Bab 3 - Kakak Tiri

1229 Words
Langkah gontai seorang gadis menyusuri koridor sebuah rumah sakit. Wajah cantiknya terlihat sayu dengan kedua kelopak mata yang sedikit membengkak. Salah satu tangannya memegang handrail yang biasa terpasang di sepanjang koridor rumah sakit untuk menopang tubuhnya. Tetes demi tetes air mata bergulir di wajah pucat gadis itu. 'Kemungkinan adik Anda mengidap leukimia, tetapi itu hanya dugaan awal saja. Ada baiknya adik Anda mengikuti serangkaian pemeriksaan lebih lanjut.' Kata demi kata yang diucapkan dokter mengitari pikirannya. Dokter yang menangani Airin barusan memberikan dugaan atas pemeriksaannya kepada Krystal. Dugaan tersebut diambil ketika dokter itu menemukan kejanggalan pada luka memar di tubuh Airin. Awalnya Krystal menyangka luka memar itu adalah ulah dari ibu kandung Airin, tetapi dokter juga menemukan bintik merah pada kulit dan juga benjolan pada leher gadis kecil itu. Dokter meminta Airin untuk melakukan beberapa pemeriksaan darah terlebih dahulu untuk membuktikan dugaannya tersebut. Kepala Krystal terasa berputar hebat. Tubuhnya terasa lemas dan ia terduduk di lantai rumah sakit yang sangat dingin. Ia menyangka Airin hanya terserang demam biasa. Tak pernah terlintas di benaknya bahwa gadis kecil itu akan mengidap penyakit yang berbahaya seperti itu. Krystal membenamkan wajahnya pada kedua lututnya. Ia benar-benar khawatir atas biaya yang diperlukan untuk pengobatan adiknya itu. Pasti akan memakan biaya yang sangat besar, sedangkan saat ini dirinya tidak memiliki uang sebanyak itu. 'Aku harus mencari uang ke mana? Apa yang harus kulakukan?' Sebelum menjual Krystal kepada manajer pengelola kasino, Paul Anderson—kakak tirinya telah merampas semua hasil kerja Krystal selama ini. Krystal yakin pemuda itu pasti telah menghabiskan semua uangnya di meja kasino. Ia juga tidak bisa bergantung pada Roselia, ibu tirinya itu. Gadis itu menangis dalam diam. Ia merasa begitu lemah dan tak berdaya. Bisa saja ia meninggalkan Airin begitu saja, tetapi rasa kemanusiaan dan tanggung jawabnya sebagai seorang kakak tidak mengizinkannya. Ia masih memiliki hati nurani dan juga Airin sama sekali tidak bersalah. Gadis kecil itu memiliki hak untuk hidup. Setelah menumpahkan seluruh keresahannya, Krystal bangkit dari duduknya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Ia teringat akan sebuah kalung peninggalan ibunya dulu. Ia menyimpannya dengan sangat hati-hati agar Paul dan Roselia tidak menemukannya. Ia segera mempercepat langkahnya menuju kembali ke rumahnya. Mentari pagi mulai menyapa dunia. Krystal berharap Paul dan Roselia belum kembali ke rumah sepagi ini. Kedua orang terkutuk itu selalu menghabiskan malam mereka di tempat hiburan mereka masing-masing. Sesampainya di rumah, gadis itu segera menuju ke kamarnya. Ia mengambil sebuah buku bersampul tebal yang memiliki beribu-ribu halaman di dalamnya dari rak buku miliknya. Gadis itu membukanya dengan hati-hati. Di dalam buku itu terdapat sebuah lubang berbentuk persegi empat yang sengaja dibuatnya sendiri untuk menyimpan barang berharganya itu. Kalung emas putih dengan liontin berlambang bunga lili dan batu ruby berwarna merah di tengahnya itu adalah kalung peninggalan ibunya. Cecilia Lewis—ibu kandung Krystal memberikan kalung itu sebagai hadiah ulang tahun gadis itu setelah ia berusia tujuh belas tahun. Itu juga merupakan pemberian terakhir ibunya. Krystal sangat menjaganya sesuai pesan ibunya dulu. Cecilia meminta Krystal untuk menyimpan dan menjaga kalung tersebut. Kalung itu diwariskan dari generasi ke generasi dan diberikan kepada putri keturunan keluarga Lewis sebagai hadiah kedewasaan mereka. Sebenarnya gadis itu tidak rela menjualnya, tetapi demi pengobatan Airin, ia terpaksa melakukannya. "Maafkan aku, Mom," lirihnya, sembari mengecup liontin berlambang bunga lili itu. Terdengar langkah berat seseorang memasuki rumah. Krsytal segera mengembalikan kalung itu ke dalam tempat penyimpanannya. Namun, ia terlambat. "Apa yang kau lakukan?" Suara berat seorang pria membuat bulu kuduk Krystal meremang. Sepasang mata hijau emerald gadis itu terbelalak kaget. Krystal memeluk erat buku tebal di tangannya ke dalam dekapannya. Seorang pria muda berambut ikal telah berdiri di depan pintunya. Wajah penuh lebam itu menatap Krystal dengan sinis dan penuh amarah. Gadis itu menelan salivanya dengan takut. Berharap pria itu tidak merebut harapan terakhirnya itu! Pria itu adalah Paul Anderson, kakak tiri Krystal. Ia pulang dalam keadaan wajah babak belur dan beberapa bagian tubuhnya mengalami hal yang sama. Manajer kasino tempat ia berjudi menyuruh bawahannya untuk memberinya pelajaran. Semua ini karena Krystal Davies—adik tiri yang telah dijualnya untuk melunasi semua hutangnya di kasino, melarikan diri dan belum ditemukan. Paul berjanji kepada manajer kasino itu untuk mencari kembali adiknya dan membawanya lagi. Ternyata keberuntungan berada di pihaknya. Ia mendapati Krystal yang berada di rumah saat ini, tetapi ia merasa aneh dengan sikap gadis itu. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Apa yang kamu sembunyikan, Krys? Berikan padaku!" Paul mendekati adik tirinya yang masih begitu erat memeluk buku tebal di dadanya. "Tidak! Dasar kau pria bajingaan! Kamu sudah merampas semua uangku!" maki Krystal dengan amarah meluap-luap. Gadis itu segera mencari celah untuk keluar dari kamarnya. Sayangnya, Paul berhasil menarik kerah kemejanya dan melempar tubuh mungil gadis itu ke lantai keramik yang dingin. "Aarrgh!" Krystal meringis. Punggungnya terbentur pintu lemari bajunya. Buku yang dipegangnya tergeletak di sampingnya sehingga kalung yang tersimpan di dalamnya ikut terjatuh dan keluar dari tempat persembunyiannya. Paul membelalakan matanya yang berbinar ketika melihat kalung itu dan hendak memungutnya, tetapi Krystal telah lebih dulu mengambilnya. "Dasar gadis busuk! Ternyata kamu masih punya harta sebagus itu dan menyimpannya dariku, hah!" Paul memberikan sebuah tamparan yang cukup kuat di pipi Krystal sehingga darah segar mengalir dari sudut bibir gadis itu. "Berikan padaku!" perintah Paul seraya menyodorkan tangannya. "Tidak, Paul! Aku tidak akan memberikannya! Semua uangku sudah kamu habiskan. Ini adalah sisa harta terakhirku. Ini untuk biaya pengobatan Ai!" Krystal menatap tajam Paul dengan segenap kekuatan yang ia miliki. Ia tidak akan menyerah bahkan sampai mati pun ia harus menyelamatkan kalung itu demi Airin. "Jangan paksa aku, Krys!" gertak Paul dengan kedua bola mata yang menyala. Krystal segera berdiri dan mengambil jarak dari kakak tirinya itu. Tangan Paul segera menarik pergelangan tangan gadis itu dengan kuat. Adegan tarik menarik pun terjadi. Dengan kekuatan besarnya, Paul membuka paksa genggaman erat gadis itu. Pada akhirnya kalung itu berpindah ke tangan Paul. Pria itu menyeringai licik, lalu menghentakkan tangan Krystal dan lagi-lagi gadis itu tersungkur ke lantai. "Cih, aku pikir kalung semahal apa sampai kamu mati-matian melindunginya? Tapi, tidak apa-apa. Lumayan untuk modal taruhan nanti," timpal Paul, masih tidak jera bermain di meja taruhan yang membuat orang gelap mata itu. Ia memasukkan kalung itu ke dalam saku celana jeans-nya. Krystal meringis sambil memegang pergelangan tangannya yang memerah. Belum sempat ia berdiri, Paul telah lebih dulu menariknya lagi. "Tapi, sebelum itu, kamu harus menyelesaikan tugas yang belum sempat kamu kerjakan, Krys," ucap Paul kembali menyunggingkan seringai liciknya. Kedua manik mata gadis itu terbelalak lebar. Ia hampir saja lupa kalau Paul telah menjualnya kepada manajer kasino yang m***m itu. "Lepaskan aku, Paul! Dasar b******n! Kamu benar-benar gak punya hati!" teriaknya meronta hebat. Kemeja Krystal menjadi tidak beraturan ketika ditarik Paul. Kini pria itu menatapnya dengan pandangan berbeda. Tatapan yang seakan ingin memangsa hewan buruannya itu membuat gadis itu bergidik horor. "Paul!" teriak Krystal menyadarkan pria itu. "Ck, dasar sial! Kalau saja si gendut itu tidak memintaku membawamu secepatnya, aku sudah pasti akan melahapmu lebih dulu," geram Paul kesal. Ia teringat dengan manajer kasino yang menyuruhnya membawa adik tirinya itu ke hadapannya sesegera mungkin. Terpaksa ia mengurungkan niat kotornya itu. Paul menyeret tubuh Krystal keluar dari kamarnya. Gadis itu masih berusaha melepaskan cengkeraman Paul, tetapi tenaganya tidak sebanding dengan tubuh Paul yang tinggi dan besar. Cairan bening menghiasi wajah gadis itu. 'Siapa pun tolong aku!' jerit suara hati Krystal. Gadis itu berharap ada seorang malaikat yang datang menolongnya dari jeratan iblis yang akan menerkamnya nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD