bc

Aruna

book_age18+
43
FOLLOW
1K
READ
possessive
family
arranged marriage
playboy
badboy
CEO
billionairess
comedy
friendship
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Arunaya Sachi, gadis pecinta kebebasan yang tiba-tiba dijodohkan dengan seorang laki-laki yang seusia dengan pamannya.

Perjodohan konyol yang mengharuskan Kaisar Nathaniel Kastara, CEO sebuah perusahaan keluarga yang merelakan masa lajang kebanggaannya hilang. Tapi, Kaisar tidak berniat untuk meninggalkan kekasihnya yang seorang wanita cantik.

chap-preview
Free preview
Chapter 01
Malam itu, ketika hampir semua orang tertidur pulas dan menjelajahi mimpi indah yang berputar dalam tidurnya. Gadis itu justru sedang duduk termenung disebuah kursi bar, pakaiannya bisa dikatakan sangat tertutup untuk orang yang berkunjung ke tempat itu. Memakai jeans panjang berwarna gelap dan kaos putih yang dilapisi dengan jaket, rambut panjangnya sengaja ia biarkan tergerai menutupi leher jenjangnya. Sejak satu setengah jam yang lalu ia hanya duduk diam, tidak memesan minuman apapun karena gadis itu tahu tidak ada minuman yang bisa ia minum disana. Arunaya Sachi, atau yang lebih akrab dipanggil Aruna itu gadis berusia dua puluh satu tahun. Gadis yang masih terfokus dengan pendidikannya dalam bidang Administrasi. Ia anak tunggal dari ibunya, dan sudah tidak memiliki seorang ayah. Ayah tercintanya jatuh sakit, dan meninggal karena serangan jantung. Sejak hari itu, keluarganya seakan mati. Ibunya berubah menjadi berbeda, seperti gila bekerja tidak ada weekend lagi. Dan ibunya dengan tega menjodohkan dirinya dengan sahabatnya, yang ada dipikiran Naya tentu saja seorang laki-laki tua atau bahkan sebenarnya ia sudah menikah dan ingin mencari istri lagi. Aruna yang sedang memikirkannya bergidik ngeri, jelas saja ia menolak mentah-mentah permintaan ibunya. Usia ibunya jelas sudah lebih dari empat puluh tahun, mana mungkin Aruna harus menikah dengan laki-laki yang seharusnya lebih pantas menjadi ayahnya itu. "Hah!", Desahnya keras sambil menggebrak meja didepannya, membuat beberapa pasang mata yang pemiliknya menatapnya heran. Selain karena tiba-tiba ia menggebrak meja, ia juga memakai pakaian yang terbilang cukup aneh bagi yang lainnya. "Ck, harusnya mami yang menikah. Kenapa harus aku, kan dia teman mami!". Gumamnya lirih, dan menggedikan bahu nya tidak peduli dengan tatapan mata yang masih sibuk menilai. Lagipula, ia datang ke tempat seperti itu hanya untuk bersembunyi dari ibunya. Bukan, berniat untuk senang-senang disana. "Akhirnya ketemu juga kau gadis nakal!". Tangan kecilnya tiba-tiba ditarik dengan kuat oleh seseorang, laki-laki yang sudah sangat melekat di otak Aruna. Tatapannya tajam seperti akan menusuk, wajahnya mengeluarkan aura dingin. "Paman! Apa-apaan sih? Lepaskan aku!". "Diamlah! Cepat pulang, kasihan mami mu sedang khawatir!". "Ihh, aku nggak mau–", katanya sambil menarik tangannya yang dicekal kuat oleh laki-laki itu," –pulang!". Lalu, Aruna kembali lagi duduk ditempatnya. Mengabaikan laki-laki bertubuh tinggi, yang berjalan mengikutinya. "Kau ini kenapa?". "Paman yang kenapa? Datang-datang langsung suruh aku pulang, aku tidak mau di jodoh-jodohkan apalagi dengan laki-laki yang sudah menikah!". "Terserah kau saja". Katanya pelan, lalu ia ikut duduk dikursi depannya yang kosong. Tangannya terangkat, memanggil waiters disana dan memesan sebuah minuman yang dihindari oleh Aruna. Gadis itu hanya memperhatikan laki-laki yang tak lain adalah Pamannya, adik ibunya yang sudah sangat dekat dengan Aruna. Defan meneguk wine yang ia pesan tadi, dalam satu tegukan ia sudah menghabiskannya. "Lalu kenapa kau memakai pakaian–", tatapan mata Defan menilai dari atas sampai bawah dan kembali lagi ke atas. "Seperti ini? Kau lebih pantas pergi tidur dan memeluk boneka, daripada harus jauh-jauh datang ke tempat seperti ini!". "Biar susah mencari ku. Paman saja baru bisa menemukanku!". Defan menghela napasnya kasar, percuma berdebat dengan gadis kecil seperti Aruna. Ia pasti akan terus menjawab, sampai mulutnya itu puas. Tangannya bergerak kembali meneguk segelas wine yang lagi-lagi sudah ia tuangkan, sedangkan Aruna, ia menatap nanar kepada laki-laki itu. Ia sudah kehausan sejak datang ke tempat itu, tidak ada minuman yang bisa ia pesan. "Paman, aku haus!". Defan tertawa terbahak, selain efek dari minumannya juga karena otaknya tiba-tiba terpikir. Aruna yang setiap mampir ke cafe hanya memesan milkshake, atau minuman sejenis s**u lainnya datang ke tempat yang samasekali tidak menyediakan minuman untuk anak kecil sepertinya. Aruna memajukan bibirnya, cemberut, tentu saja ia benar-benar kehausan saat ini. Defan justru tertawa seperti itu, dengan keras Aruna menendang kaki Defan yang membuat Pamannya mengaduh kesakitan. "Sakit! Makanya anak kecil itu jangan pergi ke tempat seperti ini, sudah tahu disini tidak menyediakan milkshake!". "Tahu lah, Paman menyebalkan sekali. Antarkan aku ke cafe depan atau kemana , mencari minuman untukku." Setelah menghabiskan wine yang ia pesan, Defan beranjak dari tempat duduknya. Mengajak gadis kecil menyebalkan yang cerewet, sebelas dua belas dengan kakak perempuannya. Mereka berjalan pelan, keluar dari bar menuju mobil Defan yang terparkir tak jauh dari pintu keluar. Kedua mata Aruna ternyata sudah mulai terasa berat, dan sepat. Mulutnya tidak hentinya menguap, ia sudah mengantuk. Jam yang melekat manis ditangan kirinya sudah menunjukkan pukul dua pagi, itu artinya sudah hampir sepuluh jam ia kabur dari rumah. Setelah mendengar rencana ibunya, ia langsung pergi dari rumah begitu saja. "Langsung pulang saja Paman, aku malam bertemu dengan mami. Jadi kerumah nenek saja ya?". "Iya cerewet!". *** Kediaman Keanu Deruman mobil terdengar sampai ke dalam rumah, ketika mobil Defan berhenti, pintu rumahnya juga terbuka. Menampilkan seorang wanita paruh baya yang rambutnya sudah memutih. Wajahnya tampak khawatir, dengan langkah yang tergesa-gesa ia menghampiri putra bungsunya itu yang sedang berusaha menggendong cucunya. "Defan, apa yang terjadi dengan Aruna?". "Ketiduran Ma". Wanita itu menghembuskan nafasnya lega, lalu ia mengikuti langkah putranya masuk ke rumah. Defan menggendong Aruna menuju kamar gadis itu dirumah, menaiki tangga yang melingkar yang lantainya terbuat dari batu pualam. Sampai di kamar yang hampir semuanya didominasi dengan tokoh kartun yang berasal dari masa depan itu, dengan hati-hati Defan menidurkan keponakannya dikasur. Ia menghidupkan lampu tidur, lalu mengelus pelan pucuk kepala Aruna. Didepan kamar Aruna ketika ia hendak menutup pintu, wanita yang sedari tadi menatap cucu kesayangannya dengan khawatir itu masih menunggu. Melihat Defan sudah berjalan keluar dari kamar Aruna, ia langsung menghampiri putranya. "Kau menemukannya dimana?". "Di cafe Ma, sudah mama tidur saja dia tidak apa-apa!". Defan berbohong tentang dimana dia menemukan gadis yang baru saja ia bawa pulang itu, tidak mungkin jika ia mengatakan yang sebenarnya jika ia menemukan Aruna di Bar milik sahabatnya. Nyonya Sofi, yang tak lain ibunya itu mengangguk setuju karena hari sudah mulai pagi juga. Ia juga menyampaikan agar Defan segera mengabari kakaknya jika Aruna sudah ketemu dan menginap dirumah. "Eh, beneran kau menemukan Aruna di Cafe?". "Iya Mama, Defan sudah mengantuk sekali". "Tapi–, ya sudah lah". "Selamat malam Ma". Defan menghela napasnya pelan, hampir saja ketahuan. Bisa habis laki-laki itu jika ibunya tahu dia masih sering pergi ke bar, melihat ibunya sudah menghilang dari pandangan ia beralih menutup pintu kamar Aruna. *** Cahaya matahari yang malu-malu menelusup ke dalam kamarnya melalui celah gorden berwarna biru, bermotif tokoh kartun kesukaannya. Doraemon. Matanya menyipit dan mulai terbuka secara perlahan, dengan malas Aruna melirik jam beker berbentuk Doraemon yang tidak diatur. Pukul tujuh pagi, walaupun masih sangat mengantuk tetapi gadis itu memilih untuk segera bangun. Berjalan gontai ke kamar mandi didalam kamarnya, dan segera membersihkan diri. "Pagi nenek!". "Pagi, Aruna. Baru bangun?". Aruna duduk disalah satu kursi kosong dimeja makan, disana sudah ada Defan yang asyik melahap sarapannya. Sandwich isi sayuran, membuat gadis itu bergidik ngeri apalagi tanpa daging didalamnya. Ia heran dengan Pamannya , yang tidak suka dengan daging atau sejenisnya. Hanya telur pastinya yang bisa ia makan. "Semalam, Paman yang menggendongku?". "Iyalah, kau pikir siapa lagi?". Aruna tersenyum tipis, tangannya sibuk mengambil potongan roti yang sudah dipanggang. Kedua matanya menelisik, mencari selai kesukaannya tetapi tidak ada dimeja. Selai blueberry tentu saja, selain karena ia tidak terlalu suka coklat, Aruna juga menghindari kacang. "Nek, tidak ada selai blueberry ya?". "Aduh, nenek lupa sayang. Nenek ambil dulu ya". "Eh–Aruna saja nek yang ambil." Baru saja berdiri dari tempat duduknya untuk mengambil selai, wanita yang berpakaian rapi dan selalu jauh dari kesan berantakan itu menghampirinya. Memeluk Aruna dengan begitu erat, seakan takut kehilangannya. "Ada apa mami kemari?", Aruna mengatakannya dengan datar. Gadis itu terlihat tidak menyukai kehadiran ibunya, ia justru melepaskan pelukan ibunya dengan kasar. "Sayang, mami khawatir sekali denganmu. Kau pergi kemana saja?". "Karena mami berencana menjodohkanku dengan laki-laki yang sudah tua!" Defan menahan diri agar tidak tertawa mendengar perkataan terakhir Aruna, gadis itu memang kurang sadar diri. Sudah berkepala dua, belum memiliki kekasih tentu saja ibunya akan melakukan sesuatu hal. Kiandra, ibunya mencoba mengatakan sesuatu lagi sebelum Aruna berlalu. Ia mendesah pelan, ia sudah memastikan ini akan terjadi jika Aruna tidak mencuri dengar pembicaraannya. "Pokoknya, Aruna tidak mau mami jodoh-jodohkan seperti ini apalagi dengan teman mami. Mami tega sekali mau menjodohkan anaknya sendiri dengan laki-laki tua!". Seru Aruna dari arah dapur, tangannya tentu saja menggenggam sebuah toples selai blueberry. Gadis itu lalu duduk ditempatnya, mulai mengoleskan selai di roti panggang dipiringnya. "Apa?". Nyonya Sofi terkejut mendengar perkataan cucunya, tatapan matanya langsung tertuju pada putri sulungnya itu. Ia sungguh tidak percaya dengan Kiandra yang berniat menjodohkan putrinya sendiri dengan orang tua, ia berdeham keras. Membuat ibu satu anak yang menatap putrinya dengan nanar itu menoleh ke arah Nyonya Sofi, ia menggeleng pelan lalu mulai menjelaskan yang terjadi. "Rencana perjodohan apa Kia?". "Aku berniat menjodohkan Aruna dengan putra temanku Ma, usianya tidak terlalu jauh dari Aruna. Dia juga bukan laki-laki tua". "Kan mami sendiri yang mengatakan dengan teman mami, ya otomatis Aruna langsung berpikir pasti orangnya tua, sudah punya istri dan anak. Ewh! Big No!". Defan tertawa geli lalu berpamitan kepada ibu dan kakaknya, pergi. Hari ini ia tidak harus repot-repot pergi ke kantor untuk bekerja, karena weekend seperti ini lebih baik ia berjalan-jalan dan berkencan dengan kekasihnya. Sementara, dirumah itu dua perempuan yang berbeda usia itu masih terus berdebat dan saling mengalahkan membuat Nyonya Sofi menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ia memilih menghabiskan sarapan lalu pergi dari ruang makan, karena percuma jika mereka dilerai pasti nanti justru akan semakin panjang perdebatan ibu dan anak itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M
bc

DOKTER VS LAWYER

read
1.1M
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
168.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook