Bab 1: Agra Haimanjaya

1024 Words
“Woy! Maju lo sini! Jangan beraninya ngumpet di ketek ayam doang!” Teriak gadis berperawakan putih bersih yang berdiri di depan segerombolan lelaki berwajah beringas. Tangan panjangnya dia ulurkan ke udara, memamerkan batu bata miliknya kepada musuh di hadapan mereka. Rachel lalu berdesis sinis saat melihat ketua dari lawannya keluar dan berdiri tepat di tengah-tengah jalan. Menengadahkan kepalanya songong, menantang Rachel berani. "Lo lagi, Rach?" pertanyaan retorik itu keluar dari bibir Felix seraya mendesis sinis. "Daripada lo sibuk ngurusin tawuran, mending lo ikut aja sama cewek-cewek di sekolah lo buat ke salon!" tandasnya lalu tertawa diiringi oleh suara teman-temannya yang lain. Rachel menggerakkan mulutnya mengikuti gaya bicara Felix. Kemudian dia tertawa meledek suara tawa Felix yang terdengar seperti tikus terjepit. "Heh, bau ketek!" gadis berkuncir satu itu menunjuk Felix menggunakan batu batanya. Dia menaikkan sebelah alisnya menatap Felix rendah. "Gue nggak usah ke salon juga udah cantik. Mending lo aja yang ke salon, soalnya ketek lo itu bau banget! Sama kayak bau mulut lo! Hahahaha!" Rachel tertawa keras. Hinaan Rachel membuat Felix bungkam. Diungkit-ungkit masalah bau ketek membuat lelaki berwajah oriental itu memerah padam. s****n Rachel, hal itu kan seharusnya sudah dia lupakan. Kenapa juga harus dibahas di saat akan tawuran begini? Lagi pula bau ketek seperti yang dikatakan Rachel itu sudah lama terjadi. Sekitar tiga bulan lalu. Sekarang sih Felix sudah wangi dan bersih. Mungkin, bagi Felix dirinya sudah begitu. Namun kenyataannya teman-teman Felix di belakang langsung menjaga jarak karena mengendus bau tak sedap dari depan mereka. Dikirain bau sampah tahunya bau badan Felix. Bau badan lelaki itu memang beneran bau banget! Ampun deh. Keringat gajah saja kalah baunya. Felix mendengus memajukan langkahnya gusar. "Emang ya, lo itu banyak omong dari dulu!" Tangan kanan Rachel mengambil sepotong kayu besar panjang dari salah satu teman lelakinya di belakang. Dia segera menodongkannya ke depan perut Felix sebelum lelaki itu kian mendekat padanya. "Diem lo, jangan deket-deket! Dasar bau ketek!" Hinaan Rachel serta gelak tawa anak nakal SMA Nusantara membuat darah Felix mendidih. Padahal dia berharap tawuran kali ini bukan Rachel pemimpinnya, melainkan kakak kelasnya. Selain lawannya yang tak sepadan, menurutnya ia lebih baik dibuat babak belur oleh lelaki ketimbang harus menelan pil pahit akibat perkataan Rachel yang kelewat menyakiti hati. "Maju lo, Nyet! Gue nggak takut!" tantang Felix mengikuti jarak yang sudah diberikan Rachel. Rachel menggeleng, ekspresi wajahnya dia buat semual mungkin. "Ogah. Pake deodoran dulu sana. Yang ada gue pingsan duluan sebelum bikin lo babak belur," ejeknya menahan tawa. Gigi Felix bergemeletuk kesal. "Banyak bacot lo ya!" Lelaki itu menghempaskan kayu di depan perutnya kasar. Potongannya melayang ke samping membuat jantung Rachel nyaris copot. Gadis itu terbelalak melihat bagaimana Felix langsung berlari menerjangnya. Namun, sebelum tangan lelaki itu berhasil meraih pergelangannya, Rachel menghindar kemudian mengayunkan batu bata di tangannya ke s**********n Felix. “s****n, Rachel!!!” Felix berteriak begitu menggelegar. Erangan kesakitannya memenuhi penjuru kolong jembatan akibat batu bata yang Rachel lemparkan mengenai tepat di bagian paling sensitif Felix. Disusul oleh langkah kaki berat dari arah belakang maupun depan. Rachel kembali bersiap pada posisinya untuk melawan semua musuhnya hari ini. Paling tidak Rachel sudah merobohkan sang ketua dan tinggal anak buahnya saja yang tersisa. *** Di dalam mobil, Arga menyetel lagu Shape of You milik Ed Sheeran. Lelaki berambut cepak itu mengenakan kaos hitam pekat dipadukan dengan celana jeans sobek-sobek. Sesekali kepalanya bergoyang mengikuti irama sambil menyanyikan bait-bait lagunya. Jalanan saat pagi hari tidak begitu macet seperti biasanya, membuat Arga leluasa mengebut di tengah jalan raya. Di jok bagian belakang, terdapat seorang lelaki yang memakai kemeja putih dibalut sweater biru tua. Ia sedang sibuk dengan buku merah di tangannya. Jemari panjangnya menggenggam erat pensil runcing, menggoreskan ujungnya di atas lembaran kertas putih membentuk pola wajah. Wajahnya sama persis seperti Arga hanya saja dia memiliki t**i lalat di bawah mata kiri sementara Arga di bawah kanan bibir. “Woy, Gra.” Panggilan Arga tidak digubris oleh Agra Haimanjaya, kembarannya. Alih-alih menoleh, Agra justru memiringkan kepalanya ke kanan untuk memfokuskan pikirannya membuat sketsa hidung mancung dari samping. Melihat lagi-lagi dia dicueki oleh kembarannya sendiri, Arga pun memencet klakson berkali-kali seraya menyanyi kencang. Tidak peduli meski sudah dimaki pengemudi lainnya, dia cuma mau Agra menatapnya. Lima menit Agra berusaha cuek, sekarang habis sudah kesabarannya. Dia menutup buku khusus menggambar miliknya, lalu menatap Arga sinis. Ia hanya menatap Arga dalam tanpa mengeluarkan sedikit pun suara melalui kaca tengah mobil. “Pindah kek lo ke depan,” protes Arga terbiasa akan bias mata menyeramkan Agra. “Gue berasa kayak sopir lagi jemput majikan pulang jalan-jalan, tau nggak?!” Agra mengembuskan napas panjang. “Jalan aja nggak usah banyak protes.” “Kurang ajar lo ya. Masih untung gue jemput.” “Siapa juga yang minta lo jemput gue?” tandas Agra membuat Arga terdiam. “Lo sengaja jemput gue karena mau melarikan diri lagi, kan?” mendapatkan adik kembarnya bungkam Agra tersenyum sinis. “That’s jerk gonna be died.” Sindiran Agra berhasil membuat Arga kesal setengah mati, namun ia tidak bisa berbuat apa pun. Agra benar, dia berusaha melarikan diri dari seseorang yang sudah lama dia tinggal pergi. Dan Arga tidak ingin bertemu dengannya saat ini. Seharusnya Arga masuk sekolah tetapi dia benar-benar lelah akan keberadaan seseorang di sana. Dulu dia berhasil melepaskan diri dengan pindah keluar kota selama dua tahun, tapi kini begitu dia kembali ke Jakarta, rupanya perempuan itu masih menunggunya. Ketika mobil yang digunakan Arga berbelok ke arah persimpangan, mata Arga langsung menajam. Di depannya tersaji pemandangan merusak mata. Segerombolan siswa beda sekolah saling memukul satu sama lain bahkan tak segan-segan untuk memaki. Arga berdecak kesal, dia tidak bisa lewat kalau ada mereka yang menghalangi. Dengan sigap Arga mengklakson mobilnya keras-keras hingga memecah keseriusan mereka dalam tawuran. Sesaat gerombolan di depannya terdiam mendengar suara klakson mobil. Pandangan mereka lantas tertuju pada mobil Arga, namun Arga tidak peduli. Begitu melihat mereka mulai minggir secara perlahan, Arga pun menancapkan gasnya kencang membelah kerumunan orang berpakaian urakan itu. Kala Arga sibuk mengumpat, Agra sempat menoleh ke luar jendela. Manik matanya bertatapan dengan seorang gadis cantik berkuncir kuda yang sedang menatapnya. Agra tidak begitu melihat wajahnya secara jelas, namun yang pasti penampilan gadis itu sungguh berantakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD