"Please, stop ...," desahan Keyli tercekat di antara bibirnya, nyaris tak terdengar. Suara itu adalah bisikan putus asa dari akal sehatnya yang kian menipis, sebuah perlawanan terakhir terhadap gelombang kenikmatan yang membuncah tak terkendali. Otaknya menjerit, menolak keras realitas yang sedang terjadi, membangun tembok-tembok penyesalan dan rasa bersalah. Ia adalah seorang istri, wanita yang terikat pada janji suci, namun ironisnya, setiap inci tubuhnya merespons dengan gejolak candu yang begitu kuat. Itu adalah respons primordial, sebuah reaksi naluriah yang tak bisa ia bendung, reaksi yang bahkan tak ingin ia sudahi walau sejenak. Ada pertarungan batin yang sengit, sebuah medan perang antara logika dan nafsu, antara apa yang "seharusnya" ia lakukan sebagai Keyli, istri seseorang, dan

