Pertemuan

1854 Words
SEMINGGU berlalu tanpa ada hal berarti yang terjadi. Rosé hanya makan, tidur, nonton drama Korea dan bermalas-malasan. Dan hari ini Rosé dengan malasnya pergi ke bandara untuk menjemput Lisa. Rosé turun dari mobilnya dan pergi ke pintu kedatangan untuk menunggu Lisa. Rosé melihat jam tangan yang di kenakan di tangan kirinya berkali-kali. Rosé sibuk ngedumel sendiri karena Lisa yang tak kunjung keluar dari tadi. Sampai akhirnya Rosé terdiam ketika matanya melihat seorang pria dengan style all black outfit dengan beanie hat hitam dan earphone yang terpasang di telinganya. “Itu---” ucap Rosé menggantung. Rosé mematung seketika saat melihat kearah pria tersebut, jantung yang berdetak tak karuan dan darah yang berdesir hebat. “D-dia. I-itu---” Rosé mengalihkan pandangannya dan berusaha untuk mengontrol detak jantungnya yang semakin tidak karuan itu. Rosé tersenyum saat menoleh ketika satu teriakan namanya menembus telinganya. Orang itu adalah manusia bernama Lisa yang sudah di tunggunya lebih dari 20 menit yang lalu. Rosé langsung menghampiri Lisa yang sudah merentangkan tangannya sejak Rosé menoleh kearahnya beberapa detik yang lalu. Rosé dan Lisa langsung berpelukan layaknya Lala dan Pooh yang ada dalam kartun teletubbies. “Kangen banget.” ucap Lisa dengan nada bicara yang di dramatisasi. “Sama, gua juga.” ujar Rosé tak kalah drama. “Oke coba gue lihat dulu.” sambung Rosé dengan nada tegas. “Liat apa?!” tanya Lisa dengan wajah bingungnya. Tanpa menjawab pertanyaan Lisa, Rosé melihat dan menerawang Lisa yang ada di hadapannya dengan teliti. “Lo tu ya kebiasaan.” “Kebiasaan apa?” tanya Lisa masih kebingungan. “Setiap ketemu gue di bandara, selalu aja bentukan lo kayak gembel.” “Sialan lo Rosé.” Rosé  langsung tertawa melihat ekspresi Lisa yang kesal dengan ucapannya. “Lo bawa mobil kan?” “Iya, tapi sama supir.” “Bodo lah lo mau sama siapa juga, yang penting gue pulang gratis.” “Dasar pencinta gratisan, yaudah yok.” “Ehh, tapi gue ke toilet dulu ya, kebelet banget asli. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana.” “Yaudah sana buruan.” “Di sini aja, jangan kemana-mana jagain barang-barang gua.” ucap Lisa sambil menunjuk koper-kopernya. “Iya bawel deh, sana buruan pergi.” “Tunggu di situ jangan kamana-mana.” “Iya Lisa iya!” Setelah merasa yakin, Lisa akhirnya pergi ke toilet dan meninggalkan Rosé dengan koper-kopernya. Rosé berdiri tak jauh dari toilet menunggu Lisa. Tanpa sadar ada sepasang mata yang dari tadi memerhatikan Rosé dari jauh. “A—anne?” ucap seseorang dari kejauhan. “Yok Rosé..” ajak Lisa setelah keluar dari toilet. “Udah?” “Udah, gua kan cuman kebelet pipis.” “Hmm, yaudah yok.” “Bawain barang gua tuh.” pinta Lisa pada Rosé. Rosé menoleh kearah Lisa dan memberikan Lisa tatapan tajam. “Lo ngomong sama gua?” “Iyalah, sama siapa lagi coba Rosé.” “Bawain pala lo gundul. Udah untung gua jemput juga! Bawa barang sendiri!!” “Yah Rosé, Please Rosé.” ujar Lisa mengeluarkan puppy eye andalannya. “Gak!” tegas Rosé lalu pergi meninggalkan Lisa yang sibuk dengan koper bawaannnya. “Yaelah Rosé. Tungguin gua kali.” Rosé jalan sambil tertawa tanpa berniat membantu Lisa yang kewalahan dengan barang-barangnya. Rosé terus berjalan di depan Lisa sampai matanya bertemu pandang dengan pria dengan style all black outfit yang di lihatnya sebelumnya. Lagi jantung Rosé tidak berkerja dengan saharusnya. Jantungnya berkeja dua atau bahkan tiga kali lebih cepat dari sebelumnya. “Kenapa harus papasan sih..” sesal Rosé dalam hati. “Rosé tungguin gua.” teriak Lisa di belakang. Rosé hanya diam tanpa menghiraukan ucapan Lisa. Karna merasa diabaikan Lisa pun berusaha jalan ke depan Rosé dengan kesusahan. Lisa melihat Rosé dengan ekspresi bingung. “Kenapa ni bocah? Kesambet?” tanya Lisa dalam hati diikuti dengan mata Lisa yang mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. “What the hell!!” teriak Lisa dalam batin dengan pupil mata yang membesar dan tangan yang berada di mulutnya untuk menahan teriakannya, dengan ragu Lisa menatap ke arah Rosé. “Rosé...” panggil Lisa dengan hati-hati. “Gak usah dibahas.” ujar Rosé dingin. “Tap--i.” Belum sempat Lisa menyelesaikan ucapannya, seseorang yang di lihat oleh keduanya itu memanggil Lisa. “Lalisa kan?” “Telat sudah.” batin Lisa. Lisa berbalik dan tersenyum kearah cowok itu sedangkan Rosé hanya diam tanpa melihat kearah pria yang memanggil temannya itu. Berbeda dengan Rosé, pria itu dari tadi tidak membiarkan Rosé menghilang dari pandangan matanya. “Anne?” “Lis, gua telpon Pak Ucok dulu ya..” “Aahh, iya telpon sana buruan.” Pria itu menahan tangan Rosé ketika Rosé mulai beranjak pergi, namun dengan sigap Rosé langsung menepis tangan pria tersebut. “Kenapa ni anak gemetaran gini?” batin Pria itu. Rosé pergi sedikit menjauh untuk menelpon Pak Ucok supir yang mengantarnya kebandara. Setelah Rosé sudah berada di jarak yang cukup jauh, Lisa menoleh pada pria yang sebelumnya memanggilnya.. “Lo dari mana atau mau kemana?” tanya Lisa to the point. “Gua?” Tanya pria itu sambil menunjuk dirinya sendiri. “Iyalah elo J, yakali gua nanya diri gua sendiri..” Pria itu adalah Jeon Jungkook atau yang lebih di kenal dengan panggilan JK. Satu-satunya manusia yang muka bumi yang berani memanggil Rosé dengan panggilan Anne. Dan juga satu-satunya manusia yang paling di hindari Rosé. “Ohh, gua mau ke Jepang. Dia dari mana?” tanya JK sambil menunjuk Rosé. “Rosé? Di sini aja, Gak kemana-mana...” “Iya kan gak kemana-mana dia seminggu ini..” ucap Lisa bermonolog dalam hati. JK mengangguk sambil tersenyum miring. “Ehh gua masuk ya, udah waktu boarding.” ujar JK sambil menunjukkan tiketnya. “Oh oke, safe flight.” JK hanya tersenyum lalu pergi masuk ke dalam boarding room. “Di sini aja ?” tanya JK bermonolog dalam hati sambil menyeringai tajam. “Dasar pembohong! 2 tahun gua nyari dia keseluruh penjuru negara ini, tapi gua gak pernah dapetin jejaknya sedikitpun.” sambung JK masih di dalam hati. Rosé menghampiri Lisa setelah memastikan bahwa JK telah pergi. “Dia?” tanya Rosé pada Lisa. “Ke jepang. Setidaknya lo aman hari ini.” Jawab Lisa seakan tau apa maksud Rosé. Rosé bernafas lega tanpa menggubris omongan Lisa. “Ehh itu mobil lo bukan?” tanya Lisa sambil menunjuk sebuah mobil yang behenti tidak jauh dari mereka. “Iya.” ujar Rosé singkat. “Yaudah yok, gua capek berdiri.” Rosé langsung jalan kearah mobil tanpa menghiraukan Lisa yang masih berkutat dengan koper-kopernya. Begitupun selama di perjalanan, Rosé hanya diam seribu bahasa sambil menatap kearah luar jendela dengan berjuta pemikiran yang ada di otaknya. “Gak usah di pikirin Rosé. Korea luas, peluang untuk kalian ketemu lagi itu kecil..” Rosé  hanya diam menatap Lisa. “Lagian lo kan mau nikah, jadi peluang dia ngusik hidup lo makin kecil.” sambung Lisa. “I wish..” harap Rosé dalam hati. “Lo mau langsung pulang?” tanya Rosé mengalihkan pembicaraan. “Jadi gua mau kemana lagi selain pulang?” “Makan mungkin?” “Bilang aja lo laper, terus minta di temenin...” Rosé cengengesan mendengar tebakan Lisa yang sangat tepat itu. “Temenin ya..” “Hmm iya, dari pada gua di turunin di sini kan.” “Nah, tau diri juga lo.” Rosé  tertawa dan di ikuti dengan Lisa. Dua hari sudah berlalu sejak pertemuan singkat di bandara. Malam ini seharusnya Rosé makan malam bersama Mama dan Papa nya. Tapi batang hidung Rosé belum terlihat sejak pagi, Rosé berkurung di dalam kamarnya sejak pagi. “Hai anak Papa.” “Papa.” panggil Rosé dan langsung berlari memeluk Papanya. Rosé memang sudah seminggu berada dirumah tapi Rosé sama sekali belum bertemu Papanya, karna Papanya selama semnggu ini berada di luar negeri.. “Aduh anak Papa ini, kok makin cantik aja sih..” “Ihh Papa, jangan gombalin Rosé Pa.” Papa Rosé tertawa renyah. “Gimana dong, emang cantik beneran..” “Mungkin karna Rosé anak Papa makanya Rosé cantik..” ujar Rosé mengikuti godaan Papanya. “Karna Mama kali..” ujar Mama. “Nah, karna Mama atau karna Papa?” tanya Papa. “Bukan karna anak Mama, tapi anak Papa..” “Ada Papa aja, Mama diabaikan.” “Papa, titipan Rosé ada?” Tanya Rosé mengabaikan ucapan Mamanya. “Ada sayang di koper..” “Rosé  minta apa Pa?” “Ta-.” Belum sempat Papa Rosé  selesai bicara, Rosé langsung menutup mulut Papanya dengan sigap. “Ssttt, jangan kasih tau Mama Pa. Nanti Mama minta.” Bisik Rosé. “Emang Rosé minta apa sih?” “Kok Mama kepo sih?” “Mama bisa beli sendiri kok..” “Yaudah beli aja sana..” “Rosé.” tegur Papa Rosé. “Hehehe.. Maaf Mama.” Mama Rosé  hanya bisa geleng kepala melihat tingkah anak perempuannya yang terkadang masih bertingkah layaknya anak-anak. “Yaudah Rosé, makan dulu. Terus duduknya dikursi jangan di Papa, kasihan Papa, kamu pasti berat.” ujar Mama. Rosé mengendus kesal karna dibilang berat oleh Mamanya. “Mama cemburu kan?” tebak Rosé mengada-ada. “Enggak kok.” “Halah Mama malah gak mau ngaku.” goda Rosé  sambil pindah kekursi di sebelah Papanya. Mama Rose hanya diam enggan menggubris ucapan anak perempuannya. Setelahnya ketiganya makan dengan tenang.. “Rosé.” “Iya Ma.” “Jadi gimana yang Mama bilang waktu itu? Rosé melihat ke Papanya berharap mendapatkan bala bantuan. Tetapi sayang harapan itu langsung pupus.. “Papa sudah setuju.” ujar Mama mantap. Rose menghela nafas sebelum akhirnya menjawab ucapan Mamanya. “Yaudah Ma. Kalau Mama udah bilang dan Papa udah setuju, Rosé bisa apa? Nolak pun percuma kan?” “Ini buat kebaikan kam-..” “Iya Ma iya, Rosé paham.” ucap Rosé memotong ucapan mamanya. Mama Rosé diam sesaat sambil menatap putrinya. Sedangkan Rosé tersenyum kecut sambil membalas tatapan Mamanya. “Yaudah kalau begitu. Minggu depan Mama atur pertemuan keluarga dengan keluarga calon saumi kamu ya.” “Iya Ma.” “Kamu gak mau tanya siapa calon Suami kamu? Mama punya fotonya, anaknya ganteng deh Rosé.” “Gak usah Ma, minggu depan juga ketemu kan.” tolak Rosé. “Yakin kamu gak mau? Ganteng Rosé anaknya.” “Foto kebanyaan nipu Ma, yang keliatan ganteng difoto biasanya jelek aslinya. Minggu depan aja liat aslinya..” tolak Rosé. “Yaudah deh kalau gitu..” “Papa, tas Rosé mana?” “Dikoper Papa sayang.” “Rosé ambil ya.” Papa Rosé hanya mengangguk mengiyakan ucapan Rosé. Sejurus kemudian Rosé sudah pergi keatas untuk mengambil pesanan tasnya dikamar Papanya.. ♥♥♥♥♥ Di dalam kamarnya Rosé mengambil ponselnya dan langsung menghubungi seseorang. “Dimana lo?” tanya Rosé begitu sambungan telpon terhubung. “Di jalan nih, kenapa?” “Mau kemana? Gua ikut.” “Yakin lo?” “Mau kemana emang?” “Biasa..” “Kemana Lisa?!” “Club, anak Mami di rumah aja ya cuci kaki, cuci tangan terus bobok.” “Sialan, ngejek bener lo..” “Lo kan Gak bakalan mau ikut.” “Enggak, kata siapa?! Ikut gua!” “Apa?!” teriak Lisa di ujung telepon. Rosé langsung menjauhkan telepon genggam dari telinganya. “Jemput gue sekarang. Gue langsung siap-siap ini.” Sambung Rosé lagi. “Serius lo mau ikut?” “Iya, gua ikut.” “Demi apa seorang rosé  minta ikut gua ke club?” teriak Lisa. “Banyak bacot lo Lis. Jemput gue buruan, gua matin, gua mau siap-siap. Bye.” ucap Rosé santai dan langsung menutup teleponnya. Lisa menatap ponselnya tidak percaya, lalu mencubit pipinya. “Sshhh, sakit..” adu Lisa setelahnya. “Elah Lis, b**o bener sih.. Tapi ini beneran? Nyata? Gak mimpi? Rosé minta ikut ke club?” tanya Lisa pada dirinya sendiri. “Waw, unbelievable.” sambungnya lagi takjub. Setelah selesai dengan rasa takjubnya, Lisa langsung putar arah menuju rumah Rosé untuk menjemput Rosé. “Mau kemana Rosé?” tanya Mama Rosé saat melihat putri satu-satunya itu turun dengan rapi. “Hmm Ma, Rosé mau pergi sama Lisa.” “Kemana?” “Hangout aja Ma.” “Ohh yaudah, jangan pulang larut.” “Rosé nginep di apartement Lisa.” Mama Rosé menatap lama putrinya. “Yaudah, kalau ada apa-apa langsung telpon Mama atau Papa.” “Rosé bukan anak kecil lagi Ma.” “Iya, yaudah hati-hati.” “Pa, Rosé pergi ya.” pamit Rosé. “Iya sayang, hati-hati.” “Iya Papa.” “Rosé!” Rosé memutar matanya malas, dan langsung balik menghampiri kedua orang tua nya lalu mencium pipi kedua orang tua nya. Setelah itu Rosé  langsung keluar dari rumah. “Lama ya Princess.” ujar Lisa saat Rosé masuk ke dalam mobilnya. “Debat dulu sama Mama..” ujar Rosé santai. “Aduh-aduh anak Mami.” “Diem deh lo!” Lisa ketawa renyah melihat Rosé yang kesal dan menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Rosé.  “Kenapa tiba-tiba minta ikut gue?” “Bosen dirumah.” “Gak usah bohong, lo gak ahli ngebohong.” Rosé menarik nafas pajang. “Mama ngomongin soal pernikahan itu lagi.” “Jadi ceritanya lo melarikan diri dari masalah nih sekarang?” Rosé masang muka berfikir keras. “Kayaknya enggak deh, gue akan tetap menikah sama orang pilihan Mama kan.” “Hmm maksud gua tuh.” “Iya tau, gua cuman kesal dan gak terima aja.” “Gue berharap kalau ini cuman mimpi. Apa jadinya nanti kalau gue nikah, trus nanti Suami gue tau kalau gue ud-..” “Udah gak usah di ingat. Gue gak mau sedih hari ini, kita have fun hari ini ya. Oke Rosé?” Rosé tersenyum mendengar ucapan Lisa. “Tapi Lis, kalau gue bosen di sana nanti gimana?” “Jangan sampek bosen, terus jangan minum apapun. Cukup gua aja yang mabok, lo jangan!” “Biar apa? Biar kalau lo mabuk gua yang ngebawa lo pulang?” Lisa menjentikkan jarinya. “Gotcha, Gak sia-sia lo kuliah di New Zealand Rosé. “Ck, malas gila. Lo mabok gua tinggal!” “Jahat lo Rosé. “Bodo.” “Dedek Rosé Gak boleh gitu sama kakak.” “Emang gua pikirin?” “Dasar adek durhaka! Gue kutuk lo jadi batu.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD