Part 17

2022 Words
Runi masih berdiri di tempatnya. Menunggu sosok Sandi. Hujan yang mengguyur Kota Jakarta sore ini membuatnya tidak punya pilihan. Rasanya aneh jika tetap berada di sini dan menunggu sosok laki-laki yang baru dikenalnya siang tadi. Guru magang itu bahkan seperti tidak punya pilihan. Antara pikiran dan hati tak sejalan, itulah yang dirasakan oleh Runi. Tak mengerti dengan apa yang ia lakukan kali ini. Menuruti ucapan pria yang baru saja dikenalnya. Seperti ada magnet yang membuatnya mengangguk saat pria itu memintanya untuk menunggu. Sudah lima belas menit berlalu Runi menunggu dan masih setia berdiri di tempatnya. Entah datang dari mana atau Runi yang sibuk melamun, tiba-tiba saja Sandi sudah berada di sebelahnya. Antara terkejut dan kasihan saat melihat sosok laki-laki yang kehujanan itu. Bajunya basah kuyup. Anehnya ia membawa payung. Sungguh hal yang membingungkan. "Ayo, Miss Runi, nanti keburu malam dan jalanan lebih macet lagi." Sandi membimbing Runi untuk menuju ke arah mobil Honda Jazz miliknya sambil memayungi wanita cantik itu. Sandi membuka payung agar Runi tidak kehujanan. Ia sangat takut jika wanita itu terkena air hujan. Aneh sekali. Belum ada dua puluh empat jam sudah memperlakukan wanita yang sedang berdiri mematung itu dengan spesial. Mereka belum bisa dikatakan berteman hanya sebatas kenal. Itu pun karena bekerja di yayasan yang sama. Runi mengikuti langkah Sandi. Lelaki di sebelahnya membuka pintu di samping0 kemudi untuk Runi. Wanita cantik itu berhenti dan enggan untuk masuk. Seolah paham, pria dengan hidung bangir itu lalu membuka pintu penumpang. "Silakan masuk, Miss Runi." Sandi membukakan pintu penumpang dan mempersilakan masuk Runi. Ada sedikit kecewa di hati Sandi. Runi menolak untuk duduk di sebelahnya. Toh, dirinya tidak akan berbuat hal negatif. Sandi segera menepis pikiran buruknya itu. Mungkin saja, memang itu cara Runi untuk menjaga dirinya. Sandi tetap berpikir positif tentang sosok wanita yang akan diantarkannya pulang. Runi segera duduk dan menutup pintu mobil milik Sandi. Pria berhidung bangir itu menyungingkan senyum tipis. Dirinya bahagia bisa mengantar wanita yang mencuri hatinya hari ini. Entah, bagaimana bisa dia memiliki rasa padahal belum lama mengenal Runi. Lebih tepatnya baru enam jam, kurang lebih seperti itu. Runi menghela napas panjang. Hari ini, ia sering sekali menghela napas panjang. Banyak pekerjaan, juga lelah di badannya. Membuatnya ingin tampak tidak baik-baik saja. Belum lagi, mendadak hujan lebat yang mengguyur Kota Jakarta malam ini. Membuatnya sulit untuk pulang ke rumahnya. Kali ini masih beruntung, ada sosok Sandi yang bersedia mengantarnya pulang dengan sukarela. Hari esok jika terjadi hal yang serupa, entahlah. Masih adakah orang baik yang akan menolongnya? Semoga saja ada. Runi berpikir sejenak, lebih baik menggunakan motornya untuk berangkat kerja. Awalnya malas menggunakan motor matic miliknya. Selain cuaca Kota Jakarta yang sangat panas, polusi udara juga membuat Runi malas menggunakan motor itu. Lebih praktis naik ojek online. Sayangnya, jika mendadak hujan seperti ini pengemudi ojek online pun sulit didapatkan. Sandi mulai menyalakan mesin mobilnya. Sedari tadi, dirinya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah karena menerjang hujan untuk menuju ke tempat parkir kendaraan roda empat. Bukan tidak ada payung, tetapi laki-laki itu lupa jika membawa payung. Terlebih di pos satpam juga disediakan beberapa payunh. Semua itu karena dirinya yang mendadak jatuh cinta. Cinta memang tidak bisa ditebak datangnya. Seperti yang Sandi rasakan kali ini. Walaupun terkesan mendadak dan terburu-buru mengatakan ini adalah cinta, tetapi hatinya selalu berdebar tak biasa saat berdekatan dan memandang wajah Runi. Laki-laki yang mulai mengemudikan mobilnya itu selalu mencuri pandang ke arah Runi. Wajah cantik sosok Runi tidak bisa membuatnya berpaling. Sandi mencuri pandang dari spion depan, ternyata Runi lebih suka memandang ke arah jendela. Wajahnya dari samping terlihat cantik, tapi seperti memikirkan sesuatu. Mereka berdua hanya diam tanpa ada pembicaraan. Hingga Sandi memutuskan untuk bertanya ke mana harus mengantarnya. "Miss Runi, alamat rumahnya di mana?" Runi tersentak kaget dengan pertanyaan Sandi. Dirinya sibuk dengan lamunannya. Mengingat masa itu bersama Renjana, sang mantan suami. Rasa sesak kembali menghimpit dadanya ketika mengingat tentang sosok sang mantan suami. Entah bagaimana bisa Runi justru melamunkan sosok yang tidak pantas untuk dikasihani itu. Ya, Renjana yang dengan tega menduakan cintanya demi seorang keturunan. Hujan seolah membawa kenangan itu kembali terputar di otaknya. Dulu saat setiap kali hujan, Renjana dan Runi selalu menghabiskan waktu bersama dengan minum teh di kamar mereka berdua sambil melihat acara kesukaan. Hujan membawa kenangan manis dan pahit dalam kehidupan Runi. Wanita itu sempat membenci hujan, karena akan mengingatkannya pada sosok mantan suaminya. Renjana sangat menyukai hujan. Sebab, hujan membuat tanah yang gersang kembali menjadi subur. Itulah sedikit tentang kecintaan Renjana pada hujan. "Saya tinggal di daerah Kebayoran," jawab Runi akhirnya. Runi gugup saat menjawab pertanyaan dari Sandi. Sebab, ia masih mengingat sosok Renjana. Runi menjelaskan dengan singkat alamat yang diminta oleh Sandi. Setelahnya kembali hening. Bagi Sandi ini adalah hal yang menyenangkan. Di luar sana macet karena hujan. Untuk sampai rumah Runi bisa memakan waktu dua jam jika keadaan macet seperti ini. Pemandangan kala hujan di jalan raya saat jalanan macet dipenuhi pengguna jalan memang sangat membosankan. Jenuh dan membuat tertekan terkadang membuat pengemudi mudah marah. Ada pengemudi yang sesuka hati saat keadaan macet seperti ini. Tak jarang membuat mereka menjadi terlibat adu mulut dengan sesama pengguna jalan raya. Sandi memperhatikan Runi dari kaca spion. Wanita itu seperti sedang memiliki banyak masalah yang sedang dipikirkannya. Bukannya ingin tahu masalah orang lain, tetapi rasanya tidak enak ketika saling mendiamkan seperti ini. Sandi mencoba membuka obrolan dengan Runi. "Miss Runi, dulu alumni mana?" tanya Sandi membuat Runi seketika menoleh ke arahnya. Sandi sedikit memiringkan kepalanya agar bisa melihat sosok Runi. Akan tetapi, tetap fokus memandang ke depan. Siapa tahu ada celah untuk maju walaupun dengan pelan seperti jalan siput. Tidak bisa menyalahkan hujan sebagai penyebab kemacetan malam ini. Sebelumnya juga macet setiap kali jam pulang kerja. Volume jumlah kendaraan tidak sebanding dengan jumlah jalan yang ada di Jakarta. Runi merasa tidak enak hati karena sedari tadi mengabaikan Sandi. Wanita itu menyunggingkan senyum yang membuat d**a Sandi kembali berdebar tak menentu. Wanita itu memiliki senyum yang sangat manis. Selain itu Runi juga memiliki sepasang mata yang teduh. Memandangnya membuatnya tenang. Bagi Sandi, itulah nilai plus dari fisik yang dimiliki oleh Runi. "Saya alumni UNS Solo," Runi menjawab dengan nada yang lembut membuat Sandi terpesona. Sandi kagum mendengar jawaban dari Runi. Wanita itu pasti sangat cerdas. Baru saja lulus sudah langsung diterima menjadi guru magang di Yayasan Maju Bersama. Tidak mudah untuk bisa diterima di yayasan itu. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan nilai yang cukup tinggi. Selain itu, faktor tes yang diberikan oleh pihak yayasan juga harus lulus semua. "Wah, hebat ya, baru lulus langsung diterima magang di Yayasan Maju Bersama. Aku tiga kali mendaftar baru diterima magang dan alhadulilah lolos dan jadi guru tetap." Sandi menjelaskan dengan antusias. Teringat saat-saat sulitnya mencari sekolah dulu di Kota Jakarta. Runi heran sekaligus lucu mendengar jawaban dari Sandi. Laki-laki itu mengira jika dirinya baru saja lulus tahun ini. Jika tahu usia Runi yang sebenarnya pasti akan terkejut. Runi mengira-ira jika usia Sandi tak jauh beda dengan usia adiknya yang saat ini sedang berjuang untuk lulus. Alhamdulilah, hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan saja. Ujian tugas akhir sudah dilaluinya dengan baik. Runi tahu kabar jika Reza sudah ujian dari sang mama. Adiknya itu lebih sering berkomunikasi dengan mama daripada papa. Alasannya lebih nyaman jika curhat segala sesuatunya pada sosok wanita yang menjadi cinta pertamanya itu. "Hahaha." Runi tertawa mendengar penuturan dari Sandi. Tawa Runi bagaikan suara yang sangat indah. Wajah Runi tampak berkali lipat lebih cantik saat tertawa lepas seperti tadi. Wajah itu masih kelihatan sangat muda. Jika disandingkan dengan siswi di SMA Yayasan Maju Bersama pasti sangat cocok. Beruntung Runi dikaruniai wajah yang awet muda tanpa harus repot perawatan ini dan itu. "Lho, kok malah tertawa?" tanya Sandi sambil berusaha menetralkan debaran di dadanya. Jantungnya seolah ingin melompat dari tempatnya saat melihat wajah cantik Runi. Jujur saja, bagi Sandi melihat tawa Runi seperti melihat tawa bidadari. Berlebihan memang pendapatnya, tapi begitulah saat sedang terkena virus merah jambu. Mata lelaki dengan hidung bangir itu tidak bisa berhenti menatap Runi. Seandainya tidak sedang menyetir pastilah akan memuaskan dahaganya dengan terus menatap Runi. Sandi menundukkan wajah saat Runi menatapnya. Ia tidak ingin terlihat salah tingkah dan berbuat hal yang konyol. Bahaya, terlebih saat menyetir di jalanan yang macet seperti ini. Sandi hanya bisa menghela napas dan mengembuskannya perlahan. Kegiatan seperti itu sangat bermanfaat untuk menetralkan debaran dadanya yang semakin menggila. "Saya sudah lulus hampir sembilan tahun lalu, Pak," jawab Runi ketika tawanya sudah berhenti. Runi yang merasa lucu dengan anggapan Sandi itu menghentikan tawanya. Rasanya bisa sakit perut jika terus menerus terbahak. Banyak orang menganggap dirinya masih anak sekolahan padahal usianya sudah kepala tiga. Tiga puluh tahun lebih malahan. Runi menatap Sandi dari spion mobil milik lelaki itu. Saat mata mereka bersiborok, pria berhidung bangir itu tampak salah tingkah. Runi hanya tersenyum saja melihat tingkah lelaki yang telah menolongnya itu. Tidak memikirkan hal buruk laimnya. Mungkin Sandi merasa malu karena salah menerka usia Runi dan itu membuatnya salah tingkah. "Saya tidak pernah mengajar setelah lulus, tapi ...." Runi tak lagi melanjutkan ucapannya. Ia tidak ingin menceritakan masa lalunya pada orang lain. Bayangan kegagalan rumah tangganya kembali berputar di kepalanya. Hal ini membuat wajah cantiknya kembali keruh menahan kesedihan yang mendalam. Bukannya tidak menyadari perubahan wajah Runi, Sandi sangat peka dengan hal itu. Wajah cantik Runi mendadak menjadi mendung. Sandi menjadi tidak enak hati dan berpikir dia-lah yang menjadi penyebabnya. Runi kembali menatap Sandi setelah kembali menetralkan wajahnya. Tidak lagi mendung, meskipun dadanya berdenyut nyeri saat harus mengingat masa lalunya. Sungguh hal yang terberat bagi Runi adalah melupakan sosok yang pernah menemaninya selama delapan tahun. Sandi yang merasa tidak enak hati, memikirkan pertanyaan yang mungkin tepat untuk Runi. Sayangnya apa yang dipikirkannya itu berbeda dengan yang diucapkannya. Pertanyaannya justru seolah ingin tahu perihal masalah yang menimpa Runi. "Tapi ... kenapa, Miss?" tanya Sandi dengan nada lembut. Runi mendongak menatap sosok Sandi. Mobil yang mereka tumpangi berhenti karena macet. Sandi bisa dengan leluasa menoleh ke arah belakang. Menatap wajah cantik yang mendadak mendung. Ada rasa bersalah dalam hatinya itu. "Lupakan saja, Pak," jawab Runi singkat sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela. Runi lebih nyaman melihat pemandangan di luar sana. Bukan tidak menghargai Sandi, tetapi ia tidak nyaman ketika harus menjawab pertanyaan yang dianggapnya sangat pribadi. Runi menjadi sosok yang sangat tertutup semenjak perceraiannya dengan sang mantan suami. Pun dengan keceriaannya yang tidak lagi seperti dulu. Suasana kembali hening, hujan sore ini mengguyur Kota Jakarta dengan deras. Semoga saja tidak banjir. Jakarta jika hujan deras, identik dengan banjir. Tampak menyedihkan, ibu kota negara mengalami kebanjiran. Banyak korban banjir yang akan kehilangan harta bendanya. Sandi tidak enak hati ketika Runi memilih memalingkan wajahnya. Pertanyaan yang keluar dari mulutnya itu seringkali justru membuat banyak orang lain salah paham. Entah bagaimana harus menjelaskan, tetapi sebaiknya meminta maaf pada sosok wanita yang sedang melamun di kursi penumpang mobil miliknya itu. "Maaf, ya, jika pertanyaanku membuat Miss Runi tersinggung." Sandi meminta maaf dengan tulus pada Runi. Sandi sengaja mengubah 'saya' menjadi 'aku' agar lebih akrab dengan Runi. Sayangnya, wanita cantik itu tidak melakukan hal yang sama. Mungkin terlalu cepat. Lelaki berhidung bangir ini segera menyadari kesalahannnya. Sandi bukan tidak punya kisah cinta. Lelaki ini dua kali gagal menjalin hubungan asmara dengan wanita yang usianya di atasnya. Ia lebih menyukai wanita yang lebih tua bukan tanpa alasan, mereka lebih dewasa dan bisa berpikir tentang masa depan. Wanita yang lebih tua akan dewasa jika menghadapi permasalah. Berbeda jika menjalin hubungan dengan ABG, mereka masih labil dan manja. Cara berpikirnya pun kekanakan. Hal ini yang tidak mau Sandi alami, sebuah drama percintaan. Awalnya dulu, ia sempat menjalin hubungan dengan salah satu guru di sekolah tempatnya Magang, Lusiana. Sayangnya, mereka tidak berjodoh. Hubungan yang kedua juga kandas. Wanita itu lebih memilih karirnya daripada menikah dengan Sandi yang sudah melamarnya. Butuh waktu tak sedikit untuk mengembalikan rasa dalam hatinya. Berbeda dengan Reza yang menyukai gadis yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Entah mengapa justru tiba-tiba dia teringat dengan Reza. Sahabatnya itu juga tinggal di Kebayoran. Sayangnya Sandi belum pernah datang ke rumahnya. Bahkan, saat papa Reza sakit ia tidak bisa menjenguknya karena ada tugas dari yayasan. Kala itu ia baru saja selesai melaksanakan diklat yang diwajibkan oleh pihak yayasan bagi seluruh guru baru. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD