penolongku ini tampan sekali, ucapnya dalam hati. "Kau baik-baik saja? Mereka tidak melukaimu?" tanya pria tampan itu. "Y..ya", dia tergagap. "Aku baik-baik saja" "Syukurlah" Pria itu tersenyum lagi. Senyum yang hangat dan sangat manis. Semakin membuat sang gadis yang ditatapnya salah tingkah. "Maafkan aku harus mengaku sebagai kekasihmu," ucapnya sambil memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie. "Tidak apa-apa,Oppa. Trimakasih sudah menolongku", ucapnya sambil sedikit membungkuk sopan. "Kalau begitu, kita berpisah disini. Rumahku sudah dekat". "Maafkan aku nona. Sepertinya aku harus mengantarmu sampai kedepan pintu rumahmu." Lalu ia mulai melangkahkan kaki. "Sebelah mana rumahmu?" Mereka berjalan beriringan sampai ke sebuah gerbang kecil disamping rumah. Rumah tradisional yang cukup besar dengan halaman yang cukup luas. "Ini rumahmu?" "Iya" Gadis itu menoleh ke arah rumah sekilas, lalu mengetuk-ngetuk gerbang kayu di depannya beberapa kali. "Samchon! Aku pulang!," Tidak ada jawaban dari dalam rumah. "Apa mereka sudah tidur?" "Biasanya Samchon atau Harabeoji akan menunggu sampai aku pulang" Gadis itu kembali mengetuk pintu gerbang. "Harabeoji! Aku pulang!" (Samchon=Paman. Harabeoji=Kakek) "Kau kah itu, Yoona?!", terdengar suara seorang pria dari dalam rumah. "Nde!" Jawab gadis itu. Mengusap-usap kedua telapak tangannya yang mulai kedinginan, lalu meniup niupnya. Pria didepannya memperhatikan setiap gerak gerik gadis itu dan seulas senyum mengembang di bibirnya. "kalau begitu aku pulang dulu." pamit sang pria. Dia beranjak pergi. "Tunggu," cegah sang gadis. Pria itu menoleh dan menatap sang gadis, "Hm?" "Siapa namamu?" Pria itu tersenyum lagi kemudian menjawab, "Donghwa. Lee Donghwa" "Ah.. Baiklah," Yoona mengangguk-angguk. Menunduk malu dan pipinya memerah. "Kau...Yoona? Itu namamu kan?" "Nde.." jawabnya yang masih menunduk. "Lain kali jangan pulang sendiri. Jika terpaksa pulang sendiri,lewatlah jalan yang lebih ramai dan banyak penerangan." Yoona hanya mengangguk-angguk. Donghwa mengacak gemas puncak kepala Yoona, membuat pipi gadis itu semakin memerah sampai ke leher. Deg Baru kali ini ada pria yang menyentuh kepalanya selain ayah, kakek, paman, dan kakak sepupunya. "Yoona!" panggil sang kakek yang kini tengah membuka kunci pintu gerbang. "Sampai bertemu lagi, rumahku tidak begitu jauh dari sini", pamit Donghwa. Ceklek... Pintu gerbang kecil itu terbuka. Seorang pria tua keluar dari sana. "Kau bicara dengan siapa?". tanya sang kakek. "O...," Yoona menoleh ke arah kakeknya. "Itu...,seseorang yang telah menolongku tadi dijalan" Yoona kembali menatap punggung Donghwa yang kian jauh. Senyum terus mengembang di bibir Yoona. Kakek merangkul Yoona. Mereka masuk ke halaman rumah. Yoona terus tersenyum dan melangkah riang meninggalkan Kakeknya yang sedang mengunci kembali pintu gerbang. "Siapa pria itu? Kau mengenalnya?" tanya sang kakek. Yoona berbalik, menghampiri kakeknya dan menggandeng lengan kanan sang kakek. "Dia malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menolongku" jawabnya dengan ceria. "Ah..bukan. Dia seorang pangeran tampan yang dikirim Tuhan untuk menyelamatkan tuan putri ini" Kakeknya mengerutkan dahi,kemudian menggeleng pelan. Lalu melanjutkan langkahnya masuk kedalam rumah bersama cucu kesayangannya. "Sudah kakek bilang, tunggu di halte sampai ada yang menjemputmu" Kini Yoona sudah membersihkan diri dan merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur. Menarik selimut dan memeluk guling. Seulas senyum mengembang di bibirnya. "Lee Donghwa, pangeran penyelamatku" gumamnya sebelum memejamkan mata dan terlelap. Berharap bertemu kembali dengan pangerannya dalam mimpi indahnya malam ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD