KONTRAKAN

1890 Words
*** 1 Januari 2222  Berangkat dengan bekal ijazah SMP, serta bermodalkan semangat dan uang 100 juta yang dibuntal karet pelangi di dalam tas menuju Kota Anggur, Loki mengarungi petualangannya di umurnya yang menginjak 17 tahun. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunnya, 1 Januari. Tapi, tidak ada yang memberi ucapan. Juga tidak ada yang memberi hadiah. Bagi setiap orang, sweet seventeen harus berkesan. Paling tidak, untuk sekaliber anak laki-laki harus melepaskan segel perjaka dan minum alkohol. Dunia ini memang gila. Sampai Loki harus turun gunung untuk membenahi tatanan yang rusak ini. Loki sendiri tak mempermasalahkan moral setiap individu. Tidak sama sekali. Loki hanya mempermasalahkan stigma masyarakat yang kuno, monoton, dan menjengkelkan. Stigma yang selalu mengurus soal hal yang dilarang dan tabu. Persetan dengan itu semua. Loki memiliki pola pikirnya sendiri. Alkohol? Loki sudah meminum yang namanya arak sejak usianya 7 tahun. Ada lawan? Seks? Loki juga sudah melepas segel perjakanya di celah sempit guru SD-nya yang masih perawan di umurnya yang baru menginjak 10 tahun. Selang beberapa bulan, Loki mendapatkan lubang baru, asalnya dari guru ngajinya. Setelah itu, insiden pasca Loki selesai disunat, dia mendapatkan pengalaman baru yang lebih menantang, yaitu dari nenek-nenek dukun pijat. Cerita soal nenek-nenek itu cukup menarik. Kejadiannya pun lucu. Ah, mungkin lain kali. Lanjut lagi. Kita masuk soal darah muda. Perkelahian, duel, tawuran? Itu hanyalah satu dari lima hal yang paling biasa ditemui di kehidupan Loki. Sangat biasa. Loki sendiri sampai bosan selalu menang dalam baku hantam. Entah mengapa, kepalan tangannya lebih kuat dari hukum yang menjerat pejabat. Eh, keceplosan. Lanjut lagi. Mencuri? Menjarah? Merampok? Ketiga hal itu memang jarang dilakukan Loki, hanya saat-saat tedesak saja dan ketika sedang butuh uang, maka berangkatlah dia. Dimulai dari usianya yang menginjak umur 12 tahun, yang pertama dicurinya adalah hati seorang gadis berjilbab yang kini menghilang entah ke mana setelah direngut perawannya. Naik level ke tingkat menengah, yaitu menjarah toko yang menjual jilbab dan pakaian-pakaian tertutup, khususnya untuk para wanita. Ah, persetan! Loki jarah dan bakar itu semua. Bagi Loki, zaman sekarang ini tidak pantas seorang wanita pakai pakaian seperti itu. Tidak perlu Loki beri contoh, banyak kok contohnya. Salah satunya kasus pemerkosaan wanita bercadar yang telah bersuami dan tengah mengandung 7 bulan di sebuah pertokoan di Kota Jeruk, dan berakhir dibunuh dengan sadis. Ini bukan soal pakaian. Sekali lagi bukan soal itu. Ini hanyalah soal otak dan hati yang kotor, yang sudah selaras sejak keluar dari oroknya. Kalau dasarnya orang mau bertindak kejahatan, mau si target pakai pakaian astronot pun, tetap saja diterobos, setan. Kadang otak dan hati kalau sudah terkontaminasi dengan yang namanya ular kasur, sudah dapat dipastikan … lewat. Itu baru satu contoh soal tindak asusila, belum yang lain-lainnya, lo. Yang terakhir soal merampok. Jujur saja, seumur hidupnya, baru sekali Loki merampok. Merampok tempat judi. Membawa pulang dua karung penuh uang dan seorang istri sang bandar. Itupun Loki melakukannya karena terpaksa. Mau bagaimana lagi, Loki kalah bermain Truth Or Dare bersama keempat teman sebayanya, yang juga sama gilamya. Yang pasti waktu itu Loki memilih Dare, dong. Andai saja Loki memilih Truth, sudah dapat dipastikan Loki akan dirajam di dalam sebuah kendi raksasa selama 7 hari 7 malam. Loki pantang membuka aibnya sendiri. Pantang pula bagi Loki menjelaskan dengan detail setiap lekuk tubuh ibu dari teman-temannya, eh. Sudah gila? Belum. Masih belum. Yang lebih gila lagi, saat ini Loki sedang menumpang di dalam mobil mewah milik seorang konglomerat sambil menodongkan pistol ke arah sang sultan. “Karena kotaku sudah hilang peta, aku mau sampean mengantarku ke Kota Anggur.” Ucap seorang pemuda berambut putih tanpa dosa kepada si sultan sambil merokok santai … rokoknya si sultan. “Ba-ba-ba-baik, Mas.” Si sultan terbata-bata, keringatnya sampai menetes ke setelannya yang nampak licin dan wangi. “Ba-ba-ba-b*****t ngomongmu bikin nular!” Loki ngegas, membanting rokok yang ada di tangan kirinya ke bawah. “Ma-ma-maaf, Mas, sa-saya jealous, Mas.” Si sultan semakin ketakutan, melihat reaksi Loki yang urakan. “Nervous, oi! Nervous! Asuuuu!” semakin marah, Loki menjambak rambutnya sendiri, frustasi. Si sultan hanya terdiam, tak berani menjawab lagi. Bibirnya seakan terkunci rapat. Antara takut mati, dan takut dihujat. Tentu saja para netizen budiman sejagat raya ini lebih takut dihujat, bukan? Lemah. Contohlah si Loki ini. Pemuda death metal garis keras ini lebih takut mati, karena menurutnya mati itu bukan hal yang keren. Mati hanyalah untuk jiwa yang lemah. Jiwa-jiwa sampah yang takut viewersnya turun, daripada takut negara buah-buahan ini berubah jadi kerajaan lagi. Haha. Tidak lucu, a*u. “Mas Rambut Gondrong, sebentar lagi kita tiba di Kota Anggur.” Si supir berkata tiba-tiba dari arah depan mobil, seraya melirik Loki dari spion. Loki bersin. “Terus kenapa?” “Maksud saya, Mas boleh persiapan mulai sekarang.” “Sampean mau nurunin aku di sini?” Loki melotot kesal. “Bu-bukan begitu maksudnya, Mas. Ah, gimana ya, intinya Masnya ini butuh tempat tinggal terlebih dahulu, kan?” Si sultan mengambil atensi, mencoba meluruskan. Loki menepuk-nepuk kepala si sultan yang menggenakan topi koboi. “Pinter. Tahu gitu, lo.” Sambil melepaskan kacamata hitam yang dikenakan si sultan, kemudian memakainya. “Buat aku, ya?” Hanya menggangguk lemas sebagai jawaban, si sultan tak lagi bersuara. “Carikan aku kontrakan yang strategis. Kalau bisa harga sewanya 10 juta.” Seraya mengacungkan jempol, Loki menjelaskan tujuannya. “Baik, Mas.” Si supir cukup lihai menyetir sambil mencari-cari info kontrakan di ponsel. “Ketemu, Mas. Ini ada satu, tapi harganya 11 juta pertahun, Mas. Bagaimana?” “Sip. Buat jadi 11 juta per … 20 tahun.” Terdengar umpatan dengan nada rendah terlontar dari mulut si supir dan si sultan. Loki hanya menggendik tidak peduli. Membuka jendela mobil di sebelah kiri, nampak pemandangan luar di pagi hari menjelang siang ini membuatnya merinding. Bukan soal bangunan yang tinggi menjulang. Bukan soal jembatan indah yang dibangun dengan sentuhan seorang empu. Bukan pula soal kendaraan yang malang melintang, yang dari warnanya sudah dapat dipastikan harganya lebih dari 100 juta. Yang jadi sorotan Loki adalah para pengemis. Para pengemis ini adalah satu dari sepuluh tipe manusia yang berada dalam daftar hitam orang yang tidak akan pernah Loki jadikan teman. Bukan sebab kasta, ataupun harga diri, melainkan soal visi dan misi dalam hidup. Bagaimana tidak, hanya bermodal tangan menengadah, ecek-ecek, gelas air mineral, dan baju compang-camping, mereka sudah menghasilkan uang dengan mudahnya dari orang-orang yang bekerja siang dan malam, sampai kadang lembur. Bukan soal apa-apa. Ini hanyalah soal prinsip hidup. Kalau susah, ya susah-susah saja, jangan ikut menyusahkan orang lain. Jangan karena embel-embel ‘sedekah’ kepada mereka yang membutuhkan, dengan mudahnya terhasut ucapan motivator berkedok orang miskin. Yah, Loki sendiri sih berangkat dari kemiskinan. Tapi, bukan berarti Loki akan terus meratapi nasibnya. Bukan begitu. Walau serba kekurangan, Loki tetaplah berusaha untuk menggapai kehidupannya yang lebih layak. Walaupun caranya salah, tapi tetap saja diterjang. Tidak peduli ucapan orang lain, tidak mengindahkan larangan orang lain, juga tidak butuh pujian orang lain. Di sini Loki G. Pradana, mari kita semua menuju kebahagiaan yang sesuai takaran! *** “Hasyu!” Loki bersin, sudah dua kali. “Mas, gimana tempatnya? Cocok tidak?” “Hasyuuu!” Loki kembali bersin, ingusnya sampai mengenai meja ruang tamu kontrakan barunya. Nampak hadir di ruang tamu dengan model jajar genjang, dengan sofa panjang empuk di tengah, disertai sofa-sofa kecil yang mengamit kedua sisi. Kontrakan ini tidak besar, juga tidak kecil. Kontrakan dua lantai, yang memiliki empat kamar. Dua kamar di lantai bawah, dengan kamar mandi di depan. Dua kamar lagi di lantai atas yang saling berhadapan. Loki sebenarnya ingin membunuh orang-orang di sini. Ingin sekali. Bagaimana bisa seorang bujangan yang bekerja saja mau nyari, malah ditawarkan kontrakan mewah yang memilik banyak kamar. Kalau banyak hantunya gimana? Lagipula, dengan siapa juga Loki akan tinggal di rumah minimalis, namun terkesan tidak realistis ini. Kalau bukan karena ibu pemilik kontrakan yang sedari tadi menatapnya binal, sudah minggat dari tadi si Loki ini. “Jadi, Ibu Ulfa tinggal di sini?” Loki bertanya ngawur. “Tidak, Mas, saya tinggal di depan. Tapi kalau Masnya butuh apa-apa bisa langsung hubungi saya.” Ulfa namanya, wanita karir berusia 33 tahun, menjawab sambil menyodorkan kartu namanya. Loki menerima dengan senang hati, dan dengan tangan yang saling menjabat dan mengelus. Hanya 5 detik adegan itu berlangsung, sampai si sultan menggagetkan mereka berdua dengan suara batuknya yang dibuat-buat, sampai Ulfa sendiri yang berinisiatif menarik tangannya yang halus dan lembut. Loki hanya senyum-senyum saja. “Full senyum, Maszeh. Hehehe.” Loki terkekeh sambil memainkan kedua alisnya ke arah si sultan. “Iya Masnya yang full senyum. Saya full cemberut.” Si sultan tersenyum terpaksa. “Kan aku sudah bilang, nenekmu itu dulu punya hutang sama aku 10 juta dolar. Jadi jangan protes.” Aku membela diri. “Tapi, Mas, nenek saya itu—” “Oke, oke. Administrasi dan lain-lain sudah beres. Kalau gitu, kita sudahi obrolan yang sangat-sangat tidak berguna ini.” Loki mengusir semua orang. “kecuali Ibu Ulfa, ya. Saya masih ada perlu … sedikit.” Ulfa yang sempat berdiri, kemudian duduk lagi. “Ah, banyak juga nggak pa-pa saya mah.” Si sultan mengulurkan tangannya ke arah Loki. “Theo.” Loki menjabat tangan si sultan sambil tersenyum. “Mawar.” “Siap, Mas Mawar.” Loki tergelak tak berhenti. Tertawa karena lawakannya sendiri. Lawakannya sih garing, hanya saja suara Loki yang tertawa itu menular. Sampai Theo dan si supirnya keluar dari rumah tersebut sambil tertawa seperti orang gila. Sekarang, tinggallah dua orang yang sedari tadi bermain mata. Gambaran visual Loki ini secara tampang mukanya biasa-biasa saja. Kalau dihitung dari rasio 1 sampai 10, wajah Loki berada di angka 8. Not bad, lah. Jika ditelisik lebih lanjut, hanya itu yang kurang. Selebihnya, idaman mama muda. “Sini, Bu.” Loki menepuk sofa di samping kirinya, mengkode Ulfa untuk mendekat. “Ulfa dengan malu-malu berjalan mendekat. Rok spannya berwarna putih di atas lutut nampak memamerkan pahanya yang jenjang, mulus, tanpa cacat sedikitpun. Kemeja putih polosnya dipadukan dengan blazer hitam, nampak serasi dipakai oleh wanita yang memiliki buah d**a yang membusung besar itu. Siapa saja yang memandang, harus siap menerima konsekuensinya. Konsekuensi memuaskan dahaga si empunya. Duduk di sebelah Loki, jarak Ulfa dengan penghuni kontrakannya itu tidak terlalu jauh, hanya 5 centi. Namun, seakan tahu akan maksud Loki, Ulfa membuka kancing blazernya, disusul dua kancing kemejanya. “Apa yang bisa Ibu bantu buat Masnya yang ganteng ini?” Ulfa mengelus-elus paha Loki yang masih terbungkus celana jeans abu-abu yang sobek di sana-sini. “Ah, Ibu agresif sekali.” Loki tertunduk, ekor matanya melirik-lirik m***m. “Hmm.” Ulfa berdehem di dekat telinga Loki, nafasnya nampak harum dan segar. Tak ingin membuang-buang waktu, Loki segera membuka resleting … tasnya. Mengeluarkan segepok uang yang masih terlilit karet rapi. Setelahnya, dibuka lilitan karet itu, kemudian diambillah selembar uang berwarna merah itu, lantas diserahkan kepada wanita cantik di sebelahnya. “Ah, saya nggak mau dibayar pakai ini, Mas.” Ulfa kembali berbisik, suaranya mendesah manja. “Aku minta belikan makan, minum, dan rokok. Aku lapar!” Ulfa mengarahkan jemarinya yang lentik ke s**********n Loki. “Kalau yang ini apa nggak lapar?” “Lapar. Kalau si ular cobra ini makannya mahal.” Loki semakin gemas. “Benarkah?” Ulfa menggigit bibir bawahnya, semakin menggoda. “Nanti setelah aku mengisi tenaga. Makan nasi, minum air putih, dan rokokan kretek, aku perkenalkan sama King Cobra-ku.” “Siapa namanya?” “Mang Udut.” Loki menyeringai m***m. “Ular Kadut.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD