Chapter 3

1526 Words
Benci jadi Cinta.. Mungkinkah Cinta tumbuh tampa rasa Benci dulu ?? ** Hari sudah semakin sore, Raina,Dela, Ari dan Dimas masih di sanggar sekolah, latihan untuk persiapan lomba debat minggu depan. Mereka ditemani Bu Endang dan Bu Reni sebagai pembina mereka. Karena waktu yang singkat mereka langsung dibagi pasangan, Ari berpasangan dengan Raina sedangkan Dimas berpasangan dengan Dela untuk menyeimbangkan tinggi badan mereka. “Ari! Jangan malu-malu. Disini gerakannya kamu megang pinggang Raina!” Bu Reni berteriak mengoreki gerakan Ari yang kurang. Kayaknya dia enggak nyaman deh sama gue, gimana ya biar dia bisa konsen dan enggak canggung, Batin Raina yang menatap Wajah Ari yang masih tegang. “Fokus Ar!” Kata Raina sambil membenarkan gerakan Ari yang masih salah. Ari menghela nafas, Dia memegang pinggang Raina dengan tenang saat ini. Anjir, coba kalo gue yang jadi pasangan Raina. Kok malah Ari sih! shitt!. Dimas menggerutu. Jantung Raina berdebar Saat Ari dengan jantan menari dengan tatapan yang tajam dan dengan genggaman yang erat saat berpasangan dengannya. Duhh.. apaan sih! kan bagus kalo dia udah perbaiki gerakannya! Tapi kok gue rasanya malah canggung ya dia megang-megang gue. Dihh fokus Rain fokus, mikir apaan sih lo! “Oke ! semuanya istirahat dulu.” Teriak Bu Endang menghentikan latihan mereka. Mereka duduk dan istirahat. “Lo kenapa Rain kok bengong! Muka lo merh banget lagi, Hayoo!” Ejek Dela. “Ehh.. apaan sih, ya karena gue capek lah!” Raina salah tingkah. From.Sister “Dek, kok belum pulang?” Raina memeriksa ponselnya. To. Sister “Adek masih di sekolah kak sama temen-temen persiapan lomba besok. Nanti adek pesen ojek online aja kak, abis magrib mungkin adek otw!” balas Raina. Adzan magrib menghentikan latihan mereka, Bu Endang dan Bu Reni memutuskan untuk mengakhiri laihan hari ini. Selain hari sudah sore , mereka juga melihat murid-muridnya sudah mulai kelelahan. “Anak-anak, ayo kita sholat magrib dulu abis itu baru pulang” Bu Endang lelah mengajak Raina, Dela, Dimas dan Ari ke mushola sekolah. “Oh iya anak-anak. Ibu tadi udah pesen makan, nanti makan dulu ya!” imbuh bu endang Mereka berempat mengangguk. Selesai makan mereka berpamitan ke Bu Endang dan Bu Reni untuk pulang. saat jalan menuju gerbang Dela ternyata sudah di jemput ojek online yang sudah dipesankan orang tuanya. “Rain gue duluan ya, ternyata udah dipesenin nyokap gue ojek!” “Oke del, hati-hati di jalan ya!” jawab Raina “Eh by the way, lo gimana?” “Santai Del, abis ini gue pesen ojek online juga kok!” Hari ini Ari dan Dimas membawa motor sendiri-sendiri. Mereka memang sengaja mulai membawa motor karena sudah memperkirakan akan pulang larut. “Rain gimana kalo lo gue anter aja!” Dimas menawarkan untuk mengantarnya. “Gapapa Dim gue naik ojek aja, lagian lo sama Ari kan!” Raina melirik Ari. “Ari bawa motor sendiri kok, lagian udah malem loh, yuk gue anter!” Ajak Dimas. Ari yang dari tadi diam dan memperhatikan Dimas dan Raina. Ari merasa sedang menonton drama saat melihat mereka debat karena sesuatu yang bisa dianggap klise untuk di perdebatkan. “Udah lah, nih pake helm!” Dimas menyodorkan helm doublenya ke Raina. “Tapi enggak apa-apa nih?” tanya Raina masih ragu. “Gapapa lahh, santai kalik!” ucap Dimas. Setelah lama berdebat Raina menerima tawaran Dimas untuk mengantarnya pulang, Ari pamit pulang duuan ketika mendengar Raina setuju untuk di antar pulang oleh Dimas. “Dim gue duluan ya!” pamit Ari. “Yoi, Ar. Hati-hati di jalan bro!” jawab Dimas. Ari pun pergi dan perlahan menghilang dari mata Dimas dan Raina. “Ayok Rain!” ajak Dimas. Rain mengangguk dan naik ke motor Dimas. Saat di motor mereka hanya diam saja, menambah perasaan canggung saat di jalan. Karena merasa tidak enak Dimas mengajak Raina mengobrol untuk mencairkan suasana. “Rain lo enggak bosen digangguin Sandra di kelas?” tanya Dimas. “Ya gimana lagi Dim,  lo tau sendiri kan sikap Sandra. Kalo gue mah biasa aja. Ngeladenin Sandra kagak ada abisnya!” jawab Raina. “Hahaha bener juga sih!” Dimas tertawa, dia senang karena Raina mulai bicara santai dengannya. “Eh by the way, lu dari dulu emang deket sama si Ari ya?” Raina tanya balik ke Dimas. Apaan sih, kok malah bahas Ari, “Iya enggak dari dulu banget sih,  cuma gue udah sekelas sama dia dari kelas satu” jawab Dimas. “Kenapa emang Rain? Kok tiba-tiba lu nanyain dia? Lo suka sama dia?” Tanya Dimas canggung “Ngaco! Mana ada, Cuma kayaknya kalian tu deket banget gitu.” Raina langsung menelaah, dan mulai salah tingkah. “Syukur Deh!” jawab Dimas lega. “Apa Dim, Gue enggak Denger!” Raina mendekatkan mukanya ke saping kepala Dimas. Duhh deket banget mukanya, anjir deg-deg an gue! Rain Rain... “E.. Ehh enggak, Lahh si Deska malah udah kayak surat sama perangko sama lo! Lengket bener.” Dimas mengubah Topik. “Yeee... Deska mah emang udah kayak sodara sendiri kalo sama gue!” jawab Raina. Tidak terasa karena mengobrol sepanjang perjalanan tiba-tiba sudah sampai di depan rumah Raina. “Ini Rain rumah lo?” tanya Dimas. “Iya Dim, mau masuk dulu?” tawar Raina. “Enggak deh, langsung pulang aja. Kapan-kapan deh gue diajak mampir ya! sekarang gue udah tau rumah lo, jadi gampang deh kalo ngapel” ucap Dimas keceplosan. Raina kaget dengan ucapan Dimas. Dimas yang tidak sengaja keceplosan langsung membuang muka dan salah tingkah. Bodoh bodoh bodoh! Ngomong apaan sih gue, kalo Raina illfeel gimana! ih dasar mulut enggak bisa filter dulu apa. “Eh... oke Dim. Makasih ya udah nganterin” kata Raina dengan canggung. “Iya sama-sama. Gue pulang ya!” pamit Dimas. “Hati-hati di jalan Dim! Thanks Dim” imbuh Raina. Setelah melihat Dimas sudah pergi, Raina langsung masuk ke rumah. “Assalamualaikum” Raina masuk melewati Ayu. “Siapa tuh dek? Gebetan?” tanya Ayu yang sudah berdiri di depan pintu yang membuat Raina kaget. “Dijawab dulu kek salamnya, malah nanya yang enggak-enggak” Raina cemberut. “Walaikumsalam! Jadi, siapa tuh?” Ayu yang masih penasaran terus bertanya kepada Raina. “Temen kak, anggota tim! buat lomba besok.”jawab Raina ketus. “Ih iyakah?” nada menggoda Ayu membuat Raina semakin gemas dengan sikap tidak biasa kakaknya itu. “Iya kakk...” jawab Raina geram. “Oh iya kak lomba dimajuin jadi minggu depan jadi seminggu ini adek pulang malem terus. Adek udah makan tadi jadi abis mandi adek mau langsung tidur. Capek” Raina bergegas masuk kamar dan mandi. Seperti katanya tadi,  Raina setelah sholat isya dia membanting badannya ke kasur. Ihh kok gue labil banget sih hari ini! Mereka tuh ya, temenan sifat nya beda tapi bener-bener bikin gue bingung. Mana yang satu bikin deg-degkan pas nari, yang satu nganterin pulang sambil ngomong ngaco!  “Bodo ahh! Gue ngantuk!” Tak lama kemudian Raina mulai terlelap. ** Hari berikutnya seperti biasa mereka latihan setelah jam istirahat. Mereka berkumpul di sanggar sekolah, dan mulai Latihan. Karena waktu yang tinggal sebentar mereka berlatih dengan sangat keras. “Saya angap, Dimas dan Ari sudah mengerti ya sama tarian yang ini! Kalo begitu kita lanjut lagu yang kedua!” Kata Bu Reni. “Selanjutnnya kita mulai untuk tarian yang kedua, dengan konsep yang berbeda dari sebelumnya, dan nati juga ada pergantian pasangan ya! Raina, Dela maju ke depan. Kita kasih gambaran ke Dimas dan Ari untuk tarian yang sudah kita latih kemarin!” Dela dan Raina memang sudah menguasai semua tari untuk lomba. Selain karena mereka sudah berlatih lebih dulu, mereka juga mudah menghafal dan memahami gerakan sehingga mereka dilatih terlebih dahulu untuk membantu pasangannya. “Baik bu!” Lantunan musik mulai terdengar, Raina, Dela, Bu Reni dan Bu Endang menari dengan sangat indah. “Buset!” Dimas dan Ari melongo melihat penampilan 4 wanita itu. “Cantik, pinter, jago nari juga! sempurna!”Ucap Dimas. Ari yang mendengarnya langsung menengok ke Dimas, “ Siapa Dim?” Tanya Ari “Raina!” Jawab Dimas spontan                   . Sadar dia keceplosan ngomong ke Ari, sontak Dimas menatap Ari yang sudah geleng-geleng menahan tawa. Musik berhenti. Raina, Dela, Bu Endang dan Bu reni selesai memperlihatkan gerakannya untuk di pelajari Dimas dan Ari. Dimas dan Ari bertepuk tangan kagum dengan gerakan yang mereka buat. “Lohh Ari, kenapa ketawa? Emang ada yang aneh?” Tanya Bu reni heran. Ari masih tertawa geli “ Enggak kok buk, keren malah. Tapi Dimas ini.” Dimas buru-buru menutup mulut Ari agar dia tidak mengatakan yang tidak-tidak ke empat wanita itu. “Ehh.. bukan apa-apa kok bu! Latihan sekarang? Hehehe ” Bu Reni dan Bu Endang hanya geleng-geleng melihat tingkah Dimas dan Ari. “Diem lo! Awas ya kalo sampe bilang-bilang!” Dimas melepaskan cengkramannya “Ahaha... Iya deh iya! Lucu banget salting lo!” Ari yang bariu saja terlepas dari cengkraman Dimas, masih bisa tertawa dan mengejek Dima. “Dim Dim! Kalo suka mah, langsung bilang aja kalik!” Imbuh Ari. “Ya, niatnya sih gitu. Tapi ada parasit nempel!” Jawab Dimas ketus. “Buset, Parasit... hahaha siapa sih siapa?” Tanpa menjawab pertanyaan Ari, Dimas langsung bernjak dan mulai menghampiri guru tarinya untuk latihan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD