RANJANG

1647 Words
*** Semua orang tiba-tiba sadar. Yang tiduran di atas terpal sontak terbangun. Yang sedang manjat pohon juga langsung turun. Dan yang sedang makan biji bunga matahari ikut menghentikan aktifitasnya. Semua orang menatapku dengan tatapan tajam, mengerikan, kemudian berubah tersenyum aneh. “Kalian semua kenapa, sih? Biasa aja kali.” Loki cuek, menutup sebelah matanya sambil makan kacang. “BIASA UDELMU!” “Gak manuk akal ini!” “Nambah lagi orang gila di kampung sini, jancok!” “Sebahagiamu, lur!” “Gak tahu. Pengen beli truk!” “Gak isok ngomong aku, rek.” Kata-kata mutiara di malam hari yang sudah menunjukkan pukul 23.50 dilontarkan satu demi satu semua orang yang hadir kepada tamu kehormatan, Paduka Lord Tumenggung Adipati ing Alaga Kanjeng Loki G. Pradana. Kalau boleh berkata, Loki adalah perwujudan iblis berkedok manusia. Lihat saja rambutnya yang putih itu. Belum wajahnya ketika menyeringai mirip topeng monyet di sirkus alun-alun. Siapa yang menyangka jikalau dibalik sikapnya yang kadang cuek, konyol, bersahabat, dan kadang gila itu, Loki menyimpan seribu dendam di hatinya, juga seribu cinta yang akan diberikan kepada orang yang pantas mendapatkan cintanya. “Uu-aa-uu-aa!” Loki menirukan suara monyet. “ASUUUU!!!” maki semua orang bersamaan. Makian tanda rasa sayang menyambut datangnya hari yang telah berganti. Semua orang berhenti minum. Efek alkohol mulai terasa. Dan semua orang tertidur dalam hitungan detik. *** 2 Januari 2022  Loki satu-satunya yang masih segar bugar. Kepalanya hanya pusing sedikit. Sesuai pesan mendiang sang ibunda, Loki boleh minum, banyak juga boleh, tapi mabuk jangan. Dan percaya tak percaya, inilah Loki. Mabuk alkohol sama sekali bukan gayanya. Jika boleh memilih, lebih baik Loki mabuk uang. “Uang bukan segalanya,” ucap anak-anak orang kaya yang tajir melintir yang sedang mengenderai mobil sport mewah dengan seorang wanita cantik di samping kirinya. Loki sebenarnya setuju dengan statement itu. Sangat setuju. Ya wajar saja, orang kaya itu bebas. Mau ngomong apa juga bebas. Mau tidur bantalan emas juga bebas. BEBAS! Tapi, yang harus digarisbawahi adalah … itu duit bapak kau, jangan banyak tingkah! “Hahhhh … orang kaya, ya?” Loki bergumam pelan. Suara Loki memang hampir tak terdengar. Namun, ada satu orang yang mendengar. Dan orang yang berjenis kelamin betina itu keluar dari dalam kios hanya menggenakan daster longgar selutut. Betina yang tak lain adalah Ambar. Satu-satunya betina yang bisa membuat Loki bertekuk lutut di atas ranjang. Dalam urusan seks, Loki boleh bertahan lama dengan wanita lain, boleh juga mengantarkan wanita-wanita itu ke puncak manapun, dan berapa kalipun sampai puas. Loki juga boleh seenak hatinya menentukan kapan dia akan ejakulasi, kapan pula dia mengatur tempo permainan, dan mendominasi lawannya sampai tunduk di bawah ulang kebanggaannya. Namun! Jika bersama Ambar, Loki nampak seperti ayam yang baru menetes dari telurnya. Loki dibuat tak berdaya. Loki bagai seorang bocah yang baru mengenal seks dalam arti yang sesungguhnya. Dengan Ambar, yang namanya kepuasan sejati dapat direngkuhnya. Ambar memang sangat pengalaman. Mantan seorang SPG apa iya perlu diragukan … goyangannya? “Kamu masih bangun, anak muda?” Ambar berkacak pinggang, menatap Loki dengan sorot binal. Loki meneguk ludah susah payah. Hampir saja jakunnya tertelan. Untuk menutupi rasa gugupnya, Loki menyulut sebatang rokok. Wajahnya yang sedikit tegang kini perlahan rileks. “Mau masuk sendiri, atau Bulek yang seret kamu?” Ambar dengan berani berkata demikian, walaupun ada suami dan anaknya yang sudah tak sadarkan diri tidur di atas terpal bersama pemuda-pemuda lainnya. Loki mengacungkan rokoknya. “Sebatang.” “Satu.” “Aku datang! Aku datang!” Loki pucat pasi, membuang rokok yang baru dihisapnya dua kali, itupun dengan hisapan pendek. Loki berjalan gontai, menatap wajah Ambar yang kian sayu. Tak menunggu Loki, Ambar lekas berjalan masuk ke dalam kios terlebih dahulu. Loki yang mengekor Ambar dari belakang dapat melihat dengan jelas pinggul dan bongkahan p****t ibu sahabatnya yang menggoda. Terpelatuk Loki dibuatnya. Daster tipis 5 centi di atas lutut yang dikenakan Ambar tak dapat menutupi mata Loki untuk teras menatapnya dengan nanar. Seluruh onderdil milik Ambar memang sudah tak sebagus dulu, akan tetapi … pesonanya sebagai seorang wanita setengah baya itulah yang membuat darah muda Loki kian mendidih. “Kita mau ngapain, Lek?” Loki bertanya, pura-pura polos, untuk menutupi rasa yang kian tak dapat dirasa. “Ngapain lagi kalau nggak bercocok tanam.” Ambar membuka pintu kamar, masuk duluan, lalu mengkode Loki dengan matanya. “Tenang aja. Mereka kalau udah high nggak akan bangun, kok.” Tanpa disuruh dua kali, Loki masuk ke dalam kamar yang memiliki ranjang single bed. Hamparan empuk ranjang itu dibalut sprei putih yang bermotif bunga mawar berwarna hitam. Aroma kamar yang senyap, dan sedikit tercium harum kasturi, membuat pikiran Loki semakin tak karuan. Setelah Loki masuk, segera Ambar menutup pintu tanpa menguncinya. Dan dari dalam kamar tidur yang syarat akan dua hal. Kalau tidak tidur merajut mimpi, ya tidur sambil mereguk kenikmatan surgawi. Loki yang hanya berdiri, hanya mematung. Ambar menatap Loki sayu. “Nak Loki, tolong Bulek.” Serta merta, Loi yang paham akan hal yang m***m seperti ini, segera mengangkat Ambar ke atas tempat tidurnya yang cukup lebar dan ditidurkan. “Bagian mana yang sakit, Lek?” Loki mengelus pipi Ambar dengan wajah memerah. “Di sini.” Ambar menjawab dengan wajah meringis seperti menahan rasa sakit sambil mengurut pangkal paha kanannya. Tanpa permisi, Loki mengurut paha Ambar sambil kembali bertanya, “Bulek sakit? Ini aku disuruh mijit ceritanya?” “Emang isi otakmu kita harus ngapain?” Ambar menahan tawa. “Tadi Bulek kepeleset mau ke kamar mandi. Agak nyeri.” “Terus, mana lagi yang sakit, Lek?” Loki meremas lembut paha Ambar, dengan gerakan membelai. “Hm. Nggak ada kok, cuman di sepanjang paha kanan ini sakit sedikit.” Ambar berkata dengan suara berbisik. “Oh iya, Nak Loki, tolong ambilkan minyak kayu putih di dalam laci, biar paha Bulek terasa panas dan hilang sakitnya.” Segera Loki mencari minyak yang dimaksud di meja rias. Dan alangkah terkejutnya ketika Loki berbalik dari mengambil minyak kayu putih, dilihat nay ibu sahabatnya itu telah menyingkap dasternya ke atas sehingga kedua pahanya terlihat jelas, putih, gempal, dan mulus. Pemandangan wanita montok yang menggugah hati kecil Loki nampak menatapnya dengan wajah penuh kerinduan. Kerinduan akan sesuatu yang tabu, yang telah lama hilang. Loki tertegun di dekat tempat tidur karena melihat pemandangan ini. Dan mungkin karena melihat keragu-raguan Loki dengan matanya yang terus tertuju ke arah paha Ambar, wanita itu langsung saja menyambar, “Ayo lah, Nak Loki, nggak usah grogi gitu. Kaki Bulek terasa sakit sekali ini, lo. Lagi pula sama Bulek sendiri saja kok pakai sungkan-sungkan segala,” seraya mengedipkan sebelah mata, menggoda. “Tolong diurut ya paha Bulek. Tapi nggak usah pakai minyak kayu putih itu, takut nanti malah kepanasan.” Dengan perasaan penuh debaran tak menentu, Loki mulai mengurut pelan-pelan paha kanan Ambar yang terlihat ada tanda agak merah memanjang, yang mungkin sewaktu terjatuh tadi terkena gesekan lantai kamar mandi. “Gimana, Lek, apa bagian ini yang sakit?” Loki basa-basi, entah mengapa tangan Loki gemetar, seakan tak pernah menjamah wanita saja. “Betul, Nak Loki, ya yang itu. Ngurutnya yang agak keras sedikit dari atas ke bawah, dong.” Dengan patuh, segera saja Loki mengikuti permintaan Ambar. Setelah beberapa saat Loki mengurut dengan gerakan yang kadang meraba dengan jemari tangannya yang katanya sakit itu dari bawah ke atas, sambil memejamkan matanya, Ambar berkata kembali, “Nak Loki, tolong agak ke atas sedikit ngurutnya.” Lalu, Ambar menarik dasternya lebih ke atas sehingga sebagian celana dalamnya yang berwarna hitam dan tipis itu terlihat jelas. Loki semakin kalap. Nampak v****a Ambar terlihat mengembung dari luar celana dalamnya, ada beberapa helai bulu vaginanya yang keluar dari samping celana dalam. “Ayo dong, Nak Loki, kok ngurutnya jadi berhenti?” tegur Ambar mengagetkan Loki. “I-iya, Bulek, maaf, tapi ….” Loki salah tingkah, suaranya terbata-bata dan tanpa menyelesaikan perkataanku karena agak ragu. “Ah, kenapa sih, Nak Loki?” Ambar memegang tangan kiri Loki dengan tangan kanan, menggoncangnya pelan. “Lek, aku ….” Loki tanpa sadar mengeluarkan suara yang menjurus sange, dan tidak tahu apa yang harus kukatakan, tetapi yang pasti ular kasurnya menjadi semakin tegang karena melihat bagian celana dalam Ambar yang menggelembung di bagian tengah. Seksi sekali. Tidak ada salahnya mengawali petualangannya di Kota Anggur ini dengan permainan ranjang bersama Ambar untuk pertama kalinya. “Nak Loki ….” Lirih Ambar sambil menarik tangan kiri Loki. Loki sih mengikuti saja tarikan tangannya dengan prasangka yang iya-iya. Dan setelah tangan Loki diciumnya serta digeser-geserkan di bibir Ambar. Mesum. Erotis. Loki kian lupa diri. Sedetik kemudian, tangan Loki diletakkan tepat di atas vaginanya yang masih tertutup celana dalam, tangan pemuda itu tetap dipegangnya sambil dipijat-pijatkannya secara perlahan ke vaginanya diikuti dengan desis suara Ambar, “Ssshhh … ssshhh … Nak Loki ….” “Lek, a-aku—” Ambar menyela lirih, “Nak Loki, kamu kok seperti anak kecil saja, sih?” “Nggak gitu. Aku cuman takut kalau nanti Paklek tiba-tiba ke sini, lo, Lek. Bisa dibacok aku.” Loki parno sendiri. “Jangan banyak omong. Ayo. Lanang opo ora?” suara Ambar terdengar menantang. Gila. Sebetulnya siapa sih yang tidak mau kalau sudah seperti ini. Loki juga tidak munafik kalau dirinya tengah dilanda nafsu birahi dan rasa akan takut ketahuan yang tinggi. Dulu, ketika ‘bermain’ bersama Ambar pun, Loki selalu mengajaknya untuk menjauh dari hidung-hidung orang sekitar yang memiliki penciuman kuat bak seorang naga. Ke mana lagi kalau bukan ke rumah terbengkalai yang terkenal angker di desa mereka. Bahkan warga desa sekitar tak ada yang berani mendekat ke sana. Jangankan lewat di depan rumah itu, mereka justru lebih memilih jalan memutar. Tentu saja, stigma masyarakat yang masih dilanda ketakutan akan hal mistis dimanfaatkan maksimal oleh Loki. Karena begitulah Loki. Yang ditakutkannya bukanlah hantu yang menampakkan eksistensinya, namun ketakutan akan kepergok telah membawa istri orang untuk diobok-oboknya. “Tunggu apalagi? Apa nyalimu sekarang sudah sekecil k****l suamiku?” terdengar Ambar kembali membeo, tahu-tahu Ambar telah memeluk Loki.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD