Chapter 1

883 Words
Tak Tuk Tak Tuk Sepasang heels dengan tinggi 12 senti sedang melenggang santai di trotoar Brooklyn. Diana Hestia Stefanidi, wanita mungil yang mengenakan sepatu itu berhenti sebentar di kedai kopi untuk membeli coklat panas lalu melanjutkan perjalanannya yang tertunda, menuju tempat kerjanya. FYI, ia bekerja sebagai guru TK selama 8 tahun lebih. Dan ia sangat menyukai pekerjaan itu walaupun gajinya tidak tergolong besar. “Hai, Diana!” panggil seorang pria yang tinggal di apartemen yang sama dengannya. Diana tersenyum tiga jari lalu memeluk pria itu dengan sangat sangat ramah. “Hai, Nate.” Nate merupakan tetangganya. Pria ini memliki mata berwarna abu pucat dengan kulit kecoklatan yang sangat seksi. “Kau ingin bekerja?” Diana mengangguk. “Kau juga, bukan?” Nate tertawa. Ia memeluk pinggang Diana dan mereka berjalan beriringan. “Aku mendapatkan shift pagi hari ini. Apa nanti malam kau sibuk? Aku ingin mengajakmu ke tempat manapun kau mau.” “Maafkan aku. Aku tidak ikut bersamamu ke tempat ke manapun kau mau itu. Aku harus bertemu Ibuku. Mengajaknya jalan-jalan.” Diana memberikan senyuman malaikatnya lalu kembali menyapa pejalan kaki lain. Nate melirik wanita tua yang Diana sapa lalu menatap Diana kembali. “Kau mengenalnya?” Dengan polos Diana menggeleng. Sontak saja Nate tertawa dan menggelengkan kepalanya. Itu merupakan salah satu sifat Diana. Wanita itu baik hati, murah senyum, ramah, dan juga dia terkenal dengan sebutan malaikat yang punya pelukan hangat di kalangan warga apartemen yang mereka tempati. Tua, muda, perempuan, atau laki-laki akan ia peluk. Tentu saja hanya orang yang Diana kenal yang bisa mendapatkan pelukan manis itu. Termasuk Nate, yang tinggal bersebelahan dengan Diana. “Apa pria menyukai cake?” Diana bertanya mengalihkan lamunan Nate. “Tidak.” “Kenapa pria tidak menyukai cake?” “Karena rasanya yang terlalu manis. Juga aku benci hiasan buah, keju atau cokelat di atasnya.” Diana mengangguk-angguk seakan paham. “Aku akan membeli dasi saja untuk ulang tahun Jeremy.” Diana tersenyum. Tidak peka dengan perasaan di sebelahnya. Jika kau sudah memiliki kekasih, kau akan melupakan di sekitarmu. Begitulah Diana. Saking polosnya, ia tidak akan sadar dengan perasaan di sekitarnya. Nate mencoba tersenyum lalu berhenti di depan mini market. “Aku sudah sampai di tempat kerjaku. Kau, berhati-hatilah.” Diana mengangguk. Ia melambaikan tangannya berlebihan seraya kembali berjalan tanpa melihat ke depan. Alhasil ia menabrak seorang pria muda. Diana tertawa lalu meminta maaf dengan senyum malaikatnya. Nate yang melihat itu hanya menggelengkan kepala dan terkekeh. Sepanjang perjalanan, Diana selalu menyapa orang yang tersenyum padanya. Mendadak dia berjalan lambat saat matanya menangkap stroller berwarna biru dengan seorang wanita yang tidak bisa tergolong muda -yang ia tidak kenal sama sekali-. Dan stroller itu berhenti tepat di depannya. Ia tersenyum ke wanita yang ia yakini sebagai Ibu si bayi dan dibalas dengan senyum ramah lalu berjongkok melihat isi dalamnya. Melihat hal yang sangat sangat sangat ia sukai. Bayi!!! Seorang bayi mungil dengan balutan warna senada stroller. “Hai Lily... Kau manis sekali...” ujarnya gemas. Ia mendengar dehaman lalu di lanjuti koreksi dari Ibu si bayi. “Ehem... Baby boy.” “Oh hai Maxie. I'm Diana-” “His name is Julian.” Kembali Ibu si anak mengoreksi. Diana mendongak ke atas menatap si Ibu bayi lalu mengangguk cepat seakan ia paham. Kembali Diana menatap bayi yang sedang melayang-layangkan jemarinya yang mungil membuat hati Diana tersentuh. “Oh my... Kau sangat lucu, Maxie...” Mata Ibu si bayi melebar, bulat penuh hampir keluar. Bukankah ia baru saja mengatakan siapa nama anaknya? 'Oh tuhan... Wanita ini gila' desisnya dalam hati. Kelihatan sekali wanita itu tergesa-gesa membawa anaknya menjauh dari Diana. Diana yang kebingungan hanya diam membalikkan tubuhnya ke belakang sebelum mengayunkan tangannya yang terlalu over. “Bye Lily- I mean Maxie...!” teriaknya yang didengar si Ibu bayi di sambut gelengan tak wajar yang semakin mendorong stroller cepat hampir berlari. Diana membalikkan tubuh, berjalan kembali menuju tempat kerjanya. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, matanya langsung menuju ke toko kue. Secepat kilat wanita itu sudah menempelkan tubuh di etalase yang menyuguhkan beberapa cake yang bisa membuat seluruh wanita di dunia meleleh. Dan matanya tertuju di salah satu cheese cake berbentuk persegi di baluti krim putih dengan topping potongan strawberry yang memenuhi bagian atasnya. “Oh God, my cake!” Dengan segera ia masuk dan membayar kue tersebut. Saat hendak keluar, tak sengaja Diana menatap seorang pelayan toko kurang lebih semungil Diana tengah berdiri sedang menyusun kue-kue kecil. Diana menegakkan tubuhnya dengan kepala agak terangkat supaya terlihat berwibawa sebelum berjalan mendekati pelayan tersebut. Ia menyejajarkan tubuhnya dibarisan si pelayan dengan tubuh menghadap kue-kue kecil lucu yang telah dibungkus. Biarpun kepalanya menghadap kue tersebut, tapi lirikan matanya ke pelayan di sampingnya. Dan benar saja! Saat ia mendekatkan bahunya ke bahu si pelayan yang masih fokus dengan pekerjaannya, kelihatan bahu Diana lebih tinggi di bandingkan bahu si pelayan. Hal itu membutnya girang bukan kepalang. ‘Aku lebih tinggi!’ batin Diana girang. Pelayan itu lebih pendek darinya membuat ia senang hingga tak bisa menutupi bibirnya yang tertarik keatas, tersenyum. Padahal jika di lihat ke bawah, pelayan tersebut hanya mengenakan flat shoes. Setelah puas dengan kemenangan yang sepihak, ia kembali berjalan ke tempatnya bekerja. Dengan dark brown kelly bag di tangan kirinya, coklat panas dan kantong kue berada di tangan kanan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD