Bab 4 - Iblis Yang Menyamar Menjadi Malaikat

1344 Words
Aroma alkohol samar-samar tercium di indera penciuman seorang gadis yang tengah terbaring di sebuah ruangan yang dingin. Hawa dingin menyergap tubuh gadis itu sehingga ia memeluk tubuhnya dengan erat. Ia membuka kedua netranya dengan bersusah payah. “Ini … di mana?” Sebuah pertanyaan muncul ketika gadis itu—Krystal Davies—siuman. Krystal terbangun di sebuah ruangan yang begitu asing. Ia meringis sembari memegang tengkuknya yang terasa sakit. Gadis itu mencoba mengumpulkan seluruh ingatannya atas peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu. Akhirnya ia teringat dengan pertengkarannya dengan Paul. Ekspresi marah dan sedih terlihat di wajah Krystal. Paul telah merebut kalung berharganya. Pria itu juga telah memukulnya pingsan ketika gadis itu terus meronta karena ia membawanya keluar secara paksa dari dalam rumah. "Paul b******k! Sialan!" umpat Krystal. Ia merasakan tengkuknya masih sangat pegal dan sakit karena pukulan kakak tirinya itu. Krystal mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang mirip seperti sebuah ruangan kerja pribadi. Namun, ruangan tersebut terlihat sangat kosong karena hanya memiliki sebuah meja kerja berukuran standar dan sebuah kursi putar berukuran besar sebagai pelengkapnya. Ruangan tersebut memiliki pencahayaan yang minim. Cahaya matahari menyusup masuk melalui sela-sela ventilasi kecil yang terdapat di dalam ruangan tersebut. Krystal dapat melihat beberapa botol alkohol yang tergeletak di atas meja kerja ruangan tersebut. Krystal berusaha bangun dengan memegang kepalanya yang masih berdenyut hebat. Ia memeriksa seluruh pakaiannya yang masih lengkap, lalu bernapas lega. ‘Aku harus segera pergi dari sini sebelum semuanya terlambat,’ batinnya. Ia mengedarkan kembali sepasang netranya dan menemukan sebuah pintu keluar di sana. Akan tetapi, baru saja ia memegang handle pintu tersebut, sayup-sayup ia mendengar suara langkah seseorang yang sedang berjalan semakin mendekati ruangan tempatnya berada saat ini. Wajah Krystal berubah pias. Ia segera memutar otaknya untuk mencari jalan keluar. Sialnya, ruangan itu begitu tertutup. Tidak ada pintu keluar lain selain pintu kayu yang berada di depan matanya. Ventilasi ruangan itu terlalu kecil. Sulit baginya untuk melarikan diri melalui celah tersebut. Bola mata gadis itu bersinar tajam. Ia melihat sebuah asbak yang terbuat dari keramik tebal di meja kerja itu. Ia pun segera mengambilnya dan berdiri di samping pintu ruangan itu. Memasang sikap waspada ketika gagang pintu ruangan itu bergerak ke bawah. Ketika pintu terbuka lebar dan sosok seseorang terlihat memasuki ruangan itu, Krystal memejamkan matanya erat dan menganyunkan tangannya ke atas, kemudian asbak yang dipegangnya itu dihentaknya dengan kuat ke arah sosok tersebut. Sayangnya, sebelum Krystal berhasil melakukan aksinya, sosok itu telah lebih dulu mencekal tangan Krystal dan pergelangan tangannya diputar ke belakang hingga gadis itu berteriak kesakitan. Asbak di tangannya juga terlepas dari genggamannya dan hancur berkeping-keping membentur lantai. Ketika sosok itu melihat ternyata Krystal yang menyerangnya, ia pun melonggarkan cekalannya pada pergelangan tangan gadis itu. Krystal terbelalak syok. Bibir gadis itu bergetar pelan. Suaranya tercekat menahan takut yang sedang menyelimuti dirinya. Kepalanya ditengadahkan ke atas untuk menatap pria tampan bertubuh tinggi di hadapannya itu. Sorot mata dingin dan tajam pria itu tengah menatap Krystal tanpa berkedip. Seulas seringai tipis tersungging di wajahnya dan membuat nyali Krystal menciut seketika. Gadis itu tidak akan pernah melupakan sosok bermata merah darah yang ditemuinya di mobil semalam. Namun, anehnya bola mata pria itu kini telah berubah menjadi hitam gelap. Walaupun saat itu keadaannya tidak begitu terang, tetapi Krystal yakin ia tidak salah mengenalnya. Dia adalah pria yang sama yang telah menyelamatkannya semalam! Hanya bola mata pria itu yang membuat Krystal merasa ragu. Ia berpikir apakah cahaya minim di dalam mobil yang telah mengaburkan penglihatannya. Namun, gadis itu tidak mau ambil pusing akan hal tersebut. Satu hal yang menjadi pikirannya adalah alasan keberadaan pria itu berdiri di hadapannya. ‘Bagaimana bisa dia menemukanku di sini? Apa jangan-jangan pria ini ada hubungannya dengan si gendut itu?’ batin Krystal mencoba menerka. “Kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan di dalam kepalamu? Tenanglah … aku tidak ada hubungannya dengan si gendut itu. Apa dia sudah melakukan sesuatu denganmu?” Suara dalam dan berat pria itu membuat Krystal terbelalak syok. "Ka-Kamu—" Bibir Krystal tercengang. Ia masih merasakan syok yang dialaminya beberapa saat lalu dan sekarang pria itu menanyakan hal yang membuat bulu kuduknya berdiri. Ia sempat berpikir apakah pria itu hanya kebetulan menanyakan hal yang sama dengan yang ada di dalam pikirannya atau memang pria itu memiliki kemampuan di luar batas manusia normal? Akan tetapi, demi menjaga kewarasannya, Krystal segera menepis pikiran anehnya itu dari dalam benaknya. Krystal menggigit bibirnya. Cengkeraman pria itu menimbulkan bekas pada pergelangan tangannya. Ia meregangkan tangannya dan menarik jauh dirinya dari pria itu. “Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Lanzo?” tanyanya dengan dingin. Jangan lupakan tatapan gadis itu yang melihat Kaizer dengan sinis. "Senang bertemu dengan Anda lagi, Nona Davies. Ternyata Anda tidak melupakanku," ucap Kaizer Lanzo. Salah satu sudut bibir pria itu terangkat mendengar ucapan Krystal. "Tu-Tuan Lanzo, apa Anda tidak apa-apa?" Suara seorang pria bertubuh gempal yang tiba-tiba saja menyela percakapan mereka. Pria itu mendatangi ruangan tersebut dengan tergesa-gesa. Ia berdiri di belakang tubuh Kaizer yang tinggi dengan gugup dan takut. Krystal melongokkan kepalanya untuk mengintip sosok pria gempal tersebut dan ia segera memundurkan langkahnya menjauh ketika menyadari jika pria tersebut adalah manajer pengelola kasino tempat Paul melakukan taruhan setiap malamnya. Kepada pria itu jugalah Paul menjual tubuh Krystal. Melihat kehadiran Kaizer Lanzo di tempat tersebut dan raut wajah manajer kasino yang terus menundukkan wajahnya di hadapan Kaizer, membuat Krystal merasa aneh. 'Kenapa si gendut ini terlihat takut dengan buaya m***m ini? Apa jangan-jangan memang dia yang menyuruh si gendut itu untuk menangkapku?’ Begitu banyak pertanyaan di kepala Krystal. Namun, sebelum semuanya terjawab, pria gendut di samping Kaizer telah maju satu langkah mendekati Krystal. "Dasar wanita sialan! Berani-beraninya kamu memukul Tuan Lanzo, hah!" Pria gendut yang Krystal ketahui bernama Martin Clark itu telah melayangkan sebuah tamparan di wajah Krystal hingga gadis itu tersungkur ke lantai. Wajah murka Kaizer Lanzo terlihat jelas ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan Martin terhadap Krystal. Sayangnya, tadi ia tidak sempat mencegah pukulan Martin tersebut. Merasa geram dengan tindakan pria gendut itu, Kaizer menarik tangan gempal Martin ke belakang dengan kuat. Kedua bola mata Martin terbelalak horor. Bibirnya merintih pelan. Akan tetapi, rintihan tersebut berubah menjadi sebuah lengkingan panjang yang terdengar menyakitkan setelah bunyi 'krak' yang kuat memenuhi indera pendengarannya. Ia terduduk di lantai sambil meraung kesakitan sembari memegang salah satu tangannya yang telah berpindah posisi. Melihat peristiwa keji itu, refleks Krystal menutup mulutnya yang menganga syok. Ia menatap Kaizer dengan wajah ketakutan. Gadis itu tidak berani membayangkan rasa sakit yang dirasakan Martin. Bulu kuduknya pun meremang. Kedua mata gadis itu terpejam erat dan bibirnya ikut meringis. Ia tidak berani mengeluarkan suaranya. “Tu-Tuan Lanzo, apa … salah saya?” Martin masih mencoba untuk mencari penjelasan atas tindakan Kaizer terhadap dirinya. "Salahmu adalah menyentuhnya tanpa seizinku." Suara datar Kaizer terdengar begitu dingin hingga terasa menusuk hingga ke tulang dan membuat tubuh Martin bergetar. Krystal memberanikan diri untuk membuka matanya. Ia mendapati Martin telah berlutut di depan Kaizer. Tangan Kaizer telah mencengkeram rahang Martin dengan kuat. Krystal sangat takut jika rahang pria itu akan mengalami nasib yang sama seperti hal tangannya itu. Wajah buntal Martin terlihat pucat seperti kertas. Begitu juga Krystal. Gadis itu berharap nasibnya tidak berakhir sama dengan pria gendut yang malang itu. "Carlos, bawa dia keluar! Beri dia sedikit pelajaran atas sikap tidak patuhnya!" perintah Kaizer kepada asistennya yang sedari tadi berdiri tanpa bersuara di luar ruangan. Carlos Smith masuk ke dalam, kemudian menyeret keluar tubuh gempal Martin dengan satu kali tarikan. “Tidak, Tuan! Ampuni saya! Tolong ampuni saya!” Suara lengkingan dari Martin terdengar sangat menyakitkan. Ia terus memohon ampun kepada Kaizer hingga tubuhnya menghilang dari ruangan itu bersama Carlos. Sepeninggalan Martin dan Carlos, Krystal bahkan tidak berani untuk bernapas. Gadis itu tidak dapat menebak jalan pikiran pria bermata dingin itu terhadap dirinya. Kaizer Lanzo memang telah menyelamatkannya dari iblis gendut itu, tetapi Krystal tidak tahu apakah Kaizer adalah malaikat yang diutus untuk menyelamatkannya ataukah malaikat yang diutus untuk mencabut nyawanya? Gadis itu hanya bisa berdoa agar diberikan kesempatan hidup yang lebih panjang lagi. Tidak peduli apakah pria itu adalah penyelamatnya ataukah iblis yang sedang menyamar sebagai malaikat!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD