Chapter 02

1452 Words
"Mami menyebalkan! Kenapa tidak mami saja yang menikah lagi" Gerutunya lirih sambil mengaduk milkshake miliknya sampai topping es krim pada minumannya tak berbentuk lagi, Aruna langsung kabur ke cafe langganannya saat mami nya mau mengajak dirinya pulang ke rumah. Aruna sungguh malas sekali dengan jalan pemikiran mami nya, menjodohkan putrinya sendiri dengan laki-laki tua. Walaupun usianya sudah menginjak dua puluh tahun lebih, tetapi ia masih belum ingin menikah apalagi dijodohkan. Lagi-lagi Aruna hanya bisa menghela napasnya kasar, entah sudah kali ke berapa ia melakukannya. Bruukk! Tiba-tiba seseorang menyenggol gadis tersebut dengan kuat, membuatnya tanpa sengaja menumpahkan milkshake miliknya. Aruna yang terkejut langsung berdiri, bajunya kotor dan basah karenanya. "Maaf saya tidak sengaja" Laki-laki tersebut meminta maaf tetapi dengan nada yang sangat datar dan nyaris berbisik membuat Aruna geram, tangan kecilnya meraih jas mahal milik laki-laki yang sudah berjalan pergi. Walaupun tenaganya tidak cukup untuk membuat laki-laki itu tertarik kebelakang tetapi sudah cukup membuatnya menoleh kepada Aruna. "Tuan! Tanggung jawablah baju saya jadi basah!" "Tanggung jawab?" Laki-laki tersebut bergumam dan hanya menggedikan bahu tidak peduli, merogoh saku celananya mengambil dompet berwarna hitam yang terlihat tebal miliknya. Mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan, lalu memberikan kepada gadis kecil yang melototkan kedua matanya. Karena tidak kunjung diterima oleh Aruna, laki-laki tersebut mengambil tangan kecilnya. Meletakkan uang berlembar-lembar diatas telapak tangannya, lalu berniat pergi dari gadis kecil yang berani mengusiknya. "Saya tidak membutuhkan uang anda! Saya hanya ingin mendengar kata maaf saja!" Teriaknya membuat beberapa pasang mata mulai memandanginya keduanya yang saat ini sudah berhadapan kembali, laki-laki yang jika dilihat terlihat sangat tampan itu memutar kedua bola matanya jengah. Alasan ia malas meladeni wanita adalah seperti saat ini, urusan yang seharusnya sudah selesai dengan mudah harus diperpanjang dan membuat keributan ditengah-tengah cafe pula. "Saya kan sudah meminta maaf?" "Meminta maaf itu harus dengan tulus, jangan karena terpaksa!" Laki-laki itu menghela napasnya dengan kasar, mau bagaimana lagi karena memang salahnya laki-laki itu akhirnya menggumamkan kalimat maaf yang berhasil membuat Aruna tersenyum puas. Laki-laki tersebut langsung pergi begitu saja, tanpa mengambil kembali uang yang tidak akan diterima oleh Aruna. Gadis tersebut memanggil salah satu waiters disana memberikan uang tersebut kepadanya, waiters tersebut berkali-kali berterimakasih dan mendapatkan anggukan dari Aruna. Karena memang Aruna tidak menginginkan uang, ia hanya ingin kalimat maaf yang tulus dan diam-diam gadis itu mengagumi paras tampan laki-laki yang tampak dewasa. Mungkin ia seusia dengan Defan, Pamannya. "Andai saja yang dijodohkan oleh mami laki-laki itu, aku pasti tidak akan menolaknya" Aruna baru saja menunduk berniat mengambil tasnya, ia harus pulang selain karena bajunya kotor ia juga sudah bosan dengan kesendirian yang selalu melanda dirinya. Melihat orang-orang duduk di cafe dengan teman atau pasangan membuat Aruna malas, dan sedikit iri karena sepertinya hanya dirinya saja yang duduk seorang diri "Huh, akhirnya ketemu juga!" Aruna menoleh mendapati Pamannya duduk disampingnya, napasnya terdengar memburu seperti baru saja berlari sprint berkilo-kilo. Aruna sendiri hanya melongo melihat penampilan Pamannya. Wajahnya seperti baju yang tidak disetrika, kusut. Kaos yang sama kusutnya, lalu hanya memakai boxer. Peluhnya bercucuran dipelipis, dan ia memakai sendal jepit. Ingin rasanya Aruna menutup wajahnya rapat-rapat melihat penampilan Pamannya, ia jadi meragukan jika adik mami nya tersebut benar-benar sudah memiliki kekasih. Defan benar-benar memalukan. Apa kekasihnya tidak malu dengan penampilan laki-laki yang sudah mirip gelandangan itu? Aruna terus membatin, mengutuk Pamannya sendiri karena tiba-tiba saja datang dengan penampilan yang tidak patut dilihat. "Paman kenapa?" "Kau jangan main kabur saja! Aku repot disuruh mencarimu terus, rasanya aku sudah seperti Nanny saja" "Lebih baik kau pulang, katakan kepada Kak Kia jika kau sudah memiliki kekasih atau kau terima saja perjodohan itu. Siapa yang tahu laki-laki yang dikatakan Kak Kia, sesuai dengan kriteria mu!" Aruna memutar bola matanya malas, Aruna adalah tipe gadis yang tidak memilih seorang laki-laki sembarangan. Sampai usianya lebih dari dua puluh tahun, gadis itu masih setia dengan status sendirinya. Belum berminat dalam urusan cinta. Pernah satu kali, dirinya jatuh cinta namun karena cintanya hanya bertepuk sebelah tangan akhirnya Aruna sudah memiliki tekad bulat jika cinta tidak perlu dicari, karena pasti akan datang dengan sendirinya ketika waktunya tiba. "Paman seperti tidak tahu aku saja, mana mungkin aku memiliki pacar!" "Carilah, sudah tua juga" "Dasar Paman tidak sadar diri, memang Paman itu masih muda?" Gumam Aruna lirih. Kemudian ia mulai berpikir tentang ide Defan, sepertinya menarik juga. Aruna menganggukkan kepalanya, sambil terus memutar otaknya mencari kandidat pacarnya. Tiba-tiba Aruna terlihat lesu, ia menangkupkan tangan kecilnya di wajah. Karena ia sama sekali tidak memiliki kandidat. "Paman seperti gelandang tahu tidak? Aku malu. Sejak tadi banyak sekali yang melirik Paman" "Hah?" Defan yang mendengar gumaman lirih Aruna langsung mengerutkan keningnya, ia menepuk keningnya pelan. Meringis karena menyadari akan penampilannya yang jauh dari image seorang Defan Arya Keanu, siapa yang tidak akan kalang kabut jika mendengar keponakannya menjadi hobby kabur dari rumah. Kakak perempuannya marah-marah tidak jelas dan mengancam akan memotong gajinya jika tidak berhasil menemukan putri tunggalnya, walaupun bekerja di perusahaan milik keluarga tetapi potong gaji adalah hal yang paling mengerikan bagi Defan. "Ini karena mami mu, dia mengancam jika tidak menemukanmu dalam waktu satu jam. Gaji ku terancam diamputasi!" "Paman ini pelit sekali, gaji yang paman nikmati juga dari perusahaan kakek" "Yang pelit bukan aku, tapi mami mu yang super cerewet. Kan yang hilang anaknya, lalu yang harus menanggung uang terpotong adalah aku. Astaga" "Dan yang menghabiskan uangku juga kau! Anaknya Kak Kia" Jawaban Defan sukses membuat Aruna terkikik geli, karena yang dikatakan oleh laki-laki itu seratus persen benar semua. Hampir setiap Aruna membeli makanan atau camilan Defan yang membayar, dan untuk berbelanja juga dirinya. Walaupun Aruna bukan tipe gadis yang suka sekali berbelanja, tetapi ia justru tipe yang lebih mengerikan lagi sekali belanja mungkin bisa menguras dompet Defan. *** Laki-laki berparas tampan yang baru saja keluar dari mobilnya, langsung berjalan tergesa-gesa menuju cafe. Ia melepaskan kacamata hitamnya yang tadi menangkring diatas hidung mancungnya, menyimpannya disaku dengan hati-hati. Langkah kakinya lebar-lebar, apalagi dengan kakinya yang panjang tak heran beberapa saat saja sudah sampai didalam cafe yang tampak mulai ramai. Ia tidak langsung memesan minuman tatapan matanya menyelidik mencari seseorang yang sudah menunggunya, begitu mendapatkan objek yang laki-laki itu cari ia langsung berjalan cepat menuju tempat duduknya. Bruuk.. Tiba-tiba ia tanpa sengaja menyenggol lengan seorang gadis kecil, membuat minumannya tumpah. Tetapi, karena terburu-buru laki-laki itu hanya mengatakan maaf dengan datar. Sampai sebuah tangan kecil menahan jas hitam miliknya, membuat laki-laki tersebut sedikit tertahan. Ia menoleh mendapati baju gadis yang tidak sengaja disenggol tersebut kotor dan basah. "Tuan! Tanggung jawablah baju saya jadi basah!" "Tanggung jawab?" Gumamnya, setelahnya laki-laki itu langsung merogoh saku mengambil dompet tebalnya. Mengambil beberapa lembar uang seratusan lalu memberikan kepada gadis itu, karena kesal uangnya tidak kunjung diterima ia mengangkat tangan kecil gadis yang masih menatapnya tajam lalu meletakkan uangnya. Namun, gadis itu justru memaki dan terlihat semakin marah. Dalam hatinya ia mengerutu, sedang terburu-buru justru harus dipertemukan dengan gadis cerewet sepertinya. Nasib buruk hari ini. Batinnya. Setelah mengatakan maaf, ia langsung pergi tanpa mengambil kembali uangnya. Menghampiri wanita yang sudah duduk dengan secangkir kopi dimeja depannya, wajahnya terlihat begitu cantik namun ia justru terlihat sedang bosan. Menatap laki-laki yang baru saja datang itu dengan tajam, setelah menarik napas dalam-dalam ia mengatakan sesuatu dengan malas. "Lama sekali, apa kau tidak berniat datang? Aku menunggumu hampir satu jam disini!" Laki-laki yang bernama lengkap Kaisar Nathaniel Kastara, atau yang lebih sering dipanggil Kai itu menghela nafas pelan. Ia sudah mencoba bersabar dengan wanita yang tak lain adalah kekasihnya, telinga Kai rasanya akan terbakar jika terus-menerus mendengar perkataan pedas dari kekasihnya. "Baiklah, aku minta maaf. Ini masih jam kerja, dan aku sibuk. Ada apa kau memintaku datang?" "Ck! Aku tidak jadi menikah denganmu bulan depan, kemarin aku sudah menandatangani kontrak kerja untuk satu tahun ke depan" "Apa?" Kedua bola matanya melotot tajam, rahang tegasnya mengeras mendengar perkataan Alea kekasihnya. Mereka sudah berhubungan sejak masih SMA, dan sekarang keduanya sudah memiliki pekerjaan masing-masing. Kai, laki-laki tersebut menjadi salah satu pemimpin perusahaan cabang milik ayahnya. Sedangkan,wanita didepannya tersebut sudah menjadi seorang model papan atas yang kemana-mana harus diikuti oleh paparazi. "Kau gila Paula, persiapan pernikahan kita sudah didepan mata. Dan kau dengan tega memundurkan lagi?" Kai menangkupkan kedua telapak tangannya diwajah, ia kesal, bingung dan masih banyak lagi. Ia sama sekali tidak tahu apa yang akan ia katakan sebagai alasan lagi untuk kedua orangtuanya. "Kan sudah ku katakan, jika aku masih belum ingin menikah. Karirku sedang berada dipuncak, tapi kau yang memaksaku untuk segera menikah denganmu bukan?" "Terserah kau saja Paula. Aku tidak mau tahu, bulan depan jika kau tidak datang diacara pernikahan kita. Aku akan mencarimu sampai ujung dunia sekalipun!" Setelah mengatakannya, Kai bergegas pergi meninggalkan kekasihnya. Wajahnya terlihat memerah, menahan amarah yang sudah ingin meledak-ledak. Pipinya berkedut, karena menahan marah. Beberapa kali Paula mencoba memanggilnya, tetapi ia mengabaikannya. Kai tidak habis pikir dengan sikap kekasihnya, ia begitu mencintai Paula. Tetapi, wanita tersebut justru seperti mempermainkan dirinya. Kai membanting pintu mobilnya dengan kuat, membuat suara bedebam yang lumayan keras. Ia memukul roda stir mobilnya kuat, melampiaskan amarahnya yang sejak masih didalam cafe ia tahan. "b******k kau Paula! Aku benar-benar mencintaimu, tapi kau justru ingin mempermalukan diriku!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD